Tiba-tiba saja dia komen, “Ente ini hidup seperti di alas, nyetel
musik kok keras-keras”.
“Ya emang ane buat keras kok, wong ane seneng”.
“Seneng ya seneng, tapi gimana kalau ada tetangga sakit?”
“Justru karena sakit, gue setelin musik. Biar asyik. Nanti kalau
dia sudah asyik dan happy dengan musik yang gue putar, kan dia bisa jadi
sembuh?! Orang sakit jangan malah didukai, dikasihani, dicemberuti, dingenesi.
Ya, tambah sakit dia. Itu berarti, membenarkan bahwa dia sakit. Endingnya, ya
dia sakit dan sakit terus. Hibur dong! Justru dengan musik, biar dia terhibur
dan melupakan sakitnya. Ini terapi otak kanan, orang bisa sembuh tambah
berobat. Malahan rumah sakit sekarang ada yang menggunakan terapi musik loh!”
“Gue kan terganggu!”
“Kan ente bisa masuk kamar, atau apalah gituh. Buat diri ente tidak
terganggu. Kan banyak cara untuk tidak terganggu. Ente kan udah besar. Masak
untuk tidak terganggu harus gue ajarin sih?!”
“Ya pokoknya gue terganggu!”
“Kalau ente terganggu, jangan orang lain yang disuruh bagaimana.
Tapi ente yang harus bagaimana! Kalau orang lain yang harus bagaimana,
menurutui kesenengan ente, ingat, kesenangan orang lain itu beda dengan ente.
Dan orang kalau sudah seneng, pasti marah kalau kesenenanganya itu ente
larang-larang. Sekali lagi, ente yang harus bagaimana. Bukan orang lain yang
harus bagaimana!”
Menurut Anda siapa yang paling tepat? Saya sendiri, entah lah siapa
yang benar. Yang jelas, hidup ini kalau hanya mengikuti perintah, larangan,
untuk kesenangan orang lain, maka hidup kita seperti tidak ada harganya. Enak
saja, dia melarang-larang untuk dirinya sendiri. Emangnya kesenangannya itu
lebih baik dan lebih berkualitas apa dengan kesenangan Anda?! Kalau urusan
seneng tidak seneng, yang memutar musik keras seneng mutar musik keras, dan
tidak seneng dilarang-larang. Begitu juga sebaliknya, yang melarang tidak
seneng musik keras, dan seneng musik dipelankan atau dimatikan. Artinya,
masing-masing orang menyuruh orang lain mengakhiri kesenangannya untuk dirinya.
Ya ini tidak adil. Terus gimana yang adil? Ya, kembali lagi seperti di atas.
Kalau Anda tidak seneng dengan perilaku seseorang, yang harus bersikap adalah
Anda. Bagaimana Anda bersikap. Jangan sampai Anda melarang orang dan menyuruh
orang untuk bagaimana. Itu tidak adil. Dan sangat kelihatan, Anda melarang
orang mementingkan dirinya sendiri, padahal Anda mementingkan diri Anda sendiri
dengan melarangnya.
Lagian urusan seneng tidak seneng itu beda orang beda pula. Mungkin
saat tetangga Anda mengadakan acara resepsi, dan jamuannya adalah dangdut
koplo, dengan artis yang pakain seksinya bikin kepala pening. Mungkin saya
tidak seneng, dan lebih seneng bila jamuannya seorang kiai, ulama, ustadz atau
tokoh masyarakat yang menyampaikan pidato tentang sikap-sikap etis dan kinerja
tinggi. Lantas, kalau saya tidak seneng, apakah saya menyuruhnya bubar? Kalau
ia, tentu saya dianggap orang gila. Itulah hidup. Urusan seneng dan tidak, itu
masing-masing orang berbeda. Tidak bisa dipaksakan kesenengan Anda kepada orang
lain. Kuncinya adalah toleransi, Anda harus bagaimana bukan orang lain harus
bagaimana. Kasus di atas yang paling OK, yang putar musik, tidak keras-keras
alias wajar saja. Yang mendengar musik, tidak ngelarang-larang. Titik.
Begitu juga, baik menurut Anda, belum tentu baik menurut orang
lain. Mereka akan komen tentang apa yang Anda kerjakan. Ada kisah, seorang
bocah menunggangi kuda, sementara ayahnya menuntun kudanya. Dikomentari, “Anah
gak tahu tata krama. Masak ayahnya disuruh nuntun, dia malah seperti raja?!”.
Akhirnya, sang ayah pun ikut menunggangi kuda itu. Dia komen lagi, “Dasar
manusia tidak punya kasihan sama binatang!”. Itulah komen. Itulah pendapat
orang. Kalau kita tidak punya pendirian, dan hanya mengikuti ocehan burung,
kita akan terombang-ambing. Oleh karenanya, Anda mesti punya sikap tegas,
prinsip, berani, tega dengan apa yang Anda anggap benar. Lagian, kadang orang
itu melarang-larang hanya karena iseng, karena coba-coba dengan pendirian Anda.
Kalau Anda merasa salah, wah satu pintu benteng Anda sudah jebol. Iblis-iblis
akan lebih leluasa menjebol pintu-pintu benteng Anda yang lain, kalau Anda
tidak segera sadar dan tegar. Tidak boleh ada yang menggerogoti pintu benteng
Anda. Anda harus percaya diri bahwa Anda itu benar. Semakin kuat Anda, iblis pun
akan terbirit-birit. Lawanlah itu semua dengan bismillah.
Resiko sikap tegas, berani, percaya diri, teguh pendirin, ini
memang orang lain bisa tidak suka dengan Anda. Lalu bagaimana? Ya, biarin dia
tidak suka dengan kita. Emangnya dia itu siapa?! Orang tidak suka pada Anda,
itu yang susah bukan Anda, tapi dirnya sendiri akan susah, tidak bahagia. Kalau
Anda ikut-ikutan tidak suka kepadanya, Anda yang rugi. Dia kan sebenarnya mau
menyerang Anda, kalau Anda diam saja, menuruti komennya, itu sama saja, Anda
rela ditusuk dengan belati. Konyol ini namanya. Masak takut tidak disukai malah
memilih suka mati. Benar-benar konyol. Jangan hiraukan orang seperti itu.
Ingat, orang itu juga ada yang bodoh, dan ada juga yang jelmaan iblis. Sangat
bisa jadi, orang-orang yang mau menusuk Anda adalah orang-orang bodoh dan iblis
jadi-jadian. Ih, ngeriiii.
Hati-hatilah dalam pergaulan. Karena sering terjadi, seorang teman
“membunuh” temannya yang lain. Tanpa disadari keduanya. Seperti dihina,
dilecehkan dengan alasan gurau. Ini bahaya kalau sampai masuk dalam alam bawah
sadar. Dia akan jadi korban, hidup dalam pesimistis. Dia akan merasa dirinya
tidak berguna, serba salah, sampah masyarakat dan sebenarnya. Kalau tidak
tertolong, dia bisa frustasi dan berakhir tragis. Larinya, bisa narkoba, sex
bebas, hingga bunuh diri. Kenapa? Karena dia sudah merasa dirinya tidak
berguna. Dan memang layak tinggal di penjara dan neraka. Akhirnya, dia menemukan
pembenaran anggapannya terhadap dirinya sendiri itu, dengan benar-benar
melakukan kriminal-kriminal seperti disebut di atas.
Jangan heran, memang
dalam hidup itu ada teman, ada musuh. Bukan hanya Anda, para utusan Allah saja
punya sahabat, juga punya musuh. Walau pun misi Nabi adalah menyelematkan para
musuhnya, tapi faktanya ada juga dari mereka yang tetap jadi musuh hingga
wafatnya. Bahkan dua paman Nabi SAW sendiri. Jadi, jangan heran kalau Anda
punya teman, sahabat dan juga punya musuh. Ini adalah sunnatullah. Sebaik apa
pun Anda, jangan heran kalau ada orang yang tidak suka kepada Anda. Berusaha
menggelincirkan Anda. Mereka senang jika Anda susah. Jadi siapa sebenarna musuh
Anda itu? Dia adalah iblis yang menjelma jadi manusia. Jadi jangan takut pada musuh.
Tetap setialah pada kebenaran Anda dan sikap-sikap etis yang Anda prinsipi.
(sumber gambar: lifestyle.kompasiana.com)
NB: Silahkan IZIN kepada penulis di:
ahmadsaifulislam@gmail.com (085733847622), bila berminat menerbitkan
artikel-artikel di blog resmi ini. Terimakasih, Salam Menang…J) Yuk
diskusi juga di @ipoenkchampion, dapatkan kultweet yang menyegarkan
intelektual, emosional dan spiritual.