Kamis, 24 Juli 2014

KELEMBUTAN PENAKLUK ARAL MELINTANG

Kelembutan adalah sebuah kata yang ingin aku sharingkan kali ini. Allah punya nama Al-Lathif yang berarti Maha Lembut.
Sementara Nabi Muhammad sukses dalam perjuangan dan dakwahnya kepada jalan cahaya, juga berkat kelembutan. Atau paling tidak kelembutanlah yang lebih dominan dalam diri beliau, sikap beliau dan tindak-tanduk beliau. Hal ini bahkan dikisahkan dalam Alquran bahwa seandainya Nabi Muhammad itu berhati kasar, niscaya mereka itu akan lari menjauh, ogah dengan ajakan nabi. Tapi dengan berkat rahmat Allah lah yang berupa kelembuatan itu sehingga mereka dengan senang hati mengikuti nabi.
Ya rahmat dalah cinta. Sedangkan cinta itu sangat dekat sekali dengan kelembuatan dan kesabaran. Hampir-hampir tidak ada yang gagal bila dilandasi dengan kelembuatan temannya kesabaran ini. Mari kita perhatikan fakta-fakta berikut:
Seorang balita yang nangis, pasti nangisnya tambah jadi kalau malah dibentak oleh ibunya atau babysitter-nya. Berbeda dengan ibu yang sabar, lembut, dengan ramah memperhatikannya dengan penuh cinta kasih. Sudah bisa dipastikan bayi itu langsung diam.
Seorang suami isteri yang sedang marahan. Kalau keduanya kasar, keras hati, ingin menang sendiri, pasti pertengkaran itu semakin membesar. Masalah baru muncul. Kekacauan rumah tangga tidak bisa dihindari. Rasa kasih sayang terkikis hingga akhirnya habis tanpa sisa. Ujung-ujungnya, pasti dalam rumah tangga itu tidak menemukan kebahagiaan. Lalu apa tujuan pernikahan? Bukankah mencarai kebahagiaan baru bersama orang yang kita cintai?!
Seorang pelayan restoran, tidak mungkin mengutuki customernya. Dengan misalnya, “Nih, makan lo!” sekali lagi tidak mungkin. Kalau itu terjadi, pasti restoran tersebut akan gulung tikar dalam waktu singkat. Sebaliknya, para pelayan restoran itu dengan sikapnya yang lembut, ramah, sopan, menghargai, membuat restoran itu ramai pengunjung. Belum makan menunya saja sudah enak dirasakan di hati sikap para pelayan tadi. Harga berapa pun kadang sudah tidak jadi masalah.
Soal uang. Uang itu tidak jatuh dari langit. Uang itu pasti dicari. Dan mencarinya bukan dijalan raya ada uang jatuh seperti itu. Bukan. Tapi uang pindah ke tangan kita, dari orang lain. Sudah dipastikan tidak mungkin orang lain mau membeli, memberi atau memindahkan uangnya kepada kita kalau kita kasar kepada mereka. Uang tidak akan pindah ke kita kalau kita tidak mau berinteraksi dengan mereka. Cara satu-satunya uang bisa pindah ke kita adalah dengan kelembutan, cinta kasih, keramahan, kesabaran, penghormatan, memberi solusi, interaksi yang mesra dengan mereka. Tidak cukup seorang pedagang hanya menyiapkan kualitas produk yang super misalnya. Tidak cukup. Kualitas terbaik belum tentu laku kalau cara jualannya salah. Maka perlu cara jualan yang penuh dengan cinta, dan kelembutan. Bahkan dengan kelembutan, terkadang orang bisa menjual apa saja.
Bandingkan saja, misalnya pedangan A dan B barangnya sama-sama berkualitas. Pedagang A melayani dengan membentak, gue oriented, kasar, tidak menghargai pelanggan misalnya dengan mengatakan, “Kalau lo harga sekian gak mau, sana cari di hutan aja”. Sudah bisa dipastikan pembeli tidak akan kembeli ke tokonya lagi dan sudah pasti mengutukinya. Sementara B melayani dengan ramah, lembut, sopan, kata-katanya penuh dengan rendah hati, enak didengar dan cinta, kasih sayang pada pembelinya. Menurut Anda barang siapa yang lebih banyak lakunya? Ya, jawaban Anda benar, B!
Sebaliknya, Islam tidak menganjurkan kita tergesa-gesa. Bahkan dikatakan bahwa tergesa-gesa itu adalah perbuatan setan. Maksudnya, ketika kita tergesa-gesa, sebetulnya setan yang sedang berperan mempengaruhi pikiran, hati dan perbuatan kita. Contoh orang yang tergesa-gesa, waktunya masih untuk belajar, eeeh malah sudah pacaran. Waktunya belum kaya, malah maksa kaya dengan mencuri dan korupsi. Waktunya nunggu giliran, nyerobot antrian orang, jadinya ditonjok orang. Jalan di kampung yang harusnya pelan-pelan, malah ngebut. Di jalan raya malah pelan-pelan. Jadinya, digebukin orang sekampung atau ditabrak mobil dari belakang atau dijambret maling dari pinggir jalan.
Belajar, bekerja, bercinta, mencari uang, tercapainya target dan suksesnya kehidupan secara garis besar kelembutan banyak memberi peran! Semoga kita bisa menerapkannya...
TTD: Ahmad Saiful Islam 
@tips_kemenangan
@MotivasiAyat

Selasa, 22 Juli 2014

TERCIPTA UNTUK MENJADI RAHMAT



Jika kau merasa sulit menyerap ilmu, lihat lagi dirimu: “Sudahkah aku menyedekahkan ilmuku pada orang lain?”
Jika kau merasa sulit urusanmu, lihat dirimu lagi: “Sudahkah aku mempermudah urusan orang lain?”
Jika kau merasa seret rezekimu, lihat lagi dirimu: “Sudahkah aku menyedekahkan sebagian hartaku?”
Jika kau merasa sempit hati dan pikiran, lihat ulang dirimu: “Jangan-jangan aku ini iri, dengki, dongkol, dendam, hasut, ghibah pada orang lain?”
Jika kau merasa kurang dapat senyum dari orang lain, kurang mendapat perhatian dari orang lain, kurang di-like orang lain, tinjaulah dalam-dalam dirimu: “Sudahkah aku senyum, like, perhatian dan appreciate pada orang lain?”
Orang yang tidak berterimakasih pada orang lain, sejatinya dia tidak berterimakasih kepada Allah. Seorang anak yang tidak menghormati, tidak memulyakan, tidak berterimakasih kepada orangtuanya, sejatinya dia tidak berterimakasih kepada Allah. Ridla Allah itu terletak pada ridla kedua orang tua. Murka-Nya juga terletak pada murka orang tua. Bahkan yang namanya surga itu sudahlah jangan dicari dimana-mana. Cukup kau muliakan, pelihara, jaga, cintai orangtuamu.
Barangsiapa yang mencintai apa yang ada di bumi, maka yang dilangit entah itu Allah, malaikat dan semua makhluk-Nya yang di langit akan mencintainya. Itulah alasan kenapa akherat itu dibangun di dunia sekarang. Ibarat mau panen, kita harus menanam di dunia sekarang. Kalau yang ditanam adalah kebaikan, maka yang dipanen pun juga kebaikan. Begitu juga jika keburukan yang ditabur, itulah juga yang akan dituai. Adapun balasannya, tidak hanya di akherat tapi juga di dunia sekarang.
Inti dari surga itu adalah kebahagian. Orang yang bahagia berkat kebaikan yang ditaburnya, sejatinya dia telah meraih surga di dunia ini. Ketentraman, kedamaian, semangat hidup, orientasi hidupnya jelas, hidupnya, ilmunya, tenaganya semua hidupnya bermanfaat. Bukan hanya bagi dirinya sendiri tapi juga bagi orang lain, dan lingkungan sekitaranya. Tidak pernah yang keluar dari kata-katanya kesiaa-siaan.
Uang, pekerjaan, waktu dan cita-cita memang seharusnya imbang. Bagaimana maksudnya?
Ya, tiap orang harus menyesuaikan antara uang, pekerjaan, waktu dan cita-citanya yang paling besar. Apa gunanya pekerjaan walau meraup uang banyak, tapi banyak membuang waktunya dengan keluarga, apalagi hingga mengabaikan hobi atau cita-citanya yang paling tinggi. Kalau itu terjadi, berarti sama dengan nilai kemanusiaannya, nilai waktunya, nilai cita-citanya masih lebih rendah dari uang. Dia telah melakukan barter yang tidak imbang. Dia rela bekerja siang malam, tulang pakek dibanting-banting lagi, hanya demi uang. Sudah tidak perduli lagi keluarga, dan misi besarnya dan nilai kemanusiaannya. Bahkan hingga terpeleset terjerembab dalam hal-hal yang diharamkan. Sejatinya dia telah kehilangan hidupnya. Itulah yang namanya terperdaya dunia yang sangat jelas menipu dan sangat jelas sementara ini.
OK, umat Islam harus kaya. Umat Islam harus sukses. Umat Islam harus dahsyat dalam ilmu pengetahuan, politik, ekonomi, kesehatan dan kesejahteraan. Umat harus berjuang untuk meraih simbol-simbol pendukung kebahagiaan: ilmu, harta, dan tahta. Namun jangan sampai dilupakan bahwa peran manusia adalah rahmatan lil ‘alamin. Menjadi rahmat bagi semesta alam: manusia, hewan, binatang, daratan, lautan, udara dan sebagainya. Bukan hanya Alquran atau pun hadisnya yang menjadi rahmat bagi semesta. Tapi juga manusianya harus lebih dulu menjadi rahmat bagi semua.
Itulah Islam adalah agama cinta. Cinta kepada Allah, cinta kepada diri sendiri, cinta kepada sesama dan cinta kepada alam. Jalb mashalih wa daf’ al-mafasid. Pikiran apapun, perbuatan apapun, kebijakan apapun, sistem pemerintahan apapun pada ujung-ujungnya harus membawa dampak cinta kasih, rahmat dan kesejahteraan bagi semua manusia.
Nabi Muhammad selalu mewanti-wanti bahwa tidak beriman kalian hingga mencintai apa yang dicintai saudaranya. Bahwa innama al-mu’minun ikhwah, semua orang mukmin pada hakikatnya adalah saudara. Wa’ tashimu bi habl Allah jami’a wala tafarraqu. Asal disitu ada keadilan, maka itulah cinta. Sebelum menuai cinta, rezeki, senyum, maka taburlah dulu ketiganya yang ada dalam dirimu.
 Page Facebook: Ahmad Saiful Islam
Follow >> @tips_kemenangan dan @MotivasiAyat

Senin, 21 Juli 2014

POSITIF SAMA ALLAH DULU


Ingin bahagia sebenarnya simpel. Pertama positive thinking dan positive feeling kepada Allah, kedua pada diri sendiri dan terakhir pada orang lain. Hanya saja sering kita ini melihat setitik noktah hitam di lingkaran besar yang putih. Bukan lingkaran putihnya yang di-blow up, tapi malah titik hitam kecil itu yang dibesar-besarkan.
Perasaan dan pikiran itu masing-masing akan membawa dampak kebahagiaan dan kesuksesan pada pelakunya. Selalu berpikir positif dan berperasaan baik kepada Allah, sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Inilah sumber di atas sumber. Inti segala inti. Positif segala positif. Prinsip di atas prinsip. Jangan sampai ada sedikitpun perasaan dan pikiran negatif kepada Allah. Walaupun hidup kita waktu itu tampaknya kurang enak, tidak baik. Yakinlah, dibalik ketidakenakan, ketidaknyamanan, pasti banyak beribu kenikmatan. Dan dibalik kenyamanan kalau kita terus sabar dan terus berusaha, maka ada kenikmatan di atas kenikmatan.
Positif kepada diri sendiri juga awal dari positif-positif lainnya. Teguhnya prinsip yang berdasar dari ilmu pengetahuan, skill dan cita-cita yang terpuji, ibarat batu karang yang kokoh, tegar. Tidak mudah gelombang mengombang-ambingnya. Tidak mudah angin dan air hujan mengikisnya. Ketika dia sudah tegar seperti itu, maka yang akan tertanam di otak mereka secara otomatis, “Ooo...ternyata dia kuat. Tidak mudah dirobohkan. Wah, hati-hati jangan ceroboh berhadapan dengannya”. Sebaliknya, kalau pada diri sendiri saja tidak punya prinsip, itu seperti ayam yang tidak punya taji. Seperti ular tapi tidak berbisa. Seperti elang yang hilang paruh dan cakarnya. Seperti harimau tapi hanya mengeong. Kalau keadaannya seperti itu, sudahlah jangan harap-harap bahagia apalagi sukses. Karena akan jadi bola anak kecil yang ditendang, kanan, kiri OK.
Ketika sudah positif sama Allah dan diri sendiri, insya Allah orang lain, bahkan alam semesta akan mendukung kebahagiaan dan kesuksesan Anda. Anda seperti magnet yang menarik kebaikan dan menolak keburukan secara otomatis. Anda menyedot kebaikan yang notabene membuat bahagia dan sukses Anda semakin dahsyat. Anda tinggal komit dan konsis pada kebaikan dan memperjuangkan cita-cita Anda.
Berulang-ulang saya sampaikan bahwa Allah jauh-jauh hari sudah bilang “Aku apa kata hamba-Ku saja kepada-Ku”.
Bisa Anda bayangkan. Bagiamana jadinya, kalau Anda negative thinking dan negative feeling sama orang lain, dan orang lain itu tahu sikap Anda itu? Tentu dia juga bad kepada Anda bukan? Nah, Allah itu siang malam selalu mengawasi kita. Dia itu Maha Melihat, Maha Memantau, Maha Mengawasi. Bahkan di setiap gerak hati dan pikiran kita, Allah sedang Menyaksikannya.
Kalau orang yang kita kelabui tahu, tentu dia akan marah. Tentu dia juga akan cuek kepada kita. Tentu dia juga akan tidak menghiraukan kita. Alih-alih diperhatikan, minta tolong sekalipun, belum tentu kita ditolongnya. Karena dia sudah bad kepada kita disebabkan ulah kita sendiri yang bad kepada mereka. Dan memang kalau dipikir-pikir, memang kita sendiri yang salah. Kita sebaiknya berbenah.
Mungkin kalau dengan orang lain, kita bisa membuat-buat. Kita bisa bersikap baik di depannya saja. Walau sebenarnya di hati bad. Orang lain bisa tertipu. Orang lain bisa jadi hanya melihat tampilan luar kita saja di depannya. Tapi sangat-sangat beda dengan Allah. Dia sedikitpun tidak akan lengah. Kalau kita berbuat baik, maka harus benar-benar murni antara hati, pikiran dan perbuatan harus selaras sejalan. Jadi bila kita positif memang harus benar-benar, agar kita selama dan sukses dalam kehidupan ini. Misalnya selalu mendapatkan pertolongan Allah di setiap langkah kita meraih kehidupan yang semakin membaik dari hari ke hari.
Begitulah apa yang kita tabur, tidak akan pernah salah apa yang kita tuai. Kalau padi yang kita tabur, tidak mungkin panen jagung. Begitu juga kalau kebaikan, kelembutan, cinta yang kita tabur, maka itulah yang akan kita tuai nantinya. Jadi jangan pernah bosan untuk terus menabur kebaikan. Jangan pernah malas untuk memberi cinta kepada orang lain dan alam. Mintalah tolong dengan sabar. Jangan pernah menghitung-hitung kebaikan yang kita tabur. Karena cepat atau lambat pasti dan pasti itulah yang akan kita panen. Sabar benar-benar harus menjadi andalan Anda di sini. Jangan pernah puas menabur kebaikan. Panenan Anda nantinya tidak akan pernah tertukar. Karena Allah tidak buta apalagi tidur.

Page Facebook: Ahmad Saiful Islam
Follow >> @tips_kemenangan dan @MotivasiAyat

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...