—Saiful Islam—
“Semakin akut, orang yang sering
kesurupan, itu bisa cepat mati…”
Ternyata, kematian itu tidak hanya
disebabkan oleh kerusakan organ fisik. Orang bisa mendadak mati, itu bisa juga
karena kerusakan mental. Atau sakit jiwanya. Ya, orang bisa mati karena
gangguan jiwa akut. Istilahnya kematian psikogenik. Sudah saya ceritakan
sebelumnya, percaya pada sesuatu yang sebenarnya tidak ada (delusi), itu
penyakit jiwa. Kesurupan, baik sendiri maupun masal, itu juga termasuk penyakit
jiwa. Ini harus disembuhkan. Perlahan-lahan. Berangsur-angsur. Mulai dari
sekarang!
Gambaran mudahnya, kematian
psikogenik ini adalah ketika seseorang benar-benar menyerah. Menyerah total
menghadapi tantangan hidup. Putus asa. Setelah dihajar stres akibat tekanan
sosial, ekonomi, politik, dan seterusnya yang menjadi beban jiwa, orang
tersebut akhirnya menyerah total. Atau setelah mengalami trauma yang sangat
dalam. Bingung. Tersesat. Gelap. Berkali-kali kesurupan. Tidak menemukan
solusi. Baik hasilnya sendiri. Maupun bantuan sesamanya. Menyerah total. Dan mati.
Umumnya di masyarakat kalau ada
orang mati mendadak, dikomentari, “Ooo… paling serangan jantung.” Tambah parah
masyarakat primitif klenik warisan keyakinan animisme-dinamisme berkomentar, “Disantet
orang.” Padahal mati mendadak itu bisa juga disebabkan oleh kematian psikogenik
ini. Yaitu kematian tanpa adanya
patologi atau kondisi medis fisiknya. Karena penyebab utamanya memang adalah
pengaruh jiwa dan energi pada fungsi tubuh yang dibutuhkan untuk hidup.
Pengidap kematian psikogenik ini,
akan mati beberapa hari setelah menunjukkan tanda-tanda keterjangkitannya.
Sebelum akhirnya mati, orang itu biasanya menarik diri secara sosial. Ya, tidak
mau bersosial, bisa jadi itu adalah penyakit. Termasuk takut dengan keramaian,
juga penyakit. Kalau bertemu dengan orang, ia melengos. Tidak mau menyapa. Dan apalagi
tersenyum. Tidak mau melibatkan diri pada kegiatan-kegiatan sosial yang
konstruktif.
Tahap kedua, dia kemudian apatis. Prinsipnya,
“I don’t care.” Cuek. Sudah tidak peduli pada apa-apa lagi. Sudah tidak ada
perjuangan hidup. Sudah tidak mau lagi mengusahakan yang baik-baik untuk
dirinya. Apalagi untuk orang lain. Orang kalau sudah apatis begini, akan tampak
kusut, kotor, instingnya hilang. Kecerdasan emosionalnya nol.
Berikutnya, orang ini kehilangan
tekad. Ia tidak lagi bisa bersikap tegas. Menarik diri semakin dalam. Jarang makan.
Tidak peduli lagi kebersihan dirinya. Cuci tangan, kaki, atua muka saja, orang
ini sudah jarang. Apalagi mandi. Sudah hampir tidak pernah. Ia sudah kehilangan
kemampuan menyelesaikan masalahnya sendiri. Bahkan urusan yang kecil-kecil. Termasuk,
jarang berbicara. Pendiam. Abulia, begitu istilahnya.
Setelah itu, motivasinya semakin
menghilang. Sudah tidak sensitif lagi pada rasa sakit. Saat dipukul pun, ia
tidak bergeming. Mati rasa. Sering mengompol. Bahkan bisa merasa biasa tidur
bergumul dengan kotorannya sendiri. Meskipun, sebenarnya mereka sadar. Itulah alasan
mengapa kita melihat orang yang ‘ayem’ di bawah terik matahari. Itu bukan
karena kulitnya yang tebal dan kebal panas. Tapi memang sedang sakit mentalnya.
Rusak jiwanya. Baik tua maupun muda, pengidapnya.
Barulah terakhir, mereka akan
mengalami kematian psikogenik ini. Sudah tidak ada lagi motivasi. Tidak ada
lagi respon. Tidak ada lagi detak jantung. Putus asa total. Menyerah seratus
persen. Benar-benar mati. Maka dari itu, dukungan moral itu sangat penting bagi
mereka. Jika ia masih punya sepercik semangat untuk hidup, dia akan bisa
sembuh. Ya, sembuh. Tiga buku saya sudah diterbitkan tentang dukungan moral
ini: Berpikir Bersikap dan Beraksi ala Pemenang; Pemenang di Atas Pemenang,
dan Ayat-Ayat Kemenangan. Ya, motivasi itu sangat penting sebagai modal
menghadapi kehidupan ini.
Orang yang sering kesurupan karena
beban jiwa, memang bisa sedikit merasa lega dengan kesurupannya itu. Atau puas
setelah kesurupan itu. Meski begitu, tidak boleh dibiarkan. Harus segera
diperhatikan. Diberi dukungan moral. Diberi motivasi. Diajak dialog,
berkomunikasi, dan nasehat-nasehat yang baik. Sampai dibantu mengatasi
masalah-masalanya. Bisa karena asmara, ekonomi, sosial, dan lain seterusnya.
