Jumat, 31 Mei 2019

KETULARAN JIN


—Saiful Islam—

Bahasan tentang jin yang Allah sebut terbuat dari api (55:15) dan (15:27), itu memang sangat terkait dengan energi. Karenanya, juga terkait dengan gelombang. Sebab gelombanglah yang membawa energi. Lebih tepatnya, gelombanglah yang menularkan energi. Ingat, gelombang adalah getaran yang merambat.

Dari awal memang kita berusaha melihat jin ini dari sisi fisiknya. Sebab dari awal, Allah memberi informasi kepada kita bahwa material jin itu benda fisik. Meski memamg halus, karena harus menyelam di kedalaman. Soal elektron, proton, neutron, gelombang, getaran, dan seterusnya ini memang ‘halus’. Justru pendapat yang mengatakan jin itu makhluk halus (dari alam antah berantah), ini mesti ditinjau ulang. Nanti. Insya Allah.

OK. Kembali soal gelombang yang membawa energi. Menariknya, energi itu dirambatkan atau ditularkan oleh gelombang tidak hanya melalui medium materi. Gelombang yang membawa energi, ini juga bisa merambat melalui ruang hampa udara.

Gelombang yang mesti ada medianya dalam perambatannya, itu sains menyebutnya dengan gelombang mekanik. Yaitu, gelombang yang membutuhkan media dalam proses perambatannya. Contoh gelombang ini adalah gelombang pada tali, bunyi, dan juga gelombang di air.

Sedangkan gelombang yang bisa menular lewat ruang hampa disebut gelombang elektromagnetik. Gelombang ini diartikan sebagai gelombang yang bisa merambat meskipun tak memiliki media perambatannya.

Berdasar pada frekuensinya, urutan gelombang elektromagnetik adalah gelombang pada radio dan televisi, gelombang mikro, sinar inframerah, sinar tampak (cahaya yang bisa kita lihat langsung), sinar ultraviolet (matahari), sinar X, dan sinar gamma (sinar Y).

Frekuensi, adalah istilah yang kerap kita dengar sehari-hari. Ini memang terkait dengan gelombang. Frekuensi adalah pada umumnya diartikan banyaknya sesuatu yang terjadi setiap detiknya. Terkait dengan getaran, frekuensi merupakan banyaknya getaran yang terjadi dalam satu detik. Dan ketika terkait dengan gelombang, berarti frekuensi adalah banyaknya gelombang yang terjadi setiap satu detik.

Frekuensi ini berbeda dengan periode. Kalau periode didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan untuk melakukan satu getaran. Frekuensi menjawab berapa getaran yang dihasilkan dalam satu detik? Sedangkan periode menjawab pertanyaan misalnya, berapa waktu yang diperlukan untuk satu getaran itu?

Fenomena sehari-hari yang terkait dengan gelombang ini, misalnya smartphone kita. Sering kita mendengar, “Sinyalnya sedang buruk,” atau “Trouble sinyalnya,” atau “Tidak ada sinyal,” atau “Jaringannya trouble,” dan lain seterusnya. Dampak yang langsung terasa adalah informasinya tidak diterima. Datanya atau informasinya, baik berupa teks, gambar, maupun video, gagal terkirim.

Jadi sekali lagi, jin itu merambat. Karena merambat, ia menular. Maka kaitannya dengan kita yang manusia ini, jin juga bisa merambat. Dengan kata lain, jin menulari kita. Ya, jin yang energi dibawa gelombang itu, menular kepada diri kita. Bukan hanya dari luar diri kita. Tapi sampai masuk ke dalam diri kita. Ke sel-sel kita. Ke inti-inti sel kita. Ke atom-atom tubuh kita. Ke inti-inti atom tubuh kita. Ke partikel-partikel tubuh kita. Ke gelombang-gelombang tubuh kita. Ke getaran-getaran tubuh kita…

Maka sejatinya, kita ini hidup di antara lautan gelombang. Lautan getaran. Samudra energi. Getaran itu bisa bersumber dari dalam diri kita sendiri. Bisa juga dari luar diri kita. Dan yang menarik, getaran-getaran itu saling mempengaruhi. Kita bisa menularkan gelombang alias getaran. Pun kita bisa juga menangkap getaran-getaran. Nyambung. Saya jadi ingat sesuatu: HP. ‘Benda mati’ dengan ‘benda mati’ saja bisa nyambung. Apalagi kita, manusia yang benda hidup dengan Allah Yang Maha Hidup!

Ini bisa juga menjadi alasan kenapa Rasul menyatakan bahwa yang berteman dengan penjual minyak wangi, akan ketularan wanginya. Sebaliknya, yang berkawan dengan tukang las, akan terkena percikan apinya. Yang baik akan berjodoh dengan yang baik. Yang buruk akan berjodoh dengan yang buruk. Nilai-nilai yang baik akan berkawan dengan nilai-nilai yang baik.

Dan ingat! Energi itu netral. Makanya Allah menyebut bahwa jin itu ada yang baik, ada pula yang tidak (72:14). Jangan lupakan juga definisi energi (daya atau kekuatan untuk melakukan sesuatu). Dalam kehidupan sehari-hari, dengan energi itu, ada manusia yang menggunakannya untuk merusak. Untuk kejahatan. Untuk kezhaliman. Sebaliknya, dengan energi itu pula, ada pula manusia yang menggunakannya untuk kebaikan. Untuk perbaikan. ‘Amalun solehun.

Nanti saya akan menggunakan energi positif atau energi konstruktif untuk energi yang digunakan kebaikan. Dan energi negatif atau energi destruktif untuk energi yang digunakan untuk merusak. Merusak diri sendiri, orang lain, dan alam lingkungan di sekitarnya.

Sementara sampai di sini dulu. Bersambung. Insya Allah…

Salam


Kamis, 30 Mei 2019

JIN PUN BERTASBIH


—Saiful Islam—

Sekarang kita akan menyelam lagi. Maka tidak hanya otak kiri, dibutuhkan otak kanan (otak imajinatif) untuk memahaminya. Jangan menyepelekan ‘hayalan belaka’. Einstein pernah bilang, “Imagination is more important than knowledge.” Pun pesawat yang harga tiketnya sekarang sedang melambung tinggi, itu pun awalnya ‘sekadar hayalan belaka’. Hehehe. Ok, yuk lanjut.

Ternyata, semua hal di alam semesta ini tidak diam. Di tingkat seluler sampai kuantum, semuanya bergerak. Kalau benda mati diartikan setiap benda yang diam, maka di alam ini tidak ada benda mati. Semuanya hidup! Batu misalnya yang sering kita sebut sebagai benda mati. Ternyata, partikel-partikel penyusunnya bergerak. Hidup. Itulah mengapa Allah sebut bahwa semua yang ada di langit dan di bumi, di semesta ini, sedang memuji-Nya. Sedang bertasbih kepada-Nya!

تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ ۚ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَٰكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ ۗ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا
Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (QS. Al Isra'[17]: 44)

Termasuk juga api. Sejatinya, ia adalah benda hidup. Ia bukan bendak metafisik yang berada di dunia antah berantah. Ia adalah sesuatu yang fisik. Meskipun halus memang. Maka jin yang materialnya dari api, itu pun juga bertasbih kepada-Nya!

فَفَهَّمْنَاهَا سُلَيْمَانَ ۚ وَكُلًّا آتَيْنَا حُكْمًا وَعِلْمًا ۚ وَسَخَّرْنَا مَعَ دَاوُودَ الْجِبَالَ يُسَبِّحْنَ وَالطَّيْرَ ۚ وَكُنَّا فَاعِلِينَ
Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat); dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. Dan kamilah yang melakukannya. (QS. Al Anbiya'[21]: 79)

Sains mengenal interaksi dasar. Ini juga sifat ‘dari sononya’. Namun, kita sebagai orang beriman, tidak cukup mengatakan ‘dari sononya’ itu. Yakin seyakin-yakinnya, itu adalah sudah kehendak Allah. Kita tidak seperti Stephen Hawking yang mencukupkan bahwa penciptaan semesta ini terjadi karena fluktuasi kuantum. Lalu, siapa yang menciptakan kuantum, apalagi sampai bisa berfluktuasi? Ia tak mau menjawab. Kalau kita mantap menjawab, Allah!

Interaksi dasar adalah proses atau mekanisme dimana partikel saling berinteraksi satu sama lain, dan tidak dapat dijelaskan dengan interaksi dasar lainnya. Setiap fenomena alam fisika yang telah diamati, mulai dari galaksi bertabrakan dengan yang lainnya, sampai ke quark bergoyang dalam proton, bisa dijelaskan dengan interaksi ini. Karena pentingnya, pemahaman pada gaya-gaya ini menarik perhatikan ulama (ilmuwan) selama lebih dari setengah abad. Dan masih terus berlanjut.

Mereka biasanya menghitung empat interaksi. Yaitu gravitasi, elektromagnetisme, dan gaya nuklir (nuklir lemah dan nuklir kuat). Gravitasi adalah gaya tarik-menarik yang terjadi antar semua partikel yang mempunyai massa di alam semesta. Gravitasi matahari menyebabkan benda-benda langit berada pada orbit masing-masing dalam mengitari matahari.

Sudah umum, bumi yang memiliki massa yang sangat besar ini, menghasilkan gaya gravitasi yang sangat besar pula untuk menarik benda-benda di sekitarnya. Termasuk makhluk hidup pun tertarik. Tidak hanya itu. Gaya gravitasi bumi ini, juga menarik benda-benda yang berada di luar angkasa. Seperti bulan, meteor, dan benda-benda luar angkasa lainnya. Termasuk satelit buatan manusia. Ada teori (meskipun belum terbukti), mengatakan bahwa gaya gravitasi itu disebabkan adanya partikel graviton di dalam setiap atom (unsur).

Sedangkan elektromagnetisme, ini tentang medan elektromagnetik yang mempelajari medan listrik dan medan magnet. Medan listrik bisa dihasilkan oleh muatan listrik statis, sekaligus bisa menaikkan gaya listrik. Sebaliknya, medan magnet diproduksi oleh gerakan muatan listrik. Seperti arus listrik yang mengalir di sepanjang kabel dan menaikkan gaya magnetik. Jadi, elektromagnetisme ini antara medan magnet dan medan listrik, itu terkait. “Saling berpelintiran”. Dalam banyak hal, tak mungkin dipisahkan.

Adapun gaya nuklir, ini adalah interaksi nukleon-nukleon. Disebut begitu, karena gaya nuklir ini, adalah gaya antara dua atau lebih nukleon. Sementara nukleon merupakan suatu nama kolektif untuk merujuk pada neutron dan proton. Dan gaya nuklirlah yang bertanggung jawab atas ikatan proton dan neutron tersebut untuk menjadi inti atom.

Gaya nuklir ini, ada yang kuat (disebut gaya nuklir kuat) dan ada pula gaya yang lemah, atau gaya nuklir lemah. Gaya nuklir lemah tersebut dikenal sebagai perantara peluruhan radioaktif. Gaya ini disebabkan pertukaran boson W dan Z berat. Salah satu efeknya, adalah peluruhan beta—yakni emisi elektron atau positron oleh neutron dalam inti atom, dan radioaktivitas yang mengikutinya. Disebut lemah karena kuat medan tipikalnya 10 pangkat min 13 gaya nuklir kuat. Yaitu ketika semua gaya tersebut dibandingkan pada partikel-partikel yang saling berinteraksi dengan lebih dari satu cara.

Jadi kita menjadi paham, bahwa di samping partikel-partikel yang statis itu, ada interaksi-interaksi yang dinamis. Yang semua sifat tersebut inheren sejak Allah memerintahkan dengan kalimat-Nya, Kun, jadilah! Fayakun, maka jadilah dalam sebuah proses sampai sekarang…

Sampai di sini dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung, insya Allah.

Salam

Rabu, 29 Mei 2019

JIN TAK SEKADAR NOUN


—Saiful Islam—

Kita sudah ketahui material penyusun jin itu sampai paling dasarnya. Ringkasnya begini: jin itu dari api. Api dari elektron. Elektron yang bermuatan negatif, punya antipartikelnya yang bernama positron. Ketika elektorn dan positron bertumbukan, musnah dan berubah menjadi foton sinar gama. Sedangkan proton dan neutronnya berasal dari quark. Maka material paling halus keduanya adalah foton sinar gama dan quark. Jadi, yang awalnya materi berubah menjadi energi.

Pada dasarnya, api itu adalah reaksi rantai kimia. Bisa disebut pembakaran. Api terjadi, harus ada tiga hal ini: bahan bakar, oksigen (O2), dan sumber-sumber panas. Bahan bakar bisa padat, cair, dan gas. Yang padat seperti kayu, kertas, kapas, dll. Yang cair misalnya minyak tanah, bensin, solar, spirtus, dan seterusnya. Yang gas seperti karbit dan lpg.

Yang namanya pembakaran, itu selalu butuh O2. Alias oksigen. Kalau kita belajar Kimia, apapun zatnya, jika untuk pembakaran pastilah harus ditambah oksigen itu. Paling tidak kadarnya 16%. Yang kemudian menghasilkan energi baru dan uap air (H2O). Pembakaran tidak akan pernah terjadi di ruang hampa. Dalam tubuh kita pun terjadi pembakaran itu. Zat seperti karbohidrat, lemak, protein, ini dibakar dengan O2. Kita bernapas, memang menghirup O2. Baru kemudian menghasilkan energi yang kita gunakan untuk aktivitas sehari-hari.

Adapun sumber-sumber panas bisa dari gesekan, benturan, bunga api listrik, busur api las, listrik statis, faktor alam, dan lain seterusnya. Jadi, terjadinya api itu harus ada bahan bakar yang mencapai titik nyala. Kemudian udara yang cukup oksigennya, serta sumber panas juga yang cukup. Reaksi rantai kimianya, bahan bakar yang dipanaskan mengeluarkan uap. Uap bergabung untuk menciptakan senyawa baru. Nah, senyawa baru itu bergabung dengan oksigen dan baru lantas menyala.

Setelah mengetahui material penyusun jin itu, penting kiranya kita mengetahui dulu sifat-sifat dari material tersebut. Karena setiap sesuatu itu pasti punya sifat dasarnya. Yang kemarin secara sekilas saya sebut, ‘dari sononya’. Sifat-sifat alami. Sedangkan kata ‘al-jinn’ atau ‘al-jaann’, atau ‘al-jinnah’, ini adalah ism. Atau noun kalau dalam Bahasa Inggris. Kata benda, jika dalam Bahasa Indonesia. Tapi ada bedanya. Al-ism, kalau Bahasa Arab, itu berarti dua: kata benda dan kata sifat. Jadi, bukan hanya kata benda!

Dalam Al Qur’an sendiri, Allah menyebut jin itu dengan menggunakan kata al-jinn (6:100; 6:128; 6:130; 7:38; 7:179; 18:50; 27:17; 27:39; 34:12; dan lain-lain), atau jaann/al-jaann (55:15; 55:39, 15:27, dan lain-lain) atau al-jinnah (11:119, 32:13, 114:6). Tiga-tiganya adalah al-ism. Yang menggunakan kata ‘al-jinn’, misalnya dalam QS. Al-An’am[6] ayat 130.

يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ يَقُصُّونَ عَلَيْكُمْ آيَاتِي وَيُنْذِرُونَكُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَٰذَا ۚ قَالُوا شَهِدْنَا عَلَىٰ أَنْفُسِنَا ۖ وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَشَهِدُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ أَنَّهُمْ كَانُوا كَافِرِينَ

Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu rasul-rasul dari golongan kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayat-Ku dan memberi peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari ini? Mereka berkata: "Kami menjadi saksi atas diri kami sendiri", kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir.

Yang menggunakan kata jaann atau al-jaann, misalnya dalam Qur’an surat Al-Rahman[55] ayat 39 dan QS. Al-Hijr[15] ayat 7 berikut ini:
فَيَوْمَئِذٍ لَا يُسْأَلُ عَنْ ذَنْبِهِ إِنْسٌ وَلَا جَانٌّ
Pada waktu itu manusia dan jin tidak ditanya tentang dosanya.
وَالْجَانَّ خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ مِنْ نَارِ السَّمُومِ
Dan Kami telah menciptakan jin sebelumnya dari api yang sangat panas.

Jin yang menggunakan kata al-jinnah, sebagaimana yang disebut Allah dalam Qur’an, misalnya surat Hud[11] ayat 119 sebagai berikut.
إِلَّا مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ ۚ وَلِذَٰلِكَ خَلَقَهُمْ ۗ وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.

Maka paling tidak, sifat api itu tidak tahan air. Meski sama-sama ada unsur oksigennya, tapi kalau sudah berbentuk api, ia akan padam dengan air. Jadi di sini, kita tidak hanya melihat api itu di tingkat seluler dan kuantum. Penting juga ditinjau di tingkat fisiknya itu. Tidak hanya di sisi paling dalamnya, sisi tengah dan sisi dangkalnya kita lihat juga. Sehingga kita punya beberapa sudut pandang ketika menafsiri kata-kata jin di dalam Al Qur’an nantinya.

Selain itu, api juga mengantarkan panas. Atau energi panas. Sekali lagi, panasnya api ini, tidak bisa kita lihat. Kita hanya bisa merasakannya. Sama seperti listrik. Kalau orang pernah kesetrum (seperti saya dulu hampir mati, hehehe), pasti tahu. Karena panas dan listrik ini adalah energi, maka hanya bisa dirasakan. Dan juga bisa diukur. Dalam kehidupan nyata, selalu begitu. Di balik setiap materi, itu ada energinya. Pasti itu. Di tingkat seluler dan kuantum, kita sudah lihat itu.

Maka, hipotesis kita semakin menemukan pijakannya. Semakin terang. Bahwa jin itu adalah energi panas. Energi panas ini bisa ‘malih rupo’. Pun energi panas ini bisa menjalar kemana-mana. Termasuk ke dalam diri manusia! Apakah jin ini, ternyata manusia itu sendiri? Atau manusia yang bersifat jin, mengingat jin itu juga bisa kata sifat? Dan sifat itu bisa menempel pada apa pun, termasuk pada manusia? Nanti kita akan lihat.

Sementara itu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung, insya Allah…

Salam


Selasa, 28 Mei 2019

MALIH RUPO


—Saiful Islam—

Sekali lagi. Bahwa jin itu dari api (55:15) dan (15:27). Api itu adalah oksidasi cepat terhadap suatu material dalam proses pembakaran kimiawi, yang manghasilkan panas, cahaya, dan berbagai reaksi kimia lainnya. Sedangkan oksidasi adalah pelepasan elektron oleh sebuah molekul, atom, atau ion.

Kalau kita melihat api, warna oren atau biru, itu tertangkap oleh mata. Itu sebenarnya adalah cahaya. Ada pun panasnya, itu sebenarnya mata tidak bisa melihatnya. Panasnya api, itu hanya bisa ‘dilihat’ oleh indra peraba kita. Misalnya panas itu dirasakan oleh tangan. Nah, rasa panas itulah sejatinya adalah energi. Energi panas. Begitu juga cahaya sendiri itu adalah energi. Energi cahaya.

Coba perhatikan definisi di atas lagi. Api itu adalah oksidasi cepat… (dan seterusnya). Sedangkan oksidasi adalah pelepasan elektron. Baik itu oleh atom (unsur), molekul, atau ion. Kita sudah tahu bahwa unsur saja memang punya muatan negatif yang disebut elektron itu. Apalagi molekulnya. Sehingga definisi api menjadi begini: pelepasan elektron yang cepat terhadap suatu material dalam proses pembakaran kimiawi, yang manghasilkan panas, cahaya, dan berbagai reaksi kimia lainnya.

Maka sebenarnya, energi panas dan energi cahaya dari api itu, bukan penyusun dasar dari api tersebut. Kedua energi itu belum menjadi sebab pertamanya. Keduanya masih akibat. Yaitu hanya akibat atau hasil dari pelepasan elektron. Adapun elektron, didefinisikan sebagai partikel subatom yang bermuatan negatif. Elektron tidak memiliki komponen dasar atau substruktur apapun yang diketahui. Sehingga elektron dipercaya sebagai partikel elementer.

Partikel elementer adalah partikel dasar. Yaitu partikel yang belum diketahui apakah partikel ini terdiri dari partikel lainnya yang lebih kecil. Unsur terbentuk dari partikel yang lebih kecil yang disebut elektron, proton, dan neutron. Proton dan netron terbentuk dari partikel yang lebih dasar yang disebut quark. Sains mengetahui jin itu hanya sampai di partikel dasar ini.

Partikel elektron yang bermuatan negatif itu mempunyai antipartikelnya. Nah, antipartikel elektron ini disebut positron. Yaitu, partikel yang mirip dengan elektron, tetapi bermuatan positif. Ketika sebuah elektron bertumbukan dengan positron, keduanya dapat saling berhambur atau musnah total yang menghasilkan sepasang (atau lebih) foton sinar gama.

Jadi elektron dan positron yang materi itu musnah total ketika bertumbukan, malah uniknya, lantas menghasilan atau berubah menjadi gelombang. Apa itu gelombang? Diartikan cukup simpel. Yaitu getaran yang merambat. Jadi ‘hanya’ getaran. Getaran sendiri juga diartikan ‘sederhana’. Yakni gerak bolak-balik di sekitar kesetimbangan. Jadi ‘hanya’ gerak bolak-balik. Gerak itu karena gaya.

Gaya, adalah interaksi apa pun yang dapat menyebabkan benda bermasaa mengalami perubahan gerak, baik dalam bentuk arah, maupun konstruksi geometris. Gaya (baik tarikan atau dorongan/tolak), itu timbul karena fenomena gravitasi, magnet, atau yang lain, sehingga mengakibatkan percepatan. Jadi sebuah interaksi yang menjadi sifat partikel itu sendiri. Ini dipelajari dalam ikatan kimia, dimana sebuah atom itu bisa melepaskan dan mengikat elektron. Akhirnya menjadi berpasangan. Bersenyawa. H2O (air) misalnya. Sifat ini ‘sudah dari sononya’.

Foton ini sendiri adalah juga partikel elementer. Dalam fenomena elektromagnetik. Biasanya foton dianggap sebagai pembawa radiasi elektromagnetik: cahaya, gelombang radio, dan sinar-X. Foton ini berbeda dengan partikel elementer lainnya. Seperti elektron dan quark. Sebagai gelombang, satu foton tunggal tersebar di seluruh ruang dan menunjukkan fenomena gelombang seperti pembiasan oleh lensa.

Mengenai ‘sifat dari sononya’ itu, kita jadi ingat soal muatan listrik. Yaitu, muatan dasar yang dimiliki suatu benda, yang membuatnya mengalami gaya pada benda lain yang berdekatan dan juga memiliki muatan listrik. Simbol Q kerap digunakan untuk menggambarkan muatan. Q adalah sifat dasar yang dimiliki oleh materi baik berupa proton (muatan positif) maupun elektron (muatan negatif).

Perlu diingat pula, bahwa elektron itu adalah bermuatan listrik negatif. Sedangkan proton, merupakan muatan listrik positif. Soal listrik, kita sudah akrab dengan istilah ‘min’ dan ‘plus’. Dan ‘min-plus’ itu sendiri, ternyata sudah tahu-tahu menghasilkan medan listrik. Dengan kata lain antara elektron dan proton itu, tiba-tiba ada medan listriknya.

Maka bisa kita simpulkan, bahwa Allah menciptakan jin dari api. Api dari energi panas. Energi panas dari pelepasan elektron. Elektron ini punya antipartikelnya berupa positron. Ketika elektron dan positron bertumbukan, musnah total, tapi malah berubah menjadi foton sinar gama. Jadi, pembahasan soal jin yang dari elektron itu ternyata tidak bisa lepas dari bahasan soal cahaya. Yang ‘katanya’ cahaya ini (_nur_) ini adalah bahan dasar penciptaan malaikat? Wah, semakin membuat kita penasaran!

Dari semua uraian di atas, saya semakin curiga. Jangan-jangan pada dasarnya semuanya adalah energi. Hanya kemudian ‘malih rupo’ karena ‘sifat dari sononya’ itu. Pada satu kesempatan, energi itu berupa energi panas. Di kesempatan yang lain, berupa energi cahaya. Di waktu dan kesempatan yang lain lagi, ia merupa energi listrik, energi kimia, energi kinetik, energi mekanik, energi nuklir, dan lain seterusnya.

Insya Allah akan kita lihat. Bersambung. Insya Allah…

Salam





SEPERTI THAWAF KA’BAH


—Saiful Islam—

Sudah kita ketahui, bahwa jin itu dari api. Berdasar (55:15) dan (15:27). Sedangkan api adalah oksidasi cepat terhadap suatu material dalam proses pembakaran kimiawi, yang manghasilkan panas, cahaya, dan berbagai reaksi kimia lainnya. Oksidasi adalah pelapasan elektron oleh sebuah molekul, atom, atau ion. Gampangnya, setiap materi (bahkan benda kecil pun) itu tersusun dari unsur-unsur atau atom-atom. Unsur-unsur ini membentuk molekul. Nah setiap atom, itu punya elektron.

Misalnya air itu adalah molekul H2O. Yang terdiri dari 2 unsur Hidrogen dan 1 unsur Oksigen. Begitu juga oksigen (O2), carbondioksida (CO2), dan seterusnya. Di alam ini, ada 118 unsur atau atom. Di antaranya Hidogren (H), Carbon (C), Nitrogen (N), Magnesium (Mg), Aluminium (Al), Silicin (Si), Sulfur atau belerang (S), Potassium (K), Calsium (Ca), Titanium (Ti), Iron atau besi (Fe), Nickel (Ni), Platinum (Pt), emas atau Gold (Au), dan lain seterusnya.

Kalau santri yang pernah belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), tentu akan mudah paham gambaran ini. Kalau belum pernah, tidak ada kata terlambat untuk belajar. Internet juga sudah murah meriah. OK, yuk lanjut.

Termasuk manusia, ini adalah materi. Sebuah organisme yang bernama manusia ini, tersusun dari organ-organ. Seperti mata, otak, telinga, hidung, mulut, tangan, kaki, dan seterusnya. Organ itu tersusun dari sel-sel. Tangan misalnya, itu tersusun dari sel-sel tangan. Begitu juga kaki, otak, dan seterusnya. Sel, itu tersusun dari inti sel. Inti sel tersusun dari molekul-molekul. Dan molekul-molekul, ini tersusun dari unsur-unsur atau atom. Nah, atom-atom itulah yang mempunyai muatan positif (proton) dan negatif (elektron).

Sekedar catatan, bahwa semakin menukik ke dalam lagi, ternyata materi itu bersifat dualisme. Yaitu antara materi dan energi (gelombang). Artinya, semakin ke dalam, semakin sifat materinya itu hilang dan berubah menjadi gelombang atau energi. Materi yang bernama manusia ini misalnya. Semakin ke dalam, ternyata adalah gelombang! Gelombang mempunyai frekuensi. Seperti radio dan pemancarnya. Kalau frekuensinya sama, informasi dari pemancar akan ditangkap oleh radio!!

Sekilas, alam semesta dulu seperti itu. Awalnya adalah lautan energi. Lautan gelombang. Setelah ledakan besar, belum ada apa-apa. Masih berupa lautan gelombang. Baru sekitar 15 miliar tahun yang lalu itu, mulai memadat, terbentuklah bumi, matahari, bulan, venus, jupiter, mars, neptunus, dan seterusnya, tata surya, galaksi, super cluster, sampai alam semesta yang ujung dan tepinya tidak ada yang tahu ini!

Yang jelas, alam semesta yang fisik ini tersusun dari ruang, waktu, materi, energi, dan informasi. Ketika Allah memberi informasi, _‘kun, jadilah… maka jadilah’_, terwujudlah alam semesta seperti sekarang ini. Yang membuat mata kita terbelalak. Hati bergetar. Karena begitu memesona. Dalam sebuah sistem yang interaksi antar variabelnya begitu harmonis. Seakan-akan membentuk lukisan dan musik yang indah. Sebuah adegan yang sedang mempertontonkan kepada akal kita akan keberadaan-Nya! Sekaligus kemahakuasaan-Nya!! Subhanalloooh!!!

Kembali soal jin yang Allah ciptakan dari api. Setiap atom itu digambarkan mempunyai muatan positif. Disebut proton. Umumnya posisinya di tengah. Kemudian dikelilingi oleh beberapa lintasan yang setiap lintasan itu ada muatan negatifnya yang disebut elektron. Seperti orang yang thawaf mengelilingi ka’bah, ka’bah itu muatan positifnya (proton) sedangkan orang-orang yang berputar mengelilingnya, itu adalah muatan negatifnya (elektron).

Kita juga sudah tahu bahwa variabel api itu adalah oksigen, materi (bahan bakar), dan energi panas. Apa itu energi? Dan apa itu energi panas? Sebelum kita masuk lebih jauh pada ayat-ayat Qur’an tentang jin ini, saya memang ingin pondasi pemahaman kita kuat dulu. Ibarat pohon, saya mau akarnya kokoh dulu. Baru nanti kita akan membahas dahan-dahannya, ranting-rantingnya, daun-daunnya, sampai buah-buahnya, yang mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua.

Energi, berasal dari bahasa Yunani, Ergon yang berarti kerja. Jadi, energi adalah daya atau kekuatan yang diperlukan untuk melakukan sebuah proses kegiatan. Setiap aktivitas itu butuh energi. Saya yang menulis ini, butuh energi. Kalian yang membaca, juga butuh energi. Mudahnya, tanpa energi kita tidak bisa berbuat apa-apa. Kita mendapat energi dari makanan. Melalui proses metabolisme secara kimiawi, tubuh menghasilkan energi untuk beraktivitas.

Energi, tidak bisa diciptakan oleh manusia. Pun manusia tidak bisa memusnahkannya. Energi hanya berpindah dan berubah bentuk. Yang dikenal dengan hukum kekekalan energi. Atau Hukum 1 Termodinamika yang berbunyi: energi bisa berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain, tetapi tidak bisa diciptakan atau dimusnahkan. Misalnya setrika, itu mengubah energi listrik menjadi energi panas. Pembangkit listrik tenaga surya, juga misalnya, ini mengubah energi panas dari matahari menjadi energi listrik. Dan lain-lain.

Maka energi panas sebagai salah satu variabel penyusun jin itu apa? Ada yang menyebut energi panas adalah energi yang hanya dimiliki oleh benda yang panas. Kita bertanya lagi, “Iya. Benda yang panas itu, energinya dari mana?” Ada pula yang mengartikan energi panas adalah perpindahan energi yang melintasi batas sistem berdasarkan perubahan suhu antara sistem dan berbagai bentuk lingkungannya. Disebutkan pula, energi panas merupakan energi yang berpindah akibat perbedaan suhu.

Ada lagi yang menyatakan bahwa apa pun yang menghasilkan panas adalah sumber energi panas. Contohnya adalah matahari. Matahari adalah sumber energi panas yang paling alami. Bukan hanya menjadi sumber energi panas terbesar untuk bumi, matahari juga menjadi sumber energi cahaya. Bahkan umat manusia, hewan, tumbuhan, bahkan bumi ini, bisa eksis sampai sekarang ya ‘tergantung’ dengan matahari itu…

Sampai di sini dulu. Insya Allah bersambung. Salam


Minggu, 26 Mei 2019

JIN ENERGI PANAS


—Saiful Islam—

Maka kita bisa simpulkan sementara. Pertama, ghoib yang secara bahasa makna awalnya lawan dari hadir. Ghoib itu bukan hanya hal fisik saja, atau metafisik saja. Ghoib bisa hal fisik, bisa juga metafisik. Ghoib yang fisik, seperti kejadian-kejadian masa lalu. Atau kejadian-kejadian masa depan. Ghoib yang metafisik, misalnya Allah.

Setiap yang metafisik, pasti ghoib. Setiap yang ghoib belum tentu metafisik. Karena yang ghoib bisa juga sesuatu yang fisikal, hanya tidak tampak oleh mata saja. Seperti sejarah; masa depan; unsur, molekul, dan energi setiap materi; dan seterusnya.

Kedua, jin yang secara bahasa makna awalnya adalah apa pun yang tidak bisa dijangkau oleh indra. Terutama pandangan mata langsung. Nah, jin itu ternyata bisa juga untuk menamai bangsa binatang.

Saya telusuri ayat-ayat Qur’an. Kata Arab, saya cari kata ‘al-jin’, ‘al-jinnah’, dan ‘al-jaan’. Atau ‘jin’ kalau kata Indonesianya. Ternyata saya tidak menemukan dengan jelas dan tegas bahwa jin itu adalah makhluk halus. Atau makhluk metafisika. Makhluk ghoib. Jin yang diartikan makhluk metafisika, itu adalah kesannya Al-Raghib Al-Ashfahaniy dari Qur’an surat al-Jin [72] ayat 1. Yaitu terinspirasi dengan kalimat, “Katakanlah (Muhammad): telah diwahyukan kepadaku…” Itu pun dia cukup menyebut ‘bangsa ruh’.

Adapun yang mengatakan jin adalah tengah-tengah antara malaikat dan setan, itu juga tidak ada sandarannya yang jelas dari Qur’an. Lebih pasnya, semua pendapat ini kita sebut hipotesis. Baru hipotesis. Alias dugaan sementara.

Yang saya temukan hanyalah bahwa jin itu dibuat dari nyala api. Bahan penciptaan jin itu dari api yang membara. Tapi ingat, tidak ada ayat yang menyebut begini: jin adalah makhluk halus. Allah cukup menyebut, jin dibuat dari api. Apakah hanya jin yang terbuat dari api? Adakah sesuatu atau materi yang terbuat dari api? Apa sih api itu sebenarnya?

Maka ada benarnya yang mengatakan bahwa bahan dasar jin itu beda dengan manusia. Karena manusia disebut Qur’an dari tanah. Berikut ini ayat-ayatnya.

QS. Al-Rahman[55]: 14-15
خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ صَلْصَالٍ كَالْفَخَّارِ
“Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar.”

وَخَلَقَ الْجَانَّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ
“Dan Dia menciptakan jin dari nyala api.”

QS. Al-Hijr[15]: 26-27
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.”

وَالْجَانَّ خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ مِنْ نَارِ السَّمُومِ
“Dan Kami telah menciptakan jin sebelumnya (manusia) dari api yang sangat panas.”

Jadi, jin itu terbuat dari nyala api atau api. Penciptaan jin itu lebih dulu dari manusia. Kalau kita melihat penciptaan alam semesta, memang bangsa manusia itu baru ada sekitar 2 juta tahun yang lalu. Sedangkan bumi, itu terbentuk sekitar 4 miliaran tahun yang lalu. Dan alam semesta sendiri baru terbentuk kira-kira 15 miliar tahun yang lalu.

Sampai di sini, kita bisa lagi mengambil kesimpulan sementara. Bahwa jin itu bisa juga untuk ‘sesuatu’ yang berbeda bahan dasarnya dengan manusia. Apakah ia makhluk metafisik yang sudah pasti ghoib? Atau sebenarnya ia adalah makhluk fisik yang ‘sekan-akan’ ghoib saja, karena kita tidak punya teknologi untuk melihatnya? Atau ghoib karena kita belum punya pengetahuannya?

Jadi jin itu dari api. Apa sih api yang menjadi bahan dasar jin itu? Secara sains api didefinisikan sebagai ini: api adalah oksidasi cepat terhadap suatu material dalam proses pembakaran kimiawi, yang manghasilkan panas, cahaya, dan berbagai reaksi kimia lainnya.

Api terbentuk ketika udara terutama oksigen mengalami penggabungan dengan benda yang mudah terbakar atau bahan bakar yang kemudian mendapat energi panas yang lantas memicu reaksi kimia antara oksigen, bahan bakar, dan energi panas. Ringkasnya, variabel api itu adalah oksigen, materi (bahan bakar), dan energi panas.

Kemudian di ayat berikut ini, kita mendapat tambahan informasi bahwa jin itu mempunyai hati, mata, dan telinga.

QS. Al-A’raf[7]: 179
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
”Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”.

Tentu, ini membuat kita semakin penasaran. Semakin seru. Membuat kita semakin bertanya-tanya. Ternyata bahan dasar api itu sendiri, bukan makhluk halus. Bukan makhluk metafisik. Api itu bukan di alam lain. Api itu ya di semesta ini. Termasuk di bumi ini. Bukan ‘di sana’ yang antah berantah itu. Tapi di sini. Di dunia.

Karena dia energi panas, dia bisa masuk kemana saja. Ke materi apa pun. Termasuk masuk ke dalam manusia! Nah, apakah jin itu ternyata manusia itu sendiri? Lebih tepatnya manusia yang kemasukan energi panas?

Lalau bagaimana dengan setan? Malaikat? Dan iblis? Apa bedanya dengan itu semua? Wah, semakin menarik. Insya Allah kita akan bahas satu per satu. Insya Allah kita akan menemukan gambaran utuhnya. Termasuk siapa sih jinnya Nabi Sulaiman itu? Insya Allah.

Salam…


Sabtu, 25 Mei 2019

JIN MAKHLUK HALUSKAH?


—Saiful Islam—

“Berarti yang terakhir ini, jin juga bisa berarti bangsa binatang…”

Sekarang. Marilah kita fokus kosa kata jin. Kita akan tinjau kata ini baik arti bahasanya. Melalui kamus-kamus Arab. Paling tidak saya akan carikan di Lisan al-Arab karya Ibnu Manzhur (orang Tunisia yang wafat tahun 1312 M/ sekitar abad 8 H), Mufradat Alfazh al-Qur’an, dan al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an yang dua-duanya karya al-Raghib al-Ashfahaniy (orang Iran yang wafat tahun 502 H/1108 M atau abad ke-6 H). Atau bisa juga di almaany.com, kamus online yang menghimpun dari kamus-kamus Arab.

Yang kedua, saya akan carikan kata jin itu dalam konteks kalimat-kalimat Al Qur’an. Jadi tidak hanya makna per kata, tapi juga makna ketika kata itu masuk dalam sebuah konteks kalimat. Sebab, sebuah kata ketika masuk dalam konteks kalimat, bisa memiliki arti lain.

Sebagai ingatan, marilah kita ulangi lagi pertanyaan mendasar ini: “Benarkah jin itu adalah makhluk halus?” Atau “Apakah benar jin itu hanya berarti makhluk halus?”

Secara bahasa, jin arti awalnya adalah segala sesuatu yang tertutup oleh indra. Bayi yang masih dalam kandungan, itu disebut ‘janin’. Karena ia masih tertutup, alias berada dalam perut ibunya. Perisai, itu disebut ‘junnah’ atau ‘al-mijannah’. Sebab ia berfungsi menutup tubuh supaya terlindungi dari sabetan pedang, panah, peluru, dan semisalnya. Orang gila, itu disebut ‘majnun’. Karena akal sehatnya sedang tertutup.

al-Jannah’ yang sering kita artikan surga itu, asal katanya sama dengan jin, yaitu ‘janna’. Berarti setiap kebun yang tertutupi pohon-pohonnya yang lebat. Kuburan itu juga bisa disebut ‘al-janin’ atau ‘al-janan’, karena menutup orang dengan tanah. Begitu juga kain kafan itu disebut ‘al-janan’.

Sedangkan ‘al-jin’, inilah fokus kosa kata yang kita bahas, disebutkan dalam al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an itu bahwa artinya adalah bangsa roh yang tertutup oleh indra. Maka termasuk juga malaikat dan setan. Setiap malaikat adalah jin, dan setiap jin bukanlah malaikat. “Setiap malaikat adalah jin,” kata Abu Shalih.

Disebutkan pula di situ bahwa jin itu bagian dari bangsa roh. Dan bangsa roh itu ada tiga: roh yang baik, yakni malaikat; roh yang jahat, yakni setan; dan tengah-tengah (antara roh baik dan roh jahat), yakni jin. Alasannya, adalah QS. Jin ayat 1 sampai ayat 14, yang disitu ada kata ‘diwahyukan kepadaku’. Nanti kita akan tinjau ayat-ayatnya.

Diartikan pula bahwa jin itu adalah makhluk tak kasat mata yang diberi beban syariat layaknya manusia. Asal penciptaannya adalah dari api. Jin itu lawan katanya adalah manusia (khilaf al-ins). Ada pula yang menyebut, bahwa jin itu ada tiga macam: ular, kala jengking, dan binatang kecil-kecil (serangga). Berarti yang terakhir ini, jin juga bisa berarti bangsa binatang.

Kamus ‘al-Munawwir’, dari asal kata ‘janna’ dengan berbagai derivasinya mengartikan antara lain: merahasiakan, menyembunyikan, menutup dengan tabir, gelapnya malam, burung layang-layang, kafan, hati, ruh (jiwa), bagian dalam, kepandiran (kebodohan), amuk, jenis ular, dan peri (jin perempuan).

Memang ruh itu terkadang disebut ‘janaan’, karena ruh juga tertutup oleh badan. ‘Jinn al-naas’, adalah sebagian besar orang. Atau sekelompok besar orang. Karena orang yang masuk pada suatu kelompok, maka kelompok itu akan menutupinya. Disebut pula bahwa ‘al-jinn’ itu anaknya ‘al-jaan’. Ibnu Sidah mengartikan bahwa jin itu bagian dari alam (makhluk atau selain Allah), yang mereka tidak bisa dilihat. Satu kaum Arab juga menyebut malaikat itu, jin (‘ajinnah’).

Dan masih beberapa lagi pendapat arti seputar kata ‘janna’ itu dalam Kamus Lisan al-‘Arab, terutama. Kurang lebih maknanya tidak jauh seperti yang sudah saya tuliskan di atas.

Jadi, apakah jin itu makhluk halus? Sejatinya dalam kamus-kamus Arab tersebut, saya tidak menemukan frase ‘makhluk halus’ itu. Saya tidak dapati misalnya kata ‘makhluq al-daqiq’, atau ‘makhluq al-murhaf’, atau ‘al-makhluq al-lathif’. Tidak ada. Adanya di KBBI, yang mengartikan makhluk halus adalah makhluk yang dianggap hidup di alam gaib yang berada di alam fisik (misalnya setan, jin). Sedangkan jin diartikan makhluk halus yang diciptakan dari api.

Maka, yang mengartikan jin itu makhluk halus adalah KBBI. Tentu KBBI tidak bisa dijadikan prinsip untuk menentukan keberadaan hal yang metafisik. Maka, nanti kita akan coba lihat semua kata jin itu dalam ayat-ayat Al Qur’an dalam konteks-konteks kalimatnya. Karena sekali lagi, saya bilang untuk urusan metafisik seperti keberadaan jin itu, tidak bisa tidak referensi utama kita hanyalah Al Qur’an.

Jadi secara bahasa, yang paling mendekati makna jin sebagai makhluk halus itu, kiranya apa yang disebut al-Asfahaniy di atas. Yaitu, bangsa roh atau ruh yang tertutup oleh indra. Padahal manusia juga punya ruh. Maka jangan gegabah dulu mengartikan jin HANYA makhluk halus…

Salam


AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...