Rabu, 25 Juni 2014

ETOS KERJA SUPER



Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS. Al-Jumu’ah[62]: 10)

Seorang muslim justru diperintahkan untuk meraih segala karuniaAllah sebesar-besarnya dan seluas-luasnya. Raih harta benda sebanyak-banyaknya, kekuasaan seluas-luasnya, dan ilmu pengetahuan setinggi-tingginya. Untuk apa? Bukan untuk terjebak pada dunia semu, melainkan untuk berbuat kebajikan dan membangun kemaslahatan umat. Itulah cara mendekatkan diri kepada Allah yang diajarkan Allah dan rasul-Nya. Allah mengajari kita untuk meniru perbuatan-Nya. Sebagaimana Dia ajarkan berikut ini: berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Dialah yang telah memberi kita ilmu, kesehatan, rezeki, kekuasaan, dan berbagai kebutuhan hidup, maka tirulah itu dengan memberikan kepada orang lain. Tentu saja setelah kita bekerja keras untuk mencapai semua itu. Bukan dengan bertapa mengasingkan diri.

Salah besar orang yang katanya dzikir, lalu menyepi tanpa bekerja. Salah besar! Bekerja serta disiplin dalam bekerja adalah bagian yang tak terpisahkan dari ajaran Islam. Tidak lengkap keislaman seseorang tanpa adanya pekerjaan. Dimaksudkan di sini adalah pekerjaan yang menghasilkan keuntungan finansial untuk mencukupi kebutuhan diri dan juga keluarga, baik itu pekerjaan tetap maupun sebagai entrepreneur.

Perintah ayat itu bukan hanya untuk shalat jum’at saja. Tapi untuk semua shalat seperti shalat wajib lima waktu, shalat untuk kesuksesan (tahajjud) dan shalat rezeki (shalat dluha). Setelah shalat, jangan lama-lama wiridan. Ingat yang diperintah itu adalah dzikir bukan wiridan. Dzikir itu artinya mengingat, sekali lagi mengingat! Ingat siapa? Ingat Allah dan kebesaran-Nya. Dan dzikir itu tidak hanya selesai shalat dengan duduk (qu’udan) tetapi juga bisa dengan berdiri (qiyaman), dan tiduran. Boleh dzikir (mengingat Allah bukan selalu identik dengan melafalkan), dimana pun dan kapan pun. Nah semua bentuk dzikir itu bisa kita lakukan sambil kita bekerja. Dan memang seharusnya begitu yang terbaik. Makanya perintahnya bekerjalah setelah shalat. Lengkapnya hal ini terekam dalam ayat, alladzina yadzkurunallah qiyaman wa qu’udan wa ‘ala junubihim.

Nabi Muhammad SAW, pernah ditanya oleh sahabat, “Pekerjaan apa yang paling baik wahai Rasulullah?”. Nabi menjawab, “Seorang bekerja dengan tangannya sendiri dan setiap jual-beli yang bersih”. Bahkan pada kesempatan lain, beliau juga menyatakan betapa pentingnya bekerja keras dan cerdas yang bertujuan mencari nafkah untuk meraih kesejahteraan hidup. Nabi bersabda, “Sungguh seandainya salah seorang diantara kalian mengambil seutas tali, kemudian pergi ke gunung dan kembali memikul seikat kayu bakar dan menjualnya, maka dengan hasil itu Allah mencukupkan kebutuhan hidupmu, itu lebih baik daripada meminta-minta kepada sesama manusia, baik mereka memberi atau tidak”.

Setelah shalat, menyebarlah di muka bumi carilah fadhilah (rezeki yang melimpah) Allah. Sekali lagi, kita diperintah untuk mencari fadlilah yang berarti kelimpahan. Dan tidak sekedar rezeki. Itu isyaratnya kita diperintah untuk jadi kaya. Pilihan ada dua. Kalau tidak kaya, ya kaya raya. Kenapa kita harus kaya raya? Agar kita tidak egois hanya mementingkan perut kita sendiri. Kita masih punya isteri, anak, saudara, tetangga, teman, dan saudara-saudara kita seiman, seislam. Supaya Anda tidak memberi nafkah ke isteri sekedarnya. Supaya Anda tidak memberi pendidikan pada anak, sekedarnya. Supaya Anda bisa sedekah sekedarnya. Supaya Anda tidak membeli surga sekedarnya. Supaya perjuangan hidup Anda untuk-Nya tidak sekedarnya. Jadi kerjalah, kerjalah, kerjalah dengan semangat, antusias, kerja keras dan kerja cerdas.

Tentu Anda pingin sukses dalam usaha Anda? Benar, tentu Anda juga ingin sukses dalam bisnis Anda? Benar, tentu Anda ingin sukses dalam hidup? Benar. Jawabannya adalah seperti dipaparkan ayat di atas, “Ingatlah Allah yang banyak agar kalian sukses”. Bekerja keras dan cerdas bersamaan dengan itu ingat Allah yang banyak. Wuih mantap. Sudahlah jangan risaukan lagi, hasilnya. Tiga kekuatan ini lakukan, lalu serahkan hasilnya kepada Allah. Urusan Anda adalah kerja keras dan cerdas dengan mengerahkan potensi akal pikiran semaksimal mungkin. Urusan hasil, ah serahkan saja kepada Allah.

Etos kerja super, Ok selamat mencoba!

TTD : Ahmad Saiful Islam / @tips_kemenangan / @MotivasiAyat

Selasa, 24 Juni 2014

ARE YOU SURE IT IS UPSET?



Selama hidup di dunia, kita harus siap menerima manis dan getirnya hidup. Enak dan tidak enaknya hidup di dunia dengan bentuk yang macam-macam. Sangat tertipu orang hidup ini kalau hanya mengharapkan jalan mulus. Atau hanya mengharapkan kesakitan terus. Mustahil hidup ini satu warna atau hitam putih saja. Selama masih hidup di dunia, kita harus siap ikhlas, rela menjumpai dan merasakan “pelangi”. Resep Alquran simpel untuk dipraktekkan. Manakakala getir menyentuh seseorang, hendaklah mengucap innalillah wa inna ilaih raji’un dan meresapinya dalam-dalam dalam qalbu dan tindakan. Dan ketika manis menghampiri kita, ucap dan resapilah alhamdulillah.
Mau getir, mau manis, silahkan saja. Yang harus tetap kita lakukan adalah selalu mendekat kepada Allah. Getir mendekat, manis pun mendekat kepada Allah. Manis dan getir, itu sama saja kalau kita dekat dengan Allah, cinta Allah dan selalu menganggap Allah itu baik apapun dan bagaimanapun keadaan kita. Ya memang sebenarnya begitu. Akal kita pun bisa menyimpulkan sebenarnya bahwa memang manis getir itu sama saja. Itu kan fakta saja. Tergantung kita meresponnya. Getir dan manis itu memang ada dalam hidup di dunia ini. Kita hanya berusaha menjauh dan getir agar merasakan manis. Tapi kalau pun toh menyentuh juga dalam hidup kita, ya biarin aja.
Tidak ada getir terus dalam hidup ini. Pun tidak ada manis abadi di dunia ini. Manis dan getir itu bumbu kehidupan. Yang terpenting respon kita kepada keduanya. Ada loh orang yang sebenarnya getir dirasakan orang, tapi dirinya sendiri merasa manis. Sebaliknya, rasanya manis, tapi bagi orang tertentu itu malah jadi getir. Sekali lagi, itu tergantung pintar-pintar orang itu mengolah kegetiran dan kemanisan dalam hatinya. Dan tentu saja kualitasnya sangat bergantung kedekatannya dengan Allah.
Orang yang sudah terbiasa getir dalam hidupnya, dia akan biasa saja. Pun orang yang terbiasa hidup dalam kemanisan, dia pun akan merasa biasa. Getir dan manis akhirnya adalah hal-hal baru yang dirasakan seseorang. Apalagi kalau kita saksikan dengan mata, ada keindahan yang nampaknya manis sekali. Ada juga kegetiran yang nampaknya sakit sekali. Tapi ternyata orang itu merasakan biasa saja. Dia sudah biasa.
Memang manusiawi, ada rasa getir saat masalah menyapa kita. Namun jangan berlarut-larut dalam rasa sakit itu. Keep enthusiasm, keep fighting. Tetaplah semangat. Bangkitlah lagi. Bahayanya, kalau Anda pas dirundung kalut, galau berlarut-larut, iblis mudah masuk dalam hati Anda. Dia dan balatentaranya akan membisikkan pesimistis dalam hidup Anda. Kalau Anda sedih, mereka akan mudah menggelincirkan Anda. Diri Anda akan sangat lemah diberdayakan oleh iblis dalam lembah kenistaan. Padahal Allah menjanjikan ampunan kepada Anda. Allah menyuruh tetap spirit. Malaikat sudah memproklamirkan diri sebagai bodyguard kita. Jangan kalah dengan iblis. Wong Allah memproklamirkan diri-Nya sebagai aktif mencintai kita meski dosa kita sebesar langit dan bumi sekalipun. Sementara iblis mengajari kita untuk negative thinking kepada Allah padahal dosanya kecil. Wes pokoknya, ingatlah ini saat Anda mulai bad sight pada Allah. Apapun dan apapun, Allah mencintai Anda. Dan Anda pun mencintai-Nya.
Apalagi, kita tidak tahu sebenarnya. Apakah kita sudah yakin bahwa kegetiran itu getir? Apakah rasanya benar-benar tidak enak? Coba baca kalimat berikut baik-baik. “Inna ma’al ‘usr yusra. Inna ma’al ‘usri yusra”. Sesungguhnya bersama satu kesulitan (getir) itu ada banyak kemudahan (manis). Sudah menjadi tradisi bahwa kemudahan itu adanya setelah kesulitan, rintangan, cobaan, masalah dan teman-temannya. Di bangku sekolah saja, tidak mungkin Anda langsung tahu sesuatu tanpa berpikir, mendengarkan penjelasan guru, masuk kelas, belajar lagi di rumah. Pada awalnya sebuah pelajaran itu sulit. Tapi endingnya mudah bukan?! Begitulah proses hidup ini seterusnya. Untuk bisa (enak) itu butuh belajar, berlatih, berkorban waktu, tenaga, pikiran, uang yang sekilas tidak enak bukan?!
Kalau Anda sudah tahap ini, sudah sepatutnya kita ucapkan alhamdulillah saja lah. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad, “Qul al-hamdulillah ‘ala kull hal”. Katakan alhamdulillah apa pun keadaannya. Ya ya, mau getir rasanya bersyukur. Apalagi saat enak, tentu lebih hebat lagi bersyukurnya.
Inilah orang hebat, orang kuat itu. Hebatnya manusia, tidak hanya dinilai dari otot kawat, balong besinya. Tapi lebih dahsyat adalah nilai tahan banting mentalnya. Antusiasnya. Pantang menyerahnya. Kokoh hatinya!
Untaian seorang pendoa: Ketika kumohon kepada Allah kekuatan, Allah memberiku kesulitan agar aku menjadi kuat. Ketika kumohon kepada Allah kebijaksanaan, Allah memberiku masalah untuk kupecahkan. Ketika kumohon kepada Allah kesejahteraan, Allah memberiku akal untuk berpikir. Ketika kumohon keberanian, Allah memberiku kondisi bahaya untuk kuatasi.
Ketika kumohon kepada Allah sebuah cinta, Allah mengirim orang-orang bermasalah untuk kutolong. Ketika kumohon kepada Allah bantuan, Allah memberiku kesempatan. Aku tidak pernah menerima apa yang kupinta, tapi aku menerima semua yang kubutuhkan. Doaku terjawab sudah.

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...