Selasa, 30 Juli 2019

INDIGO BUKAN PARANORMAL


—Saiful Islam—

“Sejatinya, indigo, itu adalah label dari orang tua yang anaknya mengalami gangguan kejiwaan. Ya, gangguan jiwa…”

Suatu hari, saya bertemu dengan seseorang di sebuah sekolah. Di samping kiri saya, ada seorang gadis kelas 3 SD. Cantik. Tinggi besar. Lebat dan ikal rambutnya. Lebar matanya. Tirus wajahnya. Kuning langsat kulitnya. Tiba-tiba orang tadi, menginfokan kepada saya bahwa gadis ini inklusi. Informasi itu semakin saya gali. Ternyata dia dianggap inklusi karena dianggap bisa berkomunikasi dengan makhluk halus di alam gaib. Ya, sudah menjadi anggapan umum di sekolah itu bahwa gadis ini tidak normal seperti anak-anak biasanya.

Langsung saja saya ajak gadis yang beragama non muslim ini berkomunikasi. Awalnya pakai Bahasa Indonesia. Namun dari keterangan-keterangannya, agaknya anak ini ingin sekali berbicara dengan Bahasa Inggris. Logat-loganya agaknya sering berbahasa Inggris. Bahkan sesekali mengucapkan kosa kata dari Bahasa Inggris. Maka saya pun mengutarakan pertanyaan-pertanyaan ringan dengan Bahasa Inggris.

Cukup baik dia menjawab pertanyaan-pertanyaan ringan ini: “What is your complete name?”, “So, how can I call your nick name?”, “Where do you live?”, “Do you have brothers?”. “Do you have sisters?” “Younger brother or elder brother?”, “Younger sister or elder sister?” Dari keterangannya pula, saya mendapat info bahwa satu kakaknya yang bernama Karin (bukan nama sebenarnya) juga sekolah di situ. Kelas 6. Semua warga sekolah rata-rata menganggapnya juga sebagai gadis aneh. Sering ngomong sendiri. Ngobrol dengan makhluk halus.

Suatu hari, saya juga menemui kakaknya itu. Saya melakukan cara yang sama. Mengecek normal dan tidak otaknya dengan pertanyaan-pertanyaan. Ya, kalau dia bisa menjawab dengan logis pertanyaan-pertanyaan ringan yang saya ajukan, saya pastikan bahwa dia gadis yang normal. Apalagi dengan Bahasa Inggris. Yang mesti harus dengan grammar. Bahasa, itu hasil kerja otak kiri. Otak logis. Otak rasional. Otak sebab akibat. Otak konsekuensi. Otak tanggung jawab. Otak reward and punishment. Otak kontrol. Kalau bahasanya bagus, biasanya matematikanya juga bagus. Anak yang otak kirinya masih bagus, maka anak itu normal. Kesimpulannya, dua anak itu normal.

Jangankan di masyarakat umumnya. Di lingkungan sekolah saja, tidak menjamin para gurunya itu bebas dari tradisi klenik warisan animisme-dinamisme. Meskipun kedua anak tadi, itu beragama non muslim, tapi rata-rata yang mengjudge bahwa anak itu bisa melihat dan berkomunikasi dengan makhluk halus gaib adalah muslim. Maka saya pun mengajak diskusi langsung orang tadi.

Sudah umum, masyarakat menyebut indigo. Yaitu anggapan ada anak yang bisa melihat dan berkomunikasi dengan makhluk halus gaib. Termasuk kasus kesurupan masal yang viral kemarin. Yang mengatakan bahwa semua itu adalah santet oleh sesama artis yang iri, adalah anak yang dianggap indigo itu. Agama kedua anak yang saya ceritakan tadi itu adalah Hindu. Agaknya yakin ada orang yang bisa melihat makhluk halus gaib dan bahkan sampai berinteraksi. Saya tidak percaya! Argumentasinya, seri tulisan ini dari awal sampai akhir.

Indigo itu adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan anak yang diyakini memiliki kemampuan atau sifat yang spesial, tidak biasa, dan bahkan supranatural. Sekadar diyakini tanpa rujukan yang jelas. Ini adalah gagasan semu (abu-abu alias tidak jelas) berawal tahun 1970-an. Anak indigo dianggap sebagai tahab evolusi manusia selanjutnya. Bahkan dianggap sekali lagi dianggap, punya kemampuan paranormal (alias nggak normal). Dan masyarakat Indonesia, Jawa-Madura-Sunda, terutama, itu menggembor-gemborkan yang paranormal ini.

Catat ini: tidak ada satu bukti penelitian pun yang membuktikan keberadaan anak indigo atau sifat mereka. Tapi kita mudahnya latah ikut-ikut bilang bahwa seorang anak adalah indigo: anak yang bisa berinteraksi dengan makhluk halus gaib. Secara Qur’an maupun Sains memang tidak bisa orang berinteraksi dengan makhluk halus gaib itu. Ditengarai fenomena indigo, itu dibesar-besarkan oleh orang tua yang anaknya didiagnosis mengalami kesulitan belajar. Atau mereka ingin anaknya dianggap spesial.

Ternyata, banyak anak yang dilabeli indigo itu didiagnosis mengidap penyakit attention-deficit hyperactivity disorder. Atau ADHD. Ya, penyakit. Alias gangguan perkembangan dalam peningkatan aktivitas motorik anak sampai menyebabkan aktivitas anak yang tak lumrah dan cenderung berlebihan. Tanda-tandanya antara lain perasaan gelisah, tidak bisa diam, tidak bisa tenang, meletup-letup, aktivitas berlebihan, sampai suka membuat keributan.

Sejatinya, kata indigo, itu adalah label dari orang tua yang anaknya mengalami gangguan kejiwaan. Orang tua lebih memilih meyakini bahwa anak mereka itu spesial dan terpilih untuk misi yang penting daripada menerima kenyataan bahwa anak mereka mengidap penyakit kejiwaan. Banyak anak yang dilabeli indigo, itu telah dimasukkan ke sekolah rumah.

Kita latah melabeli seorang anak adalah indigo, itu akan membuat mereka latah juga. Tuman. “Aleman,” kata orang Oseng Banyuwangi. Alias ingin dipuji. Ini akan semakin membuat anak ‘kreatif’ berhalusinasi dan berdelusi. Tentu ini sangat bahaya. Berhalusinasi dan berdelusi itu adalah penyakit jiwa. Semakin akut, orang bisa ‘gila’ beneran. Bahkan semakin parah bisa mengalami kematian psikogenik, sebagaimana yang saya ceritakan kemarin.

Kita latah mengatakan bahwa seorang anak bisa berinteraksi dengan makhluk halus gaib, itu sama saja kita ikut menjerumuskan anak tersebut ke penyakit jiwa yang semakin dalam. Sungguh, ini harus dirubah. Tidak ada anak paranormal itu. Tidak ada anak yang bisa berinteraksi dengan gaib itu. Sebaliknya. Mari kita perlakukan anak-anak itu sebagaimana mestinya. Yang normal-normal saja. Apa adanya. Jangan malah ikut-ikutan melabel (apalagi di depannya langsung), bahwa anak itu indigo. Atau anak ajaib. Atau anak sakti. Atau anak bisa melihat Jin. Sekali lagi, latah melabel seperti itu, kita malah menjerumuskan anak ke dalam penyakitnya yang semakin dalam.

Perlakukanlah anak itu normal. Ajak dia berkomunikasi. Ajak dia berbahasa. Latih dia berhitung. Libatkan dalam permainan sebagaimana normalnya. Berilah tebak-tebakan. Ajak mereka berpikir. Aktifkan otak kirinya. Tugaskan mereka membuat kerajinan tangan atau keterampilan. Libatkan dalam aktivitas seni. Dan lain seterusnya sebagaimana anak normal lainnya.

Kalau dia muslim-muslimah, akrabkan dengan Qur’an. Dengan Sains. Dengan ilmu pengetahuan. Dengan literacy. Dan sebaliknya. Kalau ingin sembuh. Kalau ingin selamat. Jauhkan mereka dengan klenik, warisan keyakinan masyarakat primitif nenek moyang animisme-dinamisme!

QS. Al-Isra’[17]: 36
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
Dan JANGANLAH KAMU MENGIKUTI apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu AKAN DIMINTA PERTANGGUNGAN JAWABNYA.

Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung, insya Allah…

Walloohu a’lam bishshowaab. Salam





Minggu, 28 Juli 2019

MATI SEBAB GANGGUAN JIWA


—Saiful Islam—

“Semakin akut, orang yang sering kesurupan, itu bisa cepat mati…”

Ternyata, kematian itu tidak hanya disebabkan oleh kerusakan organ fisik. Orang bisa mendadak mati, itu bisa juga karena kerusakan mental. Atau sakit jiwanya. Ya, orang bisa mati karena gangguan jiwa akut. Istilahnya kematian psikogenik. Sudah saya ceritakan sebelumnya, percaya pada sesuatu yang sebenarnya tidak ada (delusi), itu penyakit jiwa. Kesurupan, baik sendiri maupun masal, itu juga termasuk penyakit jiwa. Ini harus disembuhkan. Perlahan-lahan. Berangsur-angsur. Mulai dari sekarang!

Gambaran mudahnya, kematian psikogenik ini adalah ketika seseorang benar-benar menyerah. Menyerah total menghadapi tantangan hidup. Putus asa. Setelah dihajar stres akibat tekanan sosial, ekonomi, politik, dan seterusnya yang menjadi beban jiwa, orang tersebut akhirnya menyerah total. Atau setelah mengalami trauma yang sangat dalam. Bingung. Tersesat. Gelap. Berkali-kali kesurupan. Tidak menemukan solusi. Baik hasilnya sendiri. Maupun bantuan sesamanya. Menyerah total. Dan mati.

Umumnya di masyarakat kalau ada orang mati mendadak, dikomentari, “Ooo… paling serangan jantung.” Tambah parah masyarakat primitif klenik warisan keyakinan animisme-dinamisme berkomentar, “Disantet orang.” Padahal mati mendadak itu bisa juga disebabkan oleh kematian psikogenik ini.  Yaitu kematian tanpa adanya patologi atau kondisi medis fisiknya. Karena penyebab utamanya memang adalah pengaruh jiwa dan energi pada fungsi tubuh yang dibutuhkan untuk hidup.

Pengidap kematian psikogenik ini, akan mati beberapa hari setelah menunjukkan tanda-tanda keterjangkitannya. Sebelum akhirnya mati, orang itu biasanya menarik diri secara sosial. Ya, tidak mau bersosial, bisa jadi itu adalah penyakit. Termasuk takut dengan keramaian, juga penyakit. Kalau bertemu dengan orang, ia melengos. Tidak mau menyapa. Dan apalagi tersenyum. Tidak mau melibatkan diri pada kegiatan-kegiatan sosial yang konstruktif.