Orang yang caper dengan kesurupan itu, memang harus diberi perhatian. Dibantu solusi
dari masalah-masalahnya.
Termasuk kematian psikogenik ini,
adalah keyakinan bahwa orang bisa mati karena disihir magis. Nah, kan. Baca
sekali lagi. Anda tidak salah baca. Saya juga tidak salah nulis. Bahwa orang
benar-benar bisa mati hanya karena dugaannya sendiri bahwa orang bisa mati
karena disihir magis atau disantet. Ya, mati hanya karena dugaan. Atau karena
keyakinan yang salah. Apalagi dia telah mengalami trauma akut. Dicampur keyakinan
yang salah itu. Kemudian hilang gairah hidup. Putus asa total. Dan lantas mati.
Ingat tulisan sebelumnya. Merujuk Al-Mufradat
fi Gharib al-Qur’an dan Lisan Al-‘Arab, iblis itu diambil dari kata balasa.
Al-iblaas yang berarti kesedihan yang membuahkan kesengsaraan yang amat
sangat. Atau berarti putus asa. Seperti dalam QS.30:12 dan 49; 6:44. Kamus Al-Munawwir
mengartikan kata ablasa salah satunya dengan bersedih hati, bingung, dan
putus harapan. Atau putus asa. Jadi iblis atau setan ini energi destruktif yang
menyerang jiwa kita. Ya jiwa! Maka penyebab orang mati psikogenik, ini tak lain
dan tak bukan adalah energi destruktif iblis itu.
Untuk selalu bersama dengan energi
positif yang konstruktif, yang membuat kita selamat, sukses, dan bahagia dunia
akhirat, tidak bisa tidak, kita harus mengakrabi Qur’an dan Sains. Membersamai ilmu
pengetahuan. Menjadikan literasi sebagai basis keluarga kita. Membuahkan pemahaman
dan keyakinan yang benar. Kita mendapat cahaya. Kita mendapat hidayah. Kita punya
obor kehidupan.
Kawan. Allah telah menghidupkan
kita. Mau tidak mau, kita harus melanjutkan hidup. Kita dihadirkan di sini,
memang untuk hidup. Bukan untuk mati. Kapal sudah dibakar. Tak mungkin kita
menyerah mundur berlayar ke belakang. Satu-satunya pilihan adalah hidup. Menantang
dan menghadapi masalah di depan. Tidak hanya kita. Setiap orang punya
problematika hidupnya masing-masing. Dengan keikhlasan. Dengan kesabaran. Dengan
kegigihan. Kerja keras. Yakin yakin yakin. Setelah kesulitan itu, Allah
menyediakan banyak kemudahan. Bahkan kemudahan itu sudah beserta kesulitan.
QS. Al-Thalaq[65]: 7
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ
سَعَتِهِ ۖ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ
مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا ۚ سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
Hendaklah orang yang mampu memberi
nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah
memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak
memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan
kepadanya. ALLAH KELAK AKAN MEMBERIKAN KELAPANGAN SESUDAH KESEMPITAN.
QS. Al-Insyirah[94]: 6
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ
يُسْرًا
Sesungguhnya BERSAMA KESULITAN ITU
ADA KEMUDAHAN.
Baik buruk itu memang ujian hidup (QS.21:35).
Masalah hidup, itu sudah biasa. Bahkan itulah tandanya kita hidup. Hanya orang
mati yang tidak punya masalah hidup. Masalah dengan diri sendiri. Masalah dengan
orang lain. Dengan pasangan hidup. Dengan suami. Dengan istri. Dengan anak-anak.
Dengan teman dan tetangga. Dengan atasan. Dengan bawahan. Dengan pemerintah. Dengan
rakyat. Dengan guru. Dengan murid. Dengan customer. Dan lain seterusnya. Justru
Allah mendidik dan melatih kita dengan masalah-masalah itu. Untuk kita hadapi. Supaya
semakin kuat. Ya, semakin kuat.
Jadi, jangan pernah berputus asa
dari rahmat Allah. Selalu ada jalan. Selalu ada solusi. Yakin yakin yakin!
QS. Ali Imran[3]: 139
وَلَا تَهِنُوا وَلَا
تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
JANGANLAH kamu bersikap LEMAH. Dan JANGANLAH
(pula) kamu BERSEDIH hati. Padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi
(derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.
QS. Ali Imran[3]: 200
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman. BERSABARLAH.
Dan KUATKANLAH KESABARANMU. Dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu)
dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.
QS. Yusus[12]: 87
يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا
فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلَا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ ۖ إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ
إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ
“Hai anak-anakku, Pergilah kamu,
Maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa
dari rahmat Allah. Sesungguhnya TIADA BERPUTUS ASA DARI RAHMAT ALLAH, MELAINKAN
KAUM YANG KAFIR.”
Begitu dulu. Semoga bermanfaat.
Bersambung, insya Allah…
Walloohu a’lam bishshowaab. Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar