Siapa
yang berani berharap, maka dia harus sudah siap kecewa. Semakin besar harapan,
semakin besar potensi untuk kecewa. Apalagi bila harapannya kepada manusia;
kepada atasa, kepada pacar, kepada sahabat, kepada tetangga, dan seterusnya.
Islam
sendiri tidak membiarkan soal berharap ini. Dalam Alquran jelas sekali bahwa
harapan itu memang harus pada Allah saja. Wa ila rabbika farghab. Dan
hanya kepada Tuhanmu, berharaplah. Kenapa harus pada Allah saja? Ya jelas, agar
kita tidak kecewa. Karena hanya Allah yang tidak pernah mengecewakan siapa pun
yang berharap kepada-Nya. Kalau masih manusia, sangat berpotensi untuk membuat
kecewa.
Makanya,
jangan terlalu perfect berharap dari seorang manusia. Kalau Anda punya anak
buah atau karyawan, jangan pernah berharap akan memberikan 100% persis dengan
apa yang Anda harapkan. Kalau Anda punya anak, isteri, murid, bos, rekan
bisnis, dan semisalnya, jangan pernah menyangka mereka akan memuaskan sempurna
harapan Anda.
Soal
janji misalnya. Meski Allah befirrman dengan perintah (fi’il amar), “Hai
orang-orang yang beriman, penuhilah janji-janji kalian”, tapi kalaupun
dilanggar, tetap saja dimaafkan oleh Allah kalau dia minta maaf (istighfar).
Makanya, Allah juga mengampuni semua dosa kecuali syirik. Kenapa satu sisi
Allah memerintah, tapi di sisi lain Allah Maha Mengampuni salah? Karena memang
dari sononya, manusia adalah tempatnya salah dan lupa.
Lalu
apakah hukum percuma? Tidak! Tidak bisa orang mengatakan, “Ah kan diampuni juga
sama Allah, melanggar dikit-dikit kan nggak apa-apa?!”. Sebab, hukum itu
semestinya berfungsi mengurangi potensi salah dan lupa manusia itu sendiri.
Maka, Allah pun memberi reward orang yang lebih teguh dalam mematuhi
hukum-hukum-Nya. Ya tentu beda hadianya antara orang yang taat hukum, dengan
taat-taatan hukum.
Tentu
saja, orang yang lebih taat kepada-Nya, pasti lebih disayang oleh Allah. Dalam
hubungan dengan diri sendiri, kita mesti tetap komitmen dan konsisten berusaha
untuk menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Terutama yang
implikasinya hubungan antar sesama manusia. Namun dalam kaitannya interaksi
dengan manusia lain, kita harus tetap senyum bila menyaksikan kemaksiatan itu.
Jangan sampai, gara-gara tingkah laku ceroboh orang lain, kita tidak bahagia.
Tetap, maafkanlah. Selama kita tetap memaafkan, maka di situ kita dekat dengan
kebahagiaan.
Dengan
mindset seperti itu, diharapkan kita punya persiapan lahir batin. Agar kita
tidak terlalu kecewa. Agar kita tidak putus asa dari rahmat Allah. Dan tetap
yakin bahwa Allah selalu memberi yang terbaik bagi kita.
Di
sinilah sikap tawakkal diperlukan untuk mengambil peran. Kita rencanakan, kita
usahakan, kalau perlu ada hitam di atas putih, namun urusan hasil tetap kita
berharapnya sama Allah saja. Selama hubungan dengan orang lain, maka selama itu
pula masih berpotensi untuk mengecewakan. Tapi, kalau kita menguatkan tawakkal
itu, insya Allah kita akan tetap tegar. Mampu memandang persoalan dengan mata
hati yang masih jernih.
Kita
boleh berharap agar ringking 1. Kemudian diperjuangkan dengan belajar dan
berlatih yang sungguh-sungguh. Belajar lebih banyak dengan cara lebih cerdas.
Dan seterusnya. Tapi, tetap masih berpotensi untuk mengecewakan kalau kita
harapannya masih kepada ringking 1 itu sendiri. Beda kalau kita tetap berharap
kepada-Nya. Yakin bahwa apapun hasilnya adalah yang terbaik bagi kita. Dan
sudah pasti, bahwa Allah tidak menutup mata dengan usaha kita.
Kita
boleh berharap agar omset dagangan kita sekian juta perbulan. Kemudian
diperjuangkan dengan usaha yang keras, cerdas dan ikhlas. Tapi bila masih
terkait interaksi dengan orang lain, tetap saja berpotensi untuk mengecewakan.
Maka, harapannya juga harus tetap kepada Allah, agar kita lebih siap memenej
kekecewaan itu menjadi kebahagiaan dan penuh syukur.
Kita
boleh berharap pacar kita jadi isteri kita, setia dan langgeng dalam
pernikahan. Kemudian diusahakan dengan hati dan qalbu yang cerdas. Tapi, masih
tetap kalau masih interaksi dengan manusia, berpotensi mengecewakan. Dan
seterusnya dan sebagainya.
Maka
dari itu, milikilah mindset yang tergambar dalam doa ini; “Ya Allah, bila ia
baik bagiku, baik bagi agamaku, hidupku dunia dan akherat, mudahkan dan berikan
ia kepadaku. Tapi kalau ternyata dia memang buruk bagiku, buruk bagi agamaku,
dan buruk bagi kehidupan dunia-akhiratku, jauhkan dia dariku. Dan jadikan aku
orang yang ridla terhadap semua ketentuan-Mu”.
Insya Allah dengan
mindset seperti ini, kita menjadi pribadi anti galau. Selamat
mempraktekkan...;)
Gabung juga di @ipoenkchampion.
Mohon izin penulis dulu di ahmadsaifulislam@gmail.com, bila berniat menerbitkan tulisan-tulisan di blog ini. Terima kasih salam menang...:)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar