Rabu, 27 Agustus 2014

ISTRI SUMBER BAHAGIA? AH MASAK!


Ada beberapa ide yang ingin saya kembangkan menjadi artikel hari ini. Pertama, soal omongan orang yang bilang, uang bukan sumber kebahagiaan. Atau  isteri cantik bukan sumber kebahagiaan. Atau belajar logika itu haram. Ini renungan pertama. Menurut saya, omongan ini ada benarnya kalau yang berbicara itu orang yang kaya raya atau pernah kaya. Omongan ini sangat salah kalau yang ngomong tidak pernah kaya, belum pernah nikah, tidak pernah belajar logika, ilmu alam dan yang sejenis. Dan yang perlu digarisbawahi, omongan kayak gini kayaknya membimbing, mencerahkan, menenangkan, padahal kenyataannya hipotesis saja yang tidak berdasar pada bukti kongkret. Bukankah Alquran dari dulu untuk menyatakan kebenaran sangat mengandalkan bukti?! Dan kita tahu bahwa pengalaman hidup, kenyataan hidup sehari-hari, kejadian fakta yang dialami masyarakat itulah sebenarnya bukti.
Jujur, pengalaman penulis sendiri, merasa bahagia kalau dapat tambahan uang dari Allah. Kenapa? Karena kalau bisa transfer ke Ibu tercinta, menafkahi isteri tersayang, transfer ke ponakan, melengkapi fasilitas bisnis bimbel, kalau ponakan datang bisa kasih uang saku, kalau saudara datang bisa kasih uang saku, kalau ponakan haus bisa membelikan es cream di restoran, bisa membelikan bakso orang tua dan saudara-saudara, bisa kasih uang saku teman, bisa benerin rumah dan lain seterusnya. Sekali lagi jujur saya ini bahwa saya amat bahagia bisa melakukan semua itu. Jadi kalau saya mengatakan bahwa uang adalah sumber kebahagiaan, Anda lebih percaya mana bila dibanding dengan pernyataan pertama?!
Jujur lagi, saya merasa bahagia punya isteri yang sayang pada saya (jujur, isteri saya cantik menurut saya, baik tampilan fisik maupun batinnya, hehehe). Apalagi saat berkunjung ke pesta resepsi pernikahan teman kami. Walaupun ada yang berkata, isteri cantik itu ragatane (biayanya) mahal. Harus ke salon, kendaraan harus mahal, baju harus mahal, rumah harus mahal, assesoris lainnya harus mahal, dan harus serba mahal. Ah, kata siapa. Justru kalau orang sudah cantik, itu make up-nya gak perlu tebal-tebal. Sekedarnya saja. Wong sudah cantik kok?! Justru yang mahal itu yang gak terlalu cantik. Harus dipoles setebal mungkin semua assesorisnya agar tampak cantik. Tentu saja, polesan yang tebal uangnya lebih tebal bukan? Sekali lagi, bila saya mengatakan bahwa isteri cantik itu adalah sumber kebahagiaan, menurut Anda yang benar yang mana bila dibandingkan pernyataan di awal?!
Satu lagi. Tentang belajar logika itu haram. Anda tahu pernyataan ini konon dari siapa? Ya, Imam al-Ghazali, pengarang kitab yang sangat fenomenal Ihya Ulumuddin. Ya wajar lah kalau dia mengatakan seperti itu. Wong dia itu masih mudanya bukan hanya mau belajar logika, malah doyan. Masih muda, Ghazali yang saya kenal adalah pemuda yang progresif dalam pemikiran. Kalau tidak, tidak mungkin dia bisa menandingi Ibnu Rusyd dengan karyanya Tahafudz al-Falasifah. Dan Ghazali muda yang saya kenal adalah dia yang suka tasyahur (terkenal). Dia tidak suka ditandingi oleh ilmuwan pada zamannya. Namun sifatnya itu sombot (sesuai) dengan semangat dan perjuangannya mendalami ilmu. Ini tidak heran membuatnya menjadi ilmuwan all-round dalam bidang ilmu pengetahuan.
Jujur selama ini saya senang belajar logika. Saya beberapa kali dipercaya oleh sekolah untuk mewakili perlombaan science. Tidak hanya itu, satu sekolah saya mendapat juara 2 lomba Matematika.  Sering ringking 1 IPA. Saat kuliah pun, saya amat suka belajar ilmu mantiq (logika), misalnya, manusia adalah hewan yang berakal. Di situ ada jenis, ada spesies dan lain seterusnya. Bahkan ketika belajar penulisan bahasa Indonesia, di situ juga ada kaidah-kaidah klasifikasi, yang menurut saya menggunakan kaidah-kaidah dalam logika. Misalnya pernyataan: manusia butuh air, hewan butuh air, tumbuhan butuh air, maka semua makhluk hidup butuh air. Bukankah ini cara berpikir yang luar biasa? Bahkan Alquran juga sering menggunakan kata jika...maka...yang diwakili kata in dan idza? Jadi menurut saya, logika halal dipelajari bahkan harus dipelajari. Karena tanpa logika, sulit Anda menerima pesan Alquran. Lalu bagaimana menurut Anda, bila dibandingkan dengan ucapan yang sekedar opini tanpa bukti?! 
Atau paling tidak lah, antara uang, isteri cantik, dan belajar logika itu dikatakan netral saja. Ya semua itu netral. Bisa jadi sumber kebahagiaan, pun bisa jadi sumber malapetaka. Tergantung yang memiliki, shalih apa thalih. Tidak adil kalau yang digembor-gemborkan ke lapangan hanya yang sisi negatifnya saja. Wallahu ‘alam.
 By: Ahmad Saiful Islam 

Selasa, 26 Agustus 2014

KUNCI SELAMAT DAN BAHAGIA



Ada sebuah emosi yang tersentuh. Ada sebuah syarat otak yang tersentuh. Saat rumah kami dihadiri oleh orang-orang tua yang sudah puas merasakan asam garam kehidupan. Dia Pak Rik, orang yang sabar dan fokus pada pencapaian diri. Dia tidak pernah risau dengan tingkah laku culas orang lain. Walau bisa dikatakan seorang islam abangan, tapi dia tidak terlalu hobi kalau membicarakan kejelekan orang lain. Bahkan dia ingin sekali mendamaikan orang-orang yang sedang berselisih. Malah dia suka memberi nasehat berdasarkan pengamalan hidupnya. Yang tentu saja sangat berharga bagi yang mendengarnya.
Oiya, sekarang dia berusaha 67 tahun. Dan fisiknya masih sehat, semangat hidupnya masih panas. “Rumah dulu di timur, saya jual. Saya belikan kebun yang sekarang ditanami kelapa, dan palawija lainnya. Ya, dari situlah kini Pak Rik sudah tidak mikir tentang makan lagi. Dulu Pak Rik beli tanah yang sekarang jadi rumah yang Pak Rik huni. Dulu harga tanah itu masih murah. Sekarang alhamdulillah sudah jadi rumah untuk anak-anak Pak Rik. Dan sekarang sambil lalu Pak Rik dengan Mak Nah jualan bensin, rokok, dan lain-lain di pinggir jalan. Alhamdulillah dari situ tiap hari ada pemasukan. Dan semua hasil jualan itu ditambah servis kompor gas sudah tidak dimakan lagi, tapi ditabung semua. Ya hidup ini memang harus cari rezeki dari banyak sumber Le. Istilahnya serabutan gitulah”, katanya kepadaku.
Sebenarnya masih banyak cerita yang mendasari i’tibar yang akan saya tulis ini. Tapi kayaknya lebih baik langsung saja saya ambilkan i’tibarnya untuk kita renungkan bersama-sama, agar bisa lebih bijak, lebih dewasa dalam menjalani hidup ini.
Pertama, soal dendam pada orang lain. Apapun alasannya, pokoknya kalau sudah dendam pada orang lain, maka itu hanya akan membinasakan pelakunya saja. Orang yang mengomongkan aib saudaranya ke orang lain, sebenarnya yang paling celaka adalah yang mengomongkan itu. Yang kasihan bukan yang digosipin. Justru yang jelas-jelas rugi, binasa itu adalah pendendam dan penggosipnya. Bagaimana tidak, dia sibuk mendendam orang lain. Dia sibuk menggosip orang lain. Di sini saja sudah jelas-jelas rugi. 
Orang yang yang dibicarakan atau didendaminya kemungkinan kalau tidak tidur, happy-happy dengan keluarganya, atau bekerja yang menghasilkan uang atau ilmu. Sementara si pendendam, dirinya benci sendiri, marah sendiri, dan jelas-jelas capek dan tidak menghasilkan apa-apa. Dia jelas tertinggal dibanding orang yang dibicarakan dan didendami itu. Kalau ini menjadi kebiasaannya, maka di saat itu juga dia sejatinya telah kehilangan hidupnya. Dia sudah bisa dijamin dan dipastikan tidak bakal bahagia, selama yang ada dipikirannya orang yang dibenci dan digosipinya itu.
Kedua soal kemewahan dunia. Kebahagiaan dan kesuksesan kadangkala memang tidak bisa diukur dengan materi dunia seperti mobil, jabatan, rumah mewah, makanan nikmat dan simbol-simbol duniawi lainnya. Saya sangat setuju dengan pepatah bahwa orang yang dipikirkannya melulu dan hanya dunia, maka dia akan diperbudak oleh dunia. Hanya orang yang punya orientasi akherat yang bisa memperbudak dunia. 
Dunia itu bisa jadi baik. Tapi bisa jadi juga buruk. Tergantung siapa yang menggunakannya. Dan yang sangat-sangat jelas memang dunia bukanlah parameter seseorang bisa dikatakan sukses. Orang banyak terlena agar bisa dikatakan sukses hingga bekerja siang malam, banting tulang, tidak kenal keluarga, hanya demi uang. Bahkan hingga lupa menggunakan uang itu untuk apa. Dan tidak jarang hanya digunakan untuk hal-hal secara konsumtif seperti makanan, pakaian, jalan-jalan dan seterusnya. Tidak pernah terpikir untuk menjadi dan menggunakan uangnya itu untuk hobinya yang paling tertinggi yang punya misi ketuhanan dan kemanusiaan.
Memang ilmu, hidayah dan hikmah itu sangat mahal harganya. Tidak bisa ditukar dengan uang satu triliun dolar sekalipun. Kenapa? Karena hanya dengan ketiganya, orang itu bisa menikmati kebahagiaan dunia akherat. Orang tanpa ketiganya bukan saja tidak bisa menikmati dunia dan akherat tapi malah diperbudak, dibutakan, dipersulit oleh dunianya sendiri. Semakin banyaknya uang, semakin meningkatnya jabatan, maka semakin pula dia dipersibuk oleh dunia. Dia malah ditunggangi oleh dunia. Dia malah diperbudak oleh dunia dengan terus mengejar-ngejarnya siang malam, tanpa bisa menikmatinya secara bijak. Maka tidak jarang, malah menjerumuskannya ke dalam tempat yang semakin jauh dari Allah. 
Untuk apalah harta hanya banyak kalau dalam dirnya tidak ada ilmu, hidayah dan hikmah? Hanya dengan ketiganya, sudah bisa dipastikan seseorang itu akan mampu menikmati waktunya seratus persen. Dengan hidayah, ilmu dan hikmah seseorang akan mendapatkan hidup ini sepenuhnya. Dia telah meraih surga sebelum surga. Hidupnya penuh dengan keindahan, kecukupan dan kecintaan kepada Allah dan sesama. Ilmunya menjadi cahaya bagi orang lain dan lingkungannya. Kehadirannya memberikan warna baru bagi diri, orang lain dan lingkungannya. Uangnya memberikan ketentraman dan kesejahteraan bagi dirinya, keluarganya, orang lain dan lingkungannya. Hidupnya penuh dengan tuntunan dan cinta Allah yang mengarahkannya pada hidup yang penuh dengan cinta, syukur, kasih sayang, dan hal-hal yang penting dan sangat berguna bagi kemanusiaan. Yang dikerjakannya mendapatkan prestise baik di sisi Allah maupun di depan mata manusia yang lain.
Dan yang terakhir atau yang keempat adalah soal kecerdasan spiritual. Banyak orang yang sudah berumur namun kecerdasan spiritualnya masih sangat-sangat minim. Ini disebabkan oleh kurangnya ilmu dalam dirinya. Kecerdasan apapun terutama kecerdasan spiritual ini perlu dilatih, dirawat seperti tanaman agar tumbuh menjadi dewasa. Kalau tidak, dia akan kurang gizi, sakit-sakitan, lemah, dan tak berdaya. Selain itu juga bisa disebabkan oleh mindset yang salah tetang teologi. 
Mereka tidak tahu bagaimana harus mengarahkan pikirannya ke jalan yang benar. Buktinya, banyak orang tua yang masih percaya pada hal-hal mistis, diluar logika, misalnya santet, tidak mempan ditembak, bisa terbang, bisa hilang dan lain seterusnya. Akibatnya, otak spiritualnya bingung, mana teologi yang benar dan mana yang salah. Semuanya dianggap sama saja, seperti dongeng anak kecil yang ada di TV. Sehingga soal solat, puasa, haji, zakat, itu seperti tahayyul, khurafat yang sesat tadi. Pikiran yang sesat pun akhirnya kebingungan tidak bisa menolong pemiliknya. 
Sejatinya potensi kecerdasan spiritualnya tumpul bahkan diimatikan. Akhirnya jadilah dirinya tidak ubahnya sepeti batu, besi, yang lapuk oleh masa. Dan dia terus disibukkan oleh hal-hal remeh, kecil, tidak berguna, yang dia anggap sudah besar dan menjadi simbol kesuksesannya. Padalah, kecerdasan spiritual adalah sumber dari kebahagiaan dan keselamatan. Bukankah hidup ini untuk mencari keselamatan dan kebahagiaan? Orang banyak kehilangan keselamatan dan kebahagiaan hanya karena salah pakai pikirannya!

Minggu, 24 Agustus 2014

TARGETLAH DIRIMU SEBELUM DITARGET ALAM



Sebelum ditarget orang lain, maka target dirimu sendiri dulu. Ketika kau sudah terbiasa menarget dirimu sendiri, maka alam dan orang lain tidak akan mampu menargetmu. Beranilah menarget sesuatu yang besar, menantang agar dirimu terbiasa dalam hal yang besar dan lawan yang besar. Bukankah seorang dikatakan hebat itu yang mampu mengalahkan sesuatu yang hebat pula? Bukankah seorang pelaut besar itu lahir dari gelombang dan angin yang besar pula? Coba lihat pohon yang besar dan tinggi di hutan. Itulah pohon-pohon yang mampu memenangkan seleksi alam, pohon-pohon yang berani bersaing, menarget diri untuk melawan badai dan topan dan apapun rimba di hutan. Bahkan dirinya tidak sadar menjadi besar dalam proses pertarungan itu.
Boleh saja mungkin kita menarget sesuatu dari yang terkecil dulu. Oh ternyata kita mampu, tambah lagi bebannya (jadi seperti angkat barbel, hehehe). Mampu lagi, ok kita tambah lagi baik jumlah maupun kualitasnya. Ternyata masih mampu tambah lagi. Hingga kita kapayahan, tapi kalau masih mampu juga, ya tambah lagi. Terkadang kita ini keburu mengatakan tidak bisa, tidak kuat, padahal belum dibuktikan dengan fakta dan berusaha maksimal. Nah, usaha maksimal itu adalah membuat target dan menambah target ketika target awal telah tercapai.
Allah ‘Azza wa Jalla telah memberi wejangan bahwa Dia tidak akan membebani siapapun orangnya dengan sesuatu yang tidak mampu dia lakukan. Itu artinya, untuk mengetahui sebesar mana batas kemampuan dan ketidakmampuan kita itu adalah dengan berusaha hingga titik dimana kita tidak mampu itu. Tidak jarang kita ini tidak mengetahui secara pasti kekuatan itu sendiri yang sudah ada dalam diri kita. Buktinya, tidak jarang kita jumpai orang yang dianggap lemah, tapi ternyata prestasinya luar biasa. Bahkan membuat benak orang-orang yang katanya normal, “tidak mungkin” dan memunculkan kekaguman “amazing”. Padahal dia juga manusia sama dengan dirinya. Dan Tuhan itu Maha Adil loh ya, bukan hanya sekedar adil. Jadi alangkah baiknya, untuk terus menggali potensi diri ini, yang ukurannya adalah target-target yang terus ditambah sesuai dengan fakta kemampuan yang kita miliki. Ya, bukti kuat dan tidak kuatnya kita bisa diukur seberapa besar hasil atau prestasi yang telah kita capai.
Terus yang tidak bisa ditawar-tawar adalah fokus, sabar dan persistence. Allah juga pernah menuntun kita dengan firman-Nya “Mintalah tolong kalian dengan sabar dan shalat”. Sabar mengajak kita pantang menyerah dan pantang putus asa. Minta tolong dengan sabar, karena hanya dengan sabar sebuah prestasi bisa diraih. Mau prestasi ilmu, mau prestasi uang, mau prestasi apa pun kunci mendasarnya adalah sabar. Mungkin orang takjub melihat bentuk candi Borobudur di Rembang Jawa Tengah, The Great Wall di Cina, atau menara Eiffel di Paris. Mereka hanya bisa kagum “ Wow...wonderful”. Entah apa jadinya, bila semua itu dibangun tanpa pondasi sabar yang luar biasa? Tentu semua itu tidak akan pernah terjadi! Ya, kebanyakan kita maunya hasil tanpa proses dengan kesabaran itu. Nah, itulah mengapa diingatkan oleh Allah bahwa kita mesti minta tolong dengan sabar. Karena sunnatullah kesuksesan prestasi itu sangat selaras dengan sabar. Ingin prestasi tanpa minta tolong dengan sabar, itu sama ingin basah tanpa mau mandi. Ingin membakar jagung, tidak pernah menyalakan api. Sabar, fokus dan persistence melambangkan sebuah kekuatan yang super dahsyat.
Semua peradaban menakjubkan atau prestasi yang mencengangkan dunia itu pastilah dibangun dengan target yang dilandasi dengan kesabaran. Mungkin dalam mengejar itu terasa tergesa-gesa. Tak mengapa asal kesabaran yang berarti kelembutan tetap menjadi senjata dalam diri orang tersebut. Itu mengapa Rasulullah sukses dalam berdakwah berkat sifat kelembutan yang ada dalam dirinya. Bahkan Allah saja punya nama Al-Lathif yang berarti aktif Maha Lembut. Tolong nama Allah itu jangan diartikan kata benda sehingga terkesan pasif. Semua asma’ al-husnanya Allah itu adalah kata kerja yang menunjuk sesuatu hal yang aktif. Kita tentu ingin meniru sifat Allah itu sesuai kemampuan dan kapasitas kita sebagai manusia.
Sudahlah, buat target dulu dengan penuh penghayatan. Kemudian dalam usaha meraihnya, sabar, fokus, persistence dan kelembutan terus hidupkan dalam diri Anda. Malas mungkin muncul. Rasa putus asa terkadang menghampiri kita. Bingung pun tidak ketinggalan hadir dalam keseharian kita. Tapi kalau kita terus minta tolong dengan sabar, lembut, pantang menyerah, fokus, yakinlah Anda mampu menaklukannya. Dan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi adalah keyakinan harus terus membara!

Selasa, 05 Agustus 2014

MENGEKALKAN GAGASAN DENGAN MENULISNYA



Semua pikiran itu akan hilang, hingga ditulis. Apa yang kau pikirkan sekarang, yang katamu great, itu akan percuma ketika hilang. Dan hilangnya ketika dia dibiarkan berjalan begitu saja lalu pergi entah dimana berganti pikiran baru. Hilang dan hilang lagi. Begitu seterusnya ada dan secara berganti menjadi hilang. Ada hilang. Ada lagi, hilang lagi. Berputar hingga masa ajal itu tiba. Barulah semua disadari bahwa pikiran yang hebat itu terjadi mimpi. Ternyata pikiran tanpa makna. Ternyata pikiran yang benar-benar melayang seperti roh hilang tak dikenal dan dilihat orang lain. Gagasan dan pikiran yang katanya hebat itu ternyata ruh yang hilang tanpa bekas hingga ditulis. Ya dengan media menulis inilah sebenarnya ruh buah pikiran yang bernama ide itu akan bisa dilihat, dirasakan, bersilaturahim dengan pikiran orang lain sepanjang sejarah manusia ini ada. Dan siapa yang ingin menyambung dengan ruh yang pernah nampak itu dalam “lembaran-lemaran yang disucikan”.
Semua cerita akan sirna. Semua ilmu akan tiada. Semua pengalaman akan musnah. Semua gagasan yang melintas di kepala akan terbang melayang entah kemana. Setiap hari. Setiap detik. Setiap waktu tanpa tahu bahkan yang mempunyai pun tidak tahu kemana perginya ruh gagasan yang hebat itu. Dengan demikian, sebenarnya pikiran itu tidak ada, hingga ditulis atau menghasilkan perbuatanyang bermanfaat bagi pemiliknya. Manfaat di sini berarti memberikan hasil yang dapat digunakan oleh yang mempunyainya. Oleh karenanya seorang bijak pernah menasehati, “Sejelek-jelek tulisan itu masih lebih baik daripada bagus tetapi hanya dalam mimpi”. Ya, cerita yang patriotik, kisah yang romantis, pengalaman yang fantastis itu semuanya adalah mimpi. Walaupun tampak nyata, tapi sebenarnya itu jelas-jelas mimpi: nampak lalu pergi entah kemana. Gagasan, pikiran itu nampak dan bisa dirasakan bahkan, tapi ketika datang pikiran baru, maka sebenarnya kita bermimpi.
Kita tahu mimpi itu kesannya indah, namun saat kita bangun sirnalah sudah semua keindahan itu. Karena memang mimpi. Sejelek-jelek tulisan itu masih bagus, karena memang itulah yang abadi dan hidup. Yang bagus tapi tidak ditulis itu jauh lebih jelek, karena yang mempunyai saja tidak bisa mengambil manfaat darinya apalagi orang lain. Tentu mereka sangat tidak bisa mengambil manfaatnya. Alih-alih mengambil manfaatnya, tahu saja tidak. Berwujud saja noway. Jadi pada dasarnya, aku menulis maka aku ada. Tidak cukup aku berpikir maka aku berada. Tapi lebih pada aku bekerja dalam hal ini aksi nyata menulis, maka aku ada. Karena itulah faktanya, ketika aku hanya berpikir maka pada hakikatnya, aku tidak ada dan aku sedang bermimpi. Nah, untuk menjadikan mimpi itu benar-benar nyata adanya, maka dengan tulisan ini.
Saya yakin semua kita pernah bermimpi indah. Dan saya yakin pula semua kita pernah berpikir indah. Itulah sejatinya, berpikir indah dan bermimpi indah itu sama saja, selama yang mempunyai atau orang lain tidak bisa mengambil manfaat darinya. Enaknya ya saat mimpi itu saja. Tapi kan kita bukan hidup selamaya?! Kita akan mati?! Itu sama artinya, kita tidak tidur selamanya dengan menikmati mimpi indah itu kan? Kita tidak selamanya berpikir-pikir, berangan-angan dengan pikiran indah itu kan, karena kita terbatas dengan kematian?! Dan sering terjadi bahwa mimpi indah itu akhirnya mengecewakan pemimpinya. Kenapa? Karena membuatnya kecele (eh, kacian deh loh, hehehe).
Jadi resepnya, tahu ilmu sedikit langsung ditulis. Tahu informasi sedikit saja yang menginspirasi langsung ditulis. Maka tidak ada waktu lagi untuk menulis setiap ide hebat dalam kepala. Karena Anda tahu bukan bahwa itu masih mimpi?! Dan Anda ingin membuatnya nyata? Ya kalau iya, jawabannya adalah segera tulislah. Kalau dalam bahasa inggris ada yang namanya belajar dengan alam bawah sadar. Bisa bicara tanpa berpikir, spontan, effortless, yang saratnya adalah deeply atau belajar mendalam. Atau tidak cukup hanya sekedar tahu, tapi butuh terus praktek dan praktek. Begitu juga dalam tulis menulis, menumpahkan gagasakan melaui tombol-tombol keyboard komputer juga butuh mendalam. Dalam artian harus sesering mungkin dilakukan agar sudah tidak berpikir lagi kita. Tapi lebih menulis secara tidak sadar.
Makanya ketika ada teman kita atau membaca buku yang menginspirasi, lalu dia mengatakan “kembangkanlah”, memang benar adanya. Kita bisa mengembangkan idenya dengan keterampilan menulis ini. Satu kata disusul oleh kalimat, paragraf, artikel hingga menjadi buku dan seterusnya. Jadi buatlah mimpi Anda kenyataan dengan tulis! 

Senin, 04 Agustus 2014

KEBERUNTUNGAN MENGGUNAKAN SANG WAKTU



Indah nian kalau seseorang sudah bisa terbiasa menggunakan waktunya dalam 6 hal. Pertama, shalat.
Shalat bukan hanya sebagai kebutuhan. Tetapi shalat sejatinya adalah kebutuhan kita. Fisik kita butuh shalat. Agar pergerakan darah lancar, sendi-sendi bergerak, otot-otot tertarik, mulai dari takbir, rukuk, i’tidal, sujud, duduk diantara dua sujud, dan seterusnya. Prof. Dr. Zahra pernah menceritakan pengalaman sakitnya yang sulit sembuh. Ternyata penyakit itu hilang sendiri karena dia melakukan tahajjud secara rutin. Belum lagi khasiat bacaan-bacaan untuk kejiwaan atau psikologis seseorang. Tentu Anda telah mengenal the power of words atau kekuatan kata-kata bukan? Nah, dalam shalat itu terdapat doa-doa (harapan), pujian-pujian kepada Allah. Tentu saja dampaknya sangat bagus untuk kesehatan rohani seseorang. Tidak heran kalau Allah pernah berfirman “Mintalah tolong dengan sabar dan shalat”.
Kedua, mencari ilmu. Lagi-lagi kita diingatkan oleh Allah bahwa Dia akan mengangkat orang-orang yang beriman dan berilmu dengan beberapa derajat. Sungguh mulianya ilmu ini. Kalau orang nampak kaya hartanya, mungkin bisa dicuragai untuk tidak dihormati. Tapi kalau orang sudah nampak punya ilmu, sudah pastikan dia terhormat dan layak dihormati dan dijadikan tokoh. Kenapa? Karena harta bisa didapat dari hasil korupsi, sedangkan ilmu tidak bisa. Cara satu-satunya mendapat ilmu adalah dengan belajar keras. Dan Allah tidak mungkin meletakkan ilmu dan hikmah pada hati yang berdosa. Sebagaimana sabda Nabi bahwa jika Allah menghendaki kebaikan pada seseorang, maka dia akan dipandaikan dalam masalah agama.
Dan mencari ilmu itu kata nabi dari buaian hingga liang lahat. Apalagi sekarang sudah berkembang teknologi canggih. Mulai dari surat kabar, tv, radio, majalah, internet dan seterusnya. Kalau mencari ilmu dibiasakan, percayalah nikmatnya nggak ingin berhenti. Semakin kita belajar, semakin haus ingin melahap ilmu yang lain lagi. Selalu jadi gelas kosong dan menjaga diri dari yang diharamkan agama adalah kunci mendapat ilmu yang berkah. Benar bahwa ilmu itu nikmat sekali. Yang bisa menikmati hanya pemiliknya saja.
Ketiga, mencari uang. Ya, orang yang bisa menggunakan waktunya untuk mencari rezeki Allah berupa uang, merupakan suatu nikmat dari-Nya. Berapa banyak orang yang belum bisa atau tidak punya kesempatan dan tidak bisa membuat kesempatan untuk mencari uang untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Makanya layak bersyukur kepada-Nya. Nah, saya bingung kalau ada pemuda nyantai-nyantai aja tidak bekerja mencari uang. Padahal dengan waktu 24 jam, banyak orang mendapatkan jutaan dalam sehari. Ya, harta sebenarnya adalah waktu kita ini.  Jadi, daripada nonton telenovela boong-boongan, cangkruk di warkop tidak berguna, dan hal lain yang tidak berguna lebih baik gunakan bekerja cari uang saja.
Bahkan kalau orang sudah bisa menukar waktunya dengan uang yang banyak, dia tidak akan sembrono dengan waktunya. Bahkan dia tidak mau kalau ditukar dengan uang yang sedikit. Misalnya kerja keras saja, tapi gajinya tidak sebanding dengan waktu dan tenaganya. Bahkan ada yang berpikir, “Kalau waktu yang kugunakan mencari uang tidak membuat aku kaya, lebih baik aku mencari ilmu saja”.
Tentu saja mencari uang itu tidak usah licik. Karena tidak mungkin Allah memberi uang kita dengan cara licik. Yakinlah kalau kata agama itu adalah jalan yang salah, jalan hitam, tidak akan pernah membawa keberuntungan kepada kita apalagi kebahagiaan. Justru akan mencelakakan kita. Kalau kita maksa melakukannya, itu namanya rugi dua kali. Di dunia rugi, di akherat babak belur. Ancur!
Sebelum menginjak ke poin 4, 5 dan 6, terlebih dulu saya berikan tips dahsyat: kalau Anda ingin diberi ilmu, maka memberilah ilmu. Kalau Anda ingin diberi uang, memberilah uang. Kalau Anda ingin diberi senyum, memberilah senyum.
Ok yang keempat adalah menggunakan waktunya untuk memberi ilmu. Saya amat-amati ternyata dalam proses belajar mengajar itu, yang tambah pintar itu adalah gurunya. Kecuali santrinya atau muridnya juga ikut aktif. Kalau harta mungkin nampak di mata ketika diberikan berkurang. Tapi kalau ilmu sudah jelas kalau diberikan malah bertambah. Orang tidak cukup hanya mencari ilmu saja, tapi juga harus berkah seluas-luasnya bagi orang lain terutama bagi dirinya, maka mesti diberikan. Tidak usah menunggu diundang seminar, kajian, menjadi guru, tapi dimanapan, kapanpun dan dengan siapa pun. Usahakan obrolan Anda dengan lawan bicara tidak ada yang sia-sia apalagi dosa dengan menggunjing kejelekan dan membuka aib orang lain. Caranya itu dengan memaksimalkan memberi ilmu di dalamnya.
Apalagi dalam memberi ilmu ini, Anda membuat sistem. Seperti sekolah, yayasan, pondok pesantren yang dikemas dan didukung oleh sarana prasarana modern. Sungguh tambah mantap. Sekolah modern berbasis Alquran. Atau pondok pesantren modern berbasis teknologi tinggi dan entrepreneurship. Jujur, ini adalah salah satu impian besar dan sekaligus doa besar penulis kepada Allah. Mohon bantuan doanya agar kekuatan doa itu dahsyat sehingga dikabulkan oleh Allah, aamiin. Karena pada dasarnya, kita harus menghibahkan diri kita sepenuhnya kepada Allah: harta, ilmu, waktu, jiwa, tahta untuk menjadi rahmatanlil ‘alamin.
Kelima, membiasakan waktu untuk memberi sebagian harta. Bahasa agamanya, sedekah atau bahasa kerennya giving. Alquran menyatakan bahwa yang memberi satu dibalas sepuluh bahkan tujuh ratus. Rasulullah juga tidak ketinggalan menguatkan pernyataan Allah dengan sabdanya, “Tidak akan berkurang harta karena disedekahkan bahkan bertambah, bertambah dan bertambah”. Sudah saya tidak mau banyak-banyak membahas teori tentang sedekah. Langsung praktekkan saja untuk lebih kongkretnya. Buktikan saja, lalu rasakan!
Terakhir, yang paling murah meriah adalah memberi senyum. Tapi jangan heran lo, walau murah meriah begini masih saja ada orang yang berat melakukannya. Ya, pelit senyum. Sebabnya, apalagi kalau bukan dongkol, dendam, dengki kepada orang lain. Itulah yang membuat senyum kepada orang lain jadi berat. Padahal senyum itu ibarat pintu-pintu kemudahan dan kesuksesan Anda dalam hidup di dunia ini. Dengan senyum yang tulus, menghilangkan curiga-curiga negatif dari orang lain. Orang pun memandang kita enak. Ada kata bijak bahwa orang itu tidak senang dengan hartamu, tapi indahnya wajah dan akhlakmu. 
Demi masa, sesungguhnya manusia dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman, beramalshaleh, saling menasehati dalam kesabaran dan takwa []
TTD: Ahmad Saiful Islam 
@tips_kemenangan
@MotivasiAyat

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...