Tahap kedua, dia kemudian apatis. Prinsipnya, “I don’t care.” Cuek. Sudah tidak peduli pada apa-apa lagi. Sudah tidak ada perjuangan hidup. Sudah tidak mau lagi mengusahakan yang baik-baik untuk dirinya. Apalagi untuk orang lain. Orang kalau sudah apatis begini, akan tampak kusut, kotor, instingnya hilang. Kecerdasan emosionalnya nol.

Berikutnya, orang ini kehilangan tekad. Ia tidak lagi bisa bersikap tegas. Menarik diri semakin dalam. Jarang makan. Tidak peduli lagi kebersihan dirinya. Cuci tangan, kaki, atua muka saja, orang ini sudah jarang. Apalagi mandi. Sudah hampir tidak pernah. Ia sudah kehilangan kemampuan menyelesaikan masalahnya sendiri. Bahkan urusan yang kecil-kecil. Termasuk, jarang berbicara. Pendiam. Abulia, begitu istilahnya.

Setelah itu, motivasinya semakin menghilang. Sudah tidak sensitif lagi pada rasa sakit. Saat dipukul pun, ia tidak bergeming. Mati rasa. Sering mengompol. Bahkan bisa merasa biasa tidur bergumul dengan kotorannya sendiri. Meskipun, sebenarnya mereka sadar. Itulah alasan mengapa kita melihat orang yang ‘ayem’ di bawah terik matahari. Itu bukan karena kulitnya yang tebal dan kebal panas. Tapi memang sedang sakit mentalnya. Rusak jiwanya. Baik tua maupun muda, pengidapnya.

Barulah terakhir, mereka akan mengalami kematian psikogenik ini. Sudah tidak ada lagi motivasi. Tidak ada lagi respon. Tidak ada lagi detak jantung. Putus asa total. Menyerah seratus persen. Benar-benar mati. Maka dari itu, dukungan moral itu sangat penting bagi mereka. Jika ia masih punya sepercik semangat untuk hidup, dia akan bisa sembuh. Ya, sembuh. Tiga buku saya sudah diterbitkan tentang dukungan moral ini: Berpikir Bersikap dan Beraksi ala Pemenang; Pemenang di Atas Pemenang, dan Ayat-Ayat Kemenangan. Ya, motivasi itu sangat penting sebagai modal menghadapi kehidupan ini.

Orang yang sering kesurupan karena beban jiwa, memang bisa sedikit merasa lega dengan kesurupannya itu. Atau puas setelah kesurupan itu. Meski begitu, tidak boleh dibiarkan. Harus segera diperhatikan. Diberi dukungan moral. Diberi motivasi. Diajak dialog, berkomunikasi, dan nasehat-nasehat yang baik. Sampai dibantu mengatasi masalah-masalanya. Bisa karena asmara, ekonomi, sosial, dan lain seterusnya. Orang yang caper dengan kesurupan itu, memang harus diberi perhatian. Dibantu solusi dari masalah-masalahnya.

Termasuk kematian psikogenik ini, adalah keyakinan bahwa orang bisa mati karena disihir magis. Nah, kan. Baca sekali lagi. Anda tidak salah baca. Saya juga tidak salah nulis. Bahwa orang benar-benar bisa mati hanya karena dugaannya sendiri bahwa orang bisa mati karena disihir magis atau disantet. Ya, mati hanya karena dugaan. Atau karena keyakinan yang salah. Apalagi dia telah mengalami trauma akut. Dicampur keyakinan yang salah itu. Kemudian hilang gairah hidup. Putus asa total. Dan lantas mati.

Ingat tulisan sebelumnya. Merujuk Al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an dan Lisan Al-‘Arab, iblis itu diambil dari kata balasa. Al-iblaas yang berarti kesedihan yang membuahkan kesengsaraan yang amat sangat. Atau berarti putus asa. Seperti dalam QS.30:12 dan 49; 6:44. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata ablasa salah satunya dengan bersedih hati, bingung, dan putus harapan. Atau putus asa. Jadi iblis atau setan ini energi destruktif yang menyerang jiwa kita. Ya jiwa! Maka penyebab orang mati psikogenik, ini tak lain dan tak bukan adalah energi destruktif iblis itu.

Untuk selalu bersama dengan energi positif yang konstruktif, yang membuat kita selamat, sukses, dan bahagia dunia akhirat, tidak bisa tidak, kita harus mengakrabi Qur’an dan Sains. Membersamai ilmu pengetahuan. Menjadikan literasi sebagai basis keluarga kita. Membuahkan pemahaman dan keyakinan yang benar. Kita mendapat cahaya. Kita mendapat hidayah. Kita punya obor kehidupan.

Kawan. Allah telah menghidupkan kita. Mau tidak mau, kita harus melanjutkan hidup. Kita dihadirkan di sini, memang untuk hidup. Bukan untuk mati. Kapal sudah dibakar. Tak mungkin kita menyerah mundur berlayar ke belakang. Satu-satunya pilihan adalah hidup. Menantang dan menghadapi masalah di depan. Tidak hanya kita. Setiap orang punya problematika hidupnya masing-masing. Dengan keikhlasan. Dengan kesabaran. Dengan kegigihan. Kerja keras. Yakin yakin yakin. Setelah kesulitan itu, Allah menyediakan banyak kemudahan. Bahkan kemudahan itu sudah beserta kesulitan.

QS. Al-Thalaq[65]: 7
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ ۖ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا ۚ سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. ALLAH KELAK AKAN MEMBERIKAN KELAPANGAN SESUDAH KESEMPITAN.

QS. Al-Insyirah[94]: 6
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
Sesungguhnya BERSAMA KESULITAN ITU ADA KEMUDAHAN.

Baik buruk itu memang ujian hidup (QS.21:35). Masalah hidup, itu sudah biasa. Bahkan itulah tandanya kita hidup. Hanya orang mati yang tidak punya masalah hidup. Masalah dengan diri sendiri. Masalah dengan orang lain. Dengan pasangan hidup. Dengan suami. Dengan istri. Dengan anak-anak. Dengan teman dan tetangga. Dengan atasan. Dengan bawahan. Dengan pemerintah. Dengan rakyat. Dengan guru. Dengan murid. Dengan customer. Dan lain seterusnya. Justru Allah mendidik dan melatih kita dengan masalah-masalah itu. Untuk kita hadapi. Supaya semakin kuat. Ya, semakin kuat.

Jadi, jangan pernah berputus asa dari rahmat Allah. Selalu ada jalan. Selalu ada solusi. Yakin yakin yakin!

QS. Ali Imran[3]: 139
وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
JANGANLAH kamu bersikap LEMAH. Dan JANGANLAH (pula) kamu BERSEDIH hati. Padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.

QS. Ali Imran[3]: 200
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman. BERSABARLAH. Dan KUATKANLAH KESABARANMU. Dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.

QS. Yusus[12]: 87
يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلَا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ ۖ إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ
“Hai anak-anakku, Pergilah kamu, Maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya TIADA BERPUTUS ASA DARI RAHMAT ALLAH, MELAINKAN KAUM YANG KAFIR.”

Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung, insya Allah…

Walloohu a’lam bishshowaab. Salam


Sabtu, 27 Juli 2019

KESURUPAN MASAL SETINGAN


—Saiful Islam—

“Kesurupan masal itu dibuat. Disengaja. Supaya viral. Supaya marketing dengan lowest cost…”

Kemarin, seorang kawan menginfokan kepada saya sebuah berita terkait kesurupan masal dan santet. Saya telusuri situsnya. Dikabarkan bahwa bisnis kuliner yang sedang booming milik seorang artis. Tiba-tiba para karyawannya kesurupan masal. Kemudian, dipanggil lah seorang ‘indigo’ untuk melihatnya. Katanya, itu adalah santet yang dikirim sesama artis yang iri. Lantas, kawan ini meminta saya untuk menanggapinya.

Sebenarnya sudah langsung saya tanggapi singkat: “Agaknya, itu adalah strategi marketing!” Berikut ini lebih jauh tanggapan saya.

Kalau kalian membaca lagi tulisan-tulisan saya sebelumnya, pasti kalian sudah paham. Ringkasnya begini: kesurupan itu cari perhatian. Santet itu tidak ada. Orang yang mengaku bisa melihat Jin, menyihir magis, menyantet, guna-guna, dan sebagainya, itu tidak lain dan tidak bukan adalah kadzdzab. Alias hoax. Alias dusta. Alias nggedabrus. Lecek. Aclak. Super lie. Bisa di-OK-kan kalau konteksnya hiburan belaka.

Dr Richard Gallagher, seorang profesor psikiatri, meyakini bahwa kesurupan itu sebenarnya adalah buatan manusia. Tidak sembarangan ngomong. Di samping pakar teoritis, prof ini sudah berpengalaman merawat pasien kesurupan selama puluhan tahun. Ya, puluhan tahun.

Guardian tahun 2005 mengutip pernyataan Blackmore bahwa kesurupan itu diperkirakan muncul karena anggapan masyarakat dengan sisi keagamaan yang kuat, terlalu membesar-besarkan atau mengaitkannya dengan keberadaan makhluk halus. Penelitian Ferracuti tahun 1996 mengungkap bahwa mereka yang punya kepercayaan kuat terhadap nilai-nilai religius, lebih mudah mengalami kesurupan. Dan itu, disengaja!

Peneliti di AS menemukan bahwa fungsi dari bunyi-bunyian seperti musik atau tabuhan drum yang mengiringi kesenian kudang lumping (jaranan) atau reog, itu ternyata berperan penting dalam membuat para medium (pemainnya) tetap terjaga dan sadar, meskipun digunakan juga untuk menginduksi kesurupan. Kesadaran mereka berubah. Istilahnya altered state of consciousness/ASC. Jadi, tidak benar-benar hilang kendali total atas tubuh dan pikiran.

Dalam Psikologi, kesurupan itu suatu bentuk mekanisme pembelaan ego. Ini sebagai cara lari dari masalah. Serta mengurangi stres (tekanan mental, tekanan sosial, dan lain-lain) sementara waktu. Begitu kata spesialis kedokteran jiwa, dr. Silas Henry Ismanto dari RSUP Dr Sardjito.

Karena memang kalau diringkas, sebab kesurupan itu adalah tekanan hidup atau stres (sosial, mental, ekonomi, politik, asmara, dan lain-lain) yang bercampur dengan keyakinan yang salah, plus alay. Latah. Atau caper. Alias cari perhatian.

Nah, saya ‘mencium’, kasus di atas itu berbau caper ini. Alias strategi marketing murah-meriah. Ingat, marketing itu ujung tombak bisnis. Dan dalam bisnis itu anggaran marketing besar sekali. Seingat saya, lebih dari 50 persen! Supaya viral. Bisnisnya semakin booming. Lantas semakin laris. Apalagi dunia artis. Alah alaaaah…

Terkait kesurupan masal. British Journal of Psychiatry pernah menulis bahwa memang kesurupan itu bisa menular. Meskipun awalnya dipicu oleh satu orang. Ini tergolong penyakit. Ya, penyakit. Namanya psikogenik masal. Sebab bisa menyebar sesuai kredibilitas dan kerentanan suatu komunitas tertentu. Semisal lingkungan homogen. Yakni bernasib sama atau memiliki penderitaan sama. Atau memiliki tujuan yang sama.

Gangguan psikogenik, menurut Psikologi, adalah variasi cara berbahasa yang normal, yang merupakan ungkapan dari gangguan mental. Jadi awalnya gangguan psikogenik ini melihat bahasa alay atau bahasa latah supaya mendapat perhatian. Ya, caper sebagai akibat dari gangguan mental. Alias penyakit. Di samping karena sugesti, gangguan psikogenik inilah yang menyebabkan kesurupan masal itu.

Ringkasnya, begini penyebab gangguan psikogenik itu. Pertama, ingin mencari perhatian orang lain. Ya, kesurupan masal itu memang caper. Cari perhatian orang lain. Ya, sekali lagi supaya viral. Supaya marketing dengan lowest cost. Kedua, akibat adanya interaksi sosial yang saling pengaruh-mempengaruhi (sugesti). Ketiga, adalah trend. Jawa, Madura, Sunda, atau mayoritas Indonesia lah, ‘istilah kesurupan makhluk halus’ itu memang trend (makanya saya koreksi, hehe). Keempat, bangga. Karena dianggap keren bisa punya perewangan, khodam, asisten jin, menyihir magis, dan seterusnya.

Orang-orang muda yang berada di lingkungan penuh tekanan seperti sekolah atau asrama, dan juga pekerja pabrik, rentan mengalami kesurupan masal. Kesurupan masal ini cenderung menimpa orang yang labil dan mudah tersugesti atau terpengaruhi. Yaitu orang yang tidak punya prinsip atau pegangan hidup yang benar. Serta mereka yang percaya pada hal gaib secara berlebihan. Yakni percaya gaib ngawur. Atau gaib ala animisme—dinamisme.

Kesurupan masal, menurut peneliti dan pakar, itu mirip dengan proses dilakukannya sugesti dan hipnotis secara besar-besaran. Hanya dengan melihat seseorang mengalami kesurupan, orang bisa secara otomatis akan ikut menjadi kesurupan. Terutama saat kondisi psikologis dan psikisnya lemah.

Orang yang ikut-ikutan kesurupan, itu gampangnya begini. Dirinya sendiri lemah. Baik prinsip hidup, ilmu, akalnya, hatinya, maupun lemah secara ekonomi, sosial, dan seterusnya. Terutama keyakinan soal Jin, setan, iblis, makhluk halus, yang salah, dan seterusnya.

Kemudian, dia melihat langsung temannya yang senasib sedang kesurupan di depannya. Dia akhirnya terpengaruh (tersugesti). Sehingga mau kesurupan juga. Dia juga tahu, tindakannya itu dibenarkan oleh mayoritas tradisi dan budaya Indonesia yang klenik. Apalagi dia tendensius: punya maksud, tujuan dan kepentingan tertentu! Maka, memang sangat bisa jadi kesurupan masal kasus di atas itu setting-an! Diseting!! Tidak ada kaitannya sama sekali dengan makhluk halus, santet, dan tetek bengek itu!!!

Kesimpulannya, kesurupan masal itu adalah gangguan jiwa masal. Ya, gila masal. Kita harus peduli untuk menyembuhkannya bersama-sama. Ya, bersama-sama. Dengan Qur’an dan Sains. Dengan literasi! Iqra’!!

QS. Al-‘Alaq[96]: 1 – 5

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari ‘alaq. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran baca tulis. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung, insya Allah…

Walloohu a’lam bishshowaab. Salam



Jumat, 26 Juli 2019

SETAN ENERGI NEGATIF


—Saiful Islam—

“Energi, itu memang ‘barang halus’. Tapi bukan antah-berantah…”

Seorang kawan menulis, “Menurut  QS(7): 27, Apakah setan itu merupakan dorongan yg mengajak menjauh dari Alloh, atau berupa obyek yg punya keinginan, bisa melihat dari suatu tempat?” Terimakasih untuk pertanyaannya.

Saya cenderung melihat setan itu energi negatif. Atau energi yang bermuatan informasi negatif. Atau energi destruktif. Ia adalah gelombang. Karenanya, ia bisa masuk atau merambat kemana saja. Termasuk pada pikiran manusia. Pikiran jahat, inspirasi jahat, motivasi jahat, semua ini adalah buah dari bisikan setan. Secara kasat mata, energi memang tidak bisa dilihat. Namun bisa dirasakan. Dan sangat bisa dipahami efek-efek rilnya. Seperti energi listrik. Tak terlihat memang. Tapi kalau kita ‘kesetrum’ kita langsung bisa merasakannya. Kalau lampu menyala, kita langsung paham lantas mengatakan, “ada energi listriknya.”

QS. Al-Nur[24]: 21
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ وَمَنْ يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۚ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَىٰ مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah- langkah setan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya setan itu MENYURUH MENGERJAKAN PERBUATAN YANG KEJI DAN YANG MUNGKAR. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

QS. Al-Mukminun[23]: 97
وَقُلْ رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ
Dan katakanlah: "Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari BISIKAN-BISIKAN SETAN.”

Ketika orang sudah kesetanan, maka orang itu pun bisa disebut setan. Barulah di sini, setan itu bisa untuk menyebut sosok. Yakni sosok orang yang kesetanan. Bukan sosok makhluk halus antah-barantah.

Secara bahasa, definisi setan sudah saya ceritakan di tulisan ke-11 sebelumnya: Setan Pun Bukan Sosok. Untuk lebih lengkapnya, silakan dibaca lagi. Di sini akan saya kutipkan lagi sebagian saja. Begini.

Arti asalnya, setan itu adalah yang berjauhan. Atau yang jauh. Jauh dari apa? Jauh dari kebenaran. Jauh dari rahmat Allah. Jauh dari surga. Jauh dari kekuatan. Jauh dari kecerdasan dan kepintaran. Jauh dari kekayaan (seperti penyair Arab berkata, “Tidak ada malam-malamnya orang fakir itu kecuali setan”). Jauh dari semangat belajar dan bekerja. Intinya jauh dari kebaikan-kebaikan, seperti malas; lupa; boros, iri; sombong; dengki; zalim; curang; khawatir, takut, sedih, menunda-nunda, bakhil, egoistis (tidak mau menolong sesama), lemah, dan ragu-ragu untuk kebaikan, dan lain seterusnya.

Setan itu kata sifat. Tidak ada satu ayat pun yang menyebut bahwa setan itu sosok. Qur’an tidak pernah menyebut material setan. Setan memang adalah sifat yang masuk dalam sosok. Yang mengatakan setan itu makhluk terbuat dari api dengan dasar QS.55:15, itu lemah. Yang terbuat dari api itu jin. Bukan setan. Setan adalah sifat merusak yang sudah diaktualisasikan baik oleh manusia al-ins, manusia al-jinn, hewan, dan seterusnya.

Maka yang dimaksud setan-setan al-ins dan al-jinn, itu seperti ini. Al-ins dan al-jinn itu sebenarnya adalah manusia. Orang. Hanya orang yang bersifat (memiliki kualitas-kualitas tertentu) sebagai manusia al-ins dan manusia al-jinn. Sudah inheren dalam keduanya energi. Yakni energi potensial. Dan ketika manusia al-ins dan al-jinn ini berbuat kerusakan, durhaka kepada Allah maupun kedua orang tuanya, itulah manusia al-ins dan al-jinn yang sudah kesetanan. Disebutlah setan-setan al-ins dan al-jinn.

Dengan kata lain, setan-setan al-ins dan al-jinn itu tak lain dan tak bukan adalah energi potensial yang sudah diaktualisasikan dalam bentuk merusak. Zalim. Permusuhan atau memutus silaturahim. Dan sebagainya. Ketika energi potensial itu digunakan untuk perbuatan buruk, merusak, yang jauh dari kebenaran, baik ucapan maupun perbuatan, maka itulah orang yang sedang kesetanan.

QS. Al-Zukhruf[43]: 36
وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَٰنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ
Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan yang Maha Pemurah (Al Quran), Kami adakan baginya setan (yang menyesatkan). Maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.

QS. Yasin[36]: 60
أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَنْ لَا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ ۖ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Bukankah aku telah memerintahkan kepadamu Hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah setan? Sesungguhnya setan itu adalah MUSUH YANG NYATA bagi kamu.

QS. Fathir[35]: 6
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا ۚ إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ
Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu. Maka anggaplah ia musuh(mu), karena Sesungguhnya setan-setan itu hanya MENGAJAK GOLONGANNYA supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.

QS. Al-Ankabut[29]: 38
وَعَادًا وَثَمُودَ وَقَدْ تَبَيَّنَ لَكُمْ مِنْ مَسَاكِنِهِمْ ۖ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ فَصَدَّهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَكَانُوا مُسْتَبْصِرِينَ
Dan (juga) kaum 'Aad dan Tsamud. Dan sungguh telah nyata bagi kamu (kehancuran mereka) dari (puing-puing) tempat tinggal mereka. DAN SETAN MENJADIKAN MEREKA MEMANDANG BAIK PERBUATAN-PERBUATAN MEREKA, lalu ia menghalangi mereka dari jalan (Allah), sedangkan mereka adalah orang-orang berpandangan tajam,

QS. Al-Syu’ara[26]: 221 – 222
هَلْ أُنَبِّئُكُمْ عَلَىٰ مَنْ تَنَزَّلُ الشَّيَاطِينُ
221. Apakah akan aku beritakan kepadamu, kepada siapa setan- setan itu turun?

تَنَزَّلُ عَلَىٰ كُلِّ أَفَّاكٍ أَثِيمٍ
222. Mereka turun kepada tiap-tiap PENDUSTA LAGI YANG BANYAK DOSA.

QS. Al-Hajj[22]: 52
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ وَلَا نَبِيٍّ إِلَّا إِذَا تَمَنَّىٰ أَلْقَى الشَّيْطَانُ فِي أُمْنِيَّتِهِ فَيَنْسَخُ اللَّهُ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ ثُمَّ يُحْكِمُ اللَّهُ آيَاتِهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang Rasul pun dan tidak (pula) seorang Nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, setan pun MEMASUKKAN GODAAN-GODAAN terhadap keinginan itu. Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh setan itu. Dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung, insya Allah…

Walloohu a’lam bishshowaab. Salam










Kamis, 25 Juli 2019

MENDISKUALIFIKASI HADIS SIHIR


—Saiful Islam—

“Kesahihan sanad, tidak menjamin kesahihan Hadis…”

Kawan saya, Pendekar Hadis, mengomentari tulisan saya kemarin: Menguji Matan Hadis Sihir. Pertama, dengan tulus saya ucapkan terimakasih dulu sudah mau menjadi sparring partner dengan saya. Begini komentarnya:

PERTAMA. Mengatakan sihir tidaklah masuk akal, adalah kesimpulan yang tergesa-gesa dan subyektif. Mendekati kebenaran sihir, tidak bisa hanya mengandalkan paradigma positivis saja, perlu paradigma lain yang lebih komprehensif, karena faktanya dunia ini terbangun dalam dua bentuk, pertama (syahadah) fisik, kedua, (ghaib) metafisik. Jadi, ketidakpercayaan atas wujud syihir, tidak lantas serta merta menganggap janggal (menolak) atas matan Hadis yang memiliki fondasi sanad yang shahih (bahkan muttafaq alaih). Pada kenyataannya, kalau kaidah tertolaknya Hadis yang matannya tidak masuk akal ini diterapkan secara tergesa-gesa, akibatnya banyak sekali Hadis-hadis yang tertolak gara-gara kaidah ini. Contoh matan Hadis; (Muslim makan dengan 1 usus, dan Kafir makan dengan 7 usus) sekilas teks Hadis ini tidak masuk akal. Masak panjang pendek usus ditentukan oleh keimanan? lalu apakah matan tertolak? tentu tidak, perlu kajian Balaghah dalam menafsirkan matan Hadis ini, yang intinya sesungguhnya panjang pendeknya usus adalah simbol keserakahan.

KEDUA. Kasus terkenanya sihir Nabi, bukan berarti bertentangan dengan Al-Qur'an. Hal ini justru malah memperkuat al-Qur'an. Bahwa sebagaimana manusia biasa, Nabi adalah manusia biasa, Nabi sakit,kena panah saat perang, diludahi kaum kafir, dipukul, dianiaya, bahkan disihir sekalipun. Inti dari Hadis sihir ini, prinsip utamanya bukan pada fakta bahwa sihir itu benar dan ada, akan tetapi lebih pada "Petunjuk" bagaimana teladan Nabi ketika mendapatkan musibah. Seperti dicontohkan dalam Hadis tersebut, bahwa ketika Nabi mendapatkan sakit, maka yang dilakukan Nabi adalah terus menerus memanjatkan doa, dan dengan doa itulah maka diberikan kesembuhan dengan perantara malaikat Jibril yang turun langsung menyelesaikan sihir Nabi. Ada juga wasiat keungulan surat muawidzatain yang bermanfaat untuk penyembuhan kasus-kasus sihir, serta untuk meningkatkan keimanan bahwa sesungguhnya gangguan jin sihirpun pasti akan musnah dengan kekuatan Allah

================
Berikut tanggapan saya:

Pertama. Soal paradigma positivis saja. Positivis atau positivisme dalam Filsafat, adalah ilmu alam (Sains) dianggap sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik (gaib). Tentu, ini salah. Disamping menggunakan Sains, saya juga tidak menolak metafisik. Saya pro metafisik. Tapi metafisik menurut Qur’an dan Hadis yang sahih. Kalau metafisik dari keyakinan animisme—dinamisme, saya memang menolak! Ya, m-e-n-o-l-a-k, menolak!!!

Justru yang coba saya telusuri ini adalah paradigma komprehensif. Bukan hanya ranah positif saja. Sebagian besar kita ini memang berurusan dengan dunia fisik. Mengungkap kebenaran fisik. Qur’an mengajarkan, “Tunjukkan bukti kebenaranmu,” (misalnya QS.2:111; 21:24; 27:64; 28:75). “Jika ada informasi datang kepadamu, ceklah. Telitilah. Fatabayyanu,” (QS.49:6). Ulama Ushul juga telah memberi rumus malah, “Kami menghukumi yang tampak-tampak saja. Nahnu nahkum bi al-zhowaahir.”

Tapi juga metafisiknya. Namun jangan lupa rumus ini: urusan metafisik (gaib) kita HANYA TAHU SEBATAS informasi dari Qur’an. Jangankan kita. Nabi saja, itu tahu hal gaib SEBATAS informasi dari Allah. Yakni dari Qur’an. Tidak mengarang, tidak menghayal. Jadi, urusan gaib pun, kita mesti mempunyai rujukan. Bukan antah-berantah.

QS. Al-A’raf[7]: 188
قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ ۚ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ ۚ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang gaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya. Dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain HANYALAH pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.”

Dari Aisyah ra. riwayat Bukhari dan Muslim menegaskan, “Barangsiapa yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW mengetahui apa yang akan terjadi esok hari, maka sungguh dia telah dusta yang besar kepada Allah.” Kemudian beliau mengutip ayat di bawah ini.

QS. Al-Naml[27]: 65
قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ ۚ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ
Katakanlah: "TIDAK ADA SEORANG PUN di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah.” Dan mereka tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitkan.

Kita beda dengan Nabi. Kalau kita (Jawa, Madura, Sunda, atau rata-rata Indonesia lah), itu memahami sihir magis ini berdasar HAYALAN BELAKA. Referensinya film horor melalui TV sejak kecil. Kita ini memang suvi (suka nonton tivi, hehe). Referensi kita adalah fiksi. Keyakinan turunan nenek moyang animisme—dinamisme. Kita masih mewarisi pemikiran primitif. Terutama soal sihir magis ini.

Sihir magis, atau santet, ini urusan fisik atau metafisik? Jelas, metafisik. Urusan gaib. Maka referensi pertama dan paling utama mestinya Qur’an dulu. Qur’an first. Jelas telah disebutkan, hanya Allah yang tahu soal gaib. Para rasul pun itu mendapat info hanya dari Allah. Nah. Kalau Labid itu diceritakan bisa menyihir magis Nabi, maka sudah jelas sekali, ini bertentangan dengan ayat di atas.

Juga bertentangan dengan ayat di bawah ini. Jangankan menyuruh Jin atau setan, atau iblis untuk menyihir Nabi. Melihat saja loh, Labid itu tidak bisa.

QS. Al-A’raf[7]: 27
يَا بَنِي آدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْآتِهِمَا ۗ إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْ ۗ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ لِلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ
Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga. Ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya. SESUNGGUHNYA IA DAN PENGIKUT-PENGIKUTNYA MELIHAT KAMU DAN SUATU TEMPAT YANG KAMU TIDAK BISA MELIHAT MEREKA. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman.

Dari awal seri tulisan ini (dengan ini sudah tulisan ke-51, mudah-mudahan dia membaca semua), saya sudah mencoba menelusuri informasi sihir ini dari banyak sisi. Kalau perlu sudut-sudut kecil pun berusaha saya pikirkan. Terutama ayat-ayat Qur’an. Sebab HANYA di sinilah sumber-sumber informasi kegaiban itu. Semua informasi tentang kegaiban, HARUS dikroscek dengan Qur’an. Begitu juga dari sisi bahasa, sampai teori-teori Sains, dan lain-lain. Jadi, insya Allah sudah komprehensif. Banget malah. Hehe.

Kedua adalah soal muttafaq ‘alaih bahkan. Alias diriwayatkan Bukhari dan Muslim. Ingat! Muttafaq ‘alaih, itu tidak menjamin kesahihan Hadis. Muttafaq ‘alaih itu, baru tinjaun sanad. Sudah saya ceritakan di tulisan sebelumnya. Secara sanad, Hadis ini memang sahih. Tapi jangan lupa, selain sanad, Hadis itu juga perlu diuji secara matan-nya. Kaidah-kaidahnya, atau rumus-rumusnya, sudah diberikan mayoritas (jumhur) ulama. Juga sudah saya ceritakan. Kesahihan sanad, belum menjamin kesahihan Hadis!

Bukan hanya muttafaq ‘alaih. Hadis Ahad. Bahkan Hadis Mutawatir sekalipun, itu harus diuji matannya. Dan sudah saya buktikan, dari diskusi sebelumnya, bahwa ternyata Hadis Mutawatir sekalipun itu ada yang bermasalah matannya. Terutama ketika dikroscek dengan Qur’an. Sekali lagi, hati-hatilah menyampaikan Hadis! Sekali lagi, Qur’an first!! OK Bro? OK lah. Hehehe!!!

Itulah alasan kenapa saya mendiskualifikasi matan Hadis sihir ini. Ya, Hadis sihir ini menurut saya, terindikasi rekayasa musuh Nabi. Bisa kafir Quraisy, Nasrani, dan terutama Yahudi. Tujuannya memperburuk citra Nabi kita tercinta, Muhammad SAW. Memperburuk citra Islam. Seakan-akan mereka bilang, “Itu loh Nabi kalian kena santet oleh orang kami. Nabi kok kena disihir. Nabi apa itu?! Nabi kok makan. Nabi macam apa itu?! Nabi kok jalan-jalan di pasar. Nabi cap apa itu?!” Ya, Hadis ini mengindikasikan mau memperolok-olok baginda Rasul SAW. Persis digambarkan ayat di bawah ini.

QS. Al-Isra’[17]: 47
نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَسْتَمِعُونَ بِهِ إِذْ يَسْتَمِعُونَ إِلَيْكَ وَإِذْ هُمْ نَجْوَىٰ إِذْ يَقُولُ الظَّالِمُونَ إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلَّا رَجُلًا مَسْحُورًا
Kami lebih mengetahui dalam Keadaan bagaimana mereka mendengarkan sewaktu mereka mendengarkan kamu, dan sewaktu mereka berbisik-bisik (yaitu) ketika orang-orang zalim itu berkata: "KAMU TIDAK LAIN HANYALAH MENGIKUTI SEORANG LAKI-LAKI YANG KENA SIHIR.”

QS. Al-Furqan[25]: 7 - 8
وَقَالُوا مَالِ هَٰذَا الرَّسُولِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِي فِي الْأَسْوَاقِ ۙ لَوْلَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَلَكٌ فَيَكُونَ مَعَهُ نَذِيرًا
7. Dan mereka berkata: "Mengapa Rasul itu memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang Malaikat agar Malaikat itu memberikan peringatan bersama- sama dengan dia?”

أَوْ يُلْقَىٰ إِلَيْهِ كَنْزٌ أَوْ تَكُونُ لَهُ جَنَّةٌ يَأْكُلُ مِنْهَا ۚ وَقَالَ الظَّالِمُونَ إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلَّا رَجُلًا مَسْحُورًا
8. “Atau (mengapa tidak) diturunkan kepadanya perbendaharaan, atau (mengapa tidak) ada kebun baginya, yang dia dapat makan dari (hasil)nya?" Dan orang-orang yang zalim itu berkata: "KAMU SEKALIAN TIDAK LAIN HANYALAH MENGIKUTI SEORANG LELAKI YANG KENA SIHIR".

Setelah meninjau dari banyak sudut pandang itu, mantap sekali: saya menolaknya!

Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung, insya Allah…

Walloohu a’lam bishshowaab. Salam

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...