—Saiful Islam—
“Kuda lumping (jaranan), reog,
praktik sufistik tanpa dasar, semua itu caper belaka. Cari perhatian…”
Sebelum membahas kesadaran itu,
asyik rasanya menyimak pengalaman saya ini. Masih di Tangkong, Banyuwangi. Secara
budaya, alhamdulillah saya merasakan hidup di lingkungan yang sangat tinggi
mengapresiasi seni. Kawan-kawan saya, banyak yang pintar bermain gitar. Ada juga
yang mahir menggambar, menyanyi, mencukur rambut, menabuh peralatan musik
tradisional patrol, dan lain-lain.
Hampir setiap hari saya mendengar
lagu-lagu khas daerah Banyuwangi. Iramanya kalem. Seperti musik klasik. Enak sekali.
Sampai sekarang, kalau saya kangen dengan kampung halaman itu, di Surabaya saya
masih memutar lagu-lagu ini. Kesenian yang lain adalah kuda lumping. “Jaranan,”
mereka bilang. Rumah saya pernah dipakai tempat rias make up-nya kesenian yang
katanya kesurupan Jin ini. Waktu itu pakde saya mem-booking kesenian syarat
mistis ini, sebagai syukuran karena putrinya menikah dan saya baru saja sunat.
Kira-kira waktu itu umur saya 14
sampai 15 tahun. Dengan beberapa remaja yang kurang lebih sebaya, kami masuk ke
sebuah rumah kosong. Kalau tidak salah, remang-remang maghrib menjelang isya’. Kami
duduk melingkar. Semacam halaqah. Kemudian melakukan semacam meditasi. Duduk bersila.
Mulai mengambil nafas panjang-panjang. Memejamkan mata. Dan tiba-tiba, ada
salah seorang yang ‘dadi’. Alias berhasil memasukkan Jin ke dalam dirinya. Ia pun
bertingkah layaknya geraknya singa atau macan.
Kami menyebut orang yang bisa
memasukkan Jin dalam dirinya itu, sebagai orang yang punya ‘perewangan’. Semacam
bodyguard gaib. Keren. Nah, karena dianggap keren itulah, ada lagi yang
bisa melakukan itu. Saya? Tentu saja, saya juga ingin keren. Saya juga ingin
bisa memasukkan Jin itu dalam diri saya. Saya pun mencoba melakukan hal yang
sama. Hasilnya? Saya tidak jadi-jadi. Hehehe. Kayaknya Jinnya takut dengan
saya. Haha.
Bisa dipastikan bahwa mereka itu
caper semua. Cari perhatian. Pokoknya kesenian-kesenian yang berlagak magis,
itu caper semua. Seperti kuda lumping atau jaranan itu, reog, dan lain
seterusnya. Termasuk praktek-praktek sufistik yang tidak ada dasarnya. Ya, cari
perhatian semua. Mulai kostum dukun hitam-hitam bervariasi loreng-loreng ala
Madura, badan kekar rambut gondong, menyan, ayam hitam atau putih, dan
lain-lain itu. Mereka memang harus cari perhatian. Supaya terkesan sakti. Supaya
tampak hebat. Supaya ditonton.
Meskipun kesenian ini amat sangat
dekat dengan kesyirikan. Dari kaca mata teologi Islam. Ya karena magic-magic-nya
yang dibuat-buat itu. Juga membuat sesat pikir. Mestinya supaya tetap indah,
seni dan budaya ini harus tetap apa adanya sebagai seni. Tidak usah dan tidak
boleh dikait-kaitkan dengan magis, mistik, klenik dan yang semisalnya. Sudahlah.
Tidak ada kekuatan selain Allah. Pun tidak ada yang tahu kegaiban kecuali
rasul-rasul-Nya, sebatas informasi dari-Nya.
Kembali pada pertanyaan di atas. Kesadaran,
itu terkait dengan gelombang otak. Alat untuk melihat gelombang ini namanya Electroencephalography.
Disingkat EEG. Nah, dari sadar penuh sampai tidur pulas, gelombang otak manusia
itu digambarkan sebagai berikut.
Pertama, gelombang Gamma. Yaitu dari
yang paling sadar. Frekuensinya berada di atas 30 Hz. Gelombang ini muncul
ketika seseorang sangat aktif.
Kedua, gelombang Beta. Ada di frekuensi
13 – 30 Hz. Seseorang dalam keadaan sadar sepenuhnya. Gelombang ini sering
muncul. Yaitu ketika seseorang melakukan aktivitas sehari-hari. Di sini
kewaspadaan dan logika berpikirnya masih baik. Begitu juga konsentrasinya.
Namun gelombang Beta yang berlebihan, bisa meningkatkan kecemasan seseorang. Akibatnya,
ia bakal tidak tenang dan stres. Sampai menjadi paranoid.
Ketiga, gelombang Alpha. Dikisaran
8 – 13 Hz. Gelombang ini biasanya muncul ketika seseorang dalam keadaan
rileks maupun saat melamun. Orang dengan
gelombang Alpha yang tinggi, biasanya memiliki tingkat konsentrasi yang baik. Emosinya
pun stabil. Tenang. Selain itu, ia bisa menghasilkan ide-ide cemerlang. Juga mampu
menyerap informasi lebih baik saat belajar. Efeknya bakal memberikan hasil
kerja yang lebih baik.
Keempat, gelombang Theta. Berada di
frekuensi 4 – 8 Hz. Gelombang ini muncul pada saat seseorang sangat mengantuk. Hampir
tidur. Bisa juga saat meditasi. Atau saat-saat ketika seseorang akan bangun
dari tidurnya. Para pemusik ataupun seniman, biasanya mempunyai gelombang Theta
yang baik. Sehingga mendapatkan inspirasi dan berpikir dengan kreatif. Juga
bisa memecahkan masalah dengan baik. Meskipun, gelombang Theta yang terlalu
tinggi, bisa membuat orang sulit berkonsentrasi.
Terakhir, adalah gelombang Delta. Frekuensinya
paling rendah. Yaitu di bawah 4 Hz. Gelombang ini muncul ketika seseorang tidur
pulas. Tidak ada informasi dari luar yang bisa masuk, ketika seseorang tidur
pulas. Gelombang ini sering diasosiasikan sebagai pemulihan diri. Atau produksi
hormon-hormon yang mengurangi tingkat stres, memperlambat penuaan, serta
peningkatan daya tahan tubuh.
Maka, kalau melihat tingkat
kesadaran berdasar gelombang otak ini, pemain seni jaranan atau reog dan
semisalnya itu, sadar penuh. Baik sebelum maupun ketika beratraksi. Gelombang otaknya
berada antara Gamma – Beta. Yaitu berfrekuensi 13 Hz ke atas. Mata mereka
terbuka, dan beraktivitas. Loh kok bisa kesurupan? Ya itu karena imajinasinya
terlalu liar. Diliputi keyakinan yang salah. Sekaligus, otak kiri yang logis –
rasional itu tidak pernah dilatih. Tidak pernah digunakan.
QS. Al-Dzariyat[51]: 20 -21
وَفِي الْأَرْضِ آيَاتٌ لِلْمُوقِنِينَ وَفِي أَنْفُسِكُمْ ۚ أَفَلَا تُبْصِرُونَ
Dan di bumi itu terdapat
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. Dan (juga) PADA
DIRIMU SENDIRI. Apakah kamu tidak MEMPERHATIKAN?
Begitu dulu. Semoga bermanfaat.
Bersambung, insya Allah…
Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar