Rabu, 12 Februari 2014

MINDSET ANTI GALAU



 
Siapa yang berani berharap, maka dia harus sudah siap kecewa. Semakin besar harapan, semakin besar potensi untuk kecewa. Apalagi bila harapannya kepada manusia; kepada atasa, kepada pacar, kepada sahabat, kepada tetangga, dan seterusnya.
Islam sendiri tidak membiarkan soal berharap ini. Dalam Alquran jelas sekali bahwa harapan itu memang harus pada Allah saja. Wa ila rabbika farghab. Dan hanya kepada Tuhanmu, berharaplah. Kenapa harus pada Allah saja? Ya jelas, agar kita tidak kecewa. Karena hanya Allah yang tidak pernah mengecewakan siapa pun yang berharap kepada-Nya. Kalau masih manusia, sangat berpotensi untuk membuat kecewa.
Makanya, jangan terlalu perfect berharap dari seorang manusia. Kalau Anda punya anak buah atau karyawan, jangan pernah berharap akan memberikan 100% persis dengan apa yang Anda harapkan. Kalau Anda punya anak, isteri, murid, bos, rekan bisnis, dan semisalnya, jangan pernah menyangka mereka akan memuaskan sempurna harapan Anda.
Soal janji misalnya. Meski Allah befirrman dengan perintah (fi’il amar), “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah janji-janji kalian”, tapi kalaupun dilanggar, tetap saja dimaafkan oleh Allah kalau dia minta maaf (istighfar). Makanya, Allah juga mengampuni semua dosa kecuali syirik. Kenapa satu sisi Allah memerintah, tapi di sisi lain Allah Maha Mengampuni salah? Karena memang dari sononya, manusia adalah tempatnya salah dan lupa.
Lalu apakah hukum percuma? Tidak! Tidak bisa orang mengatakan, “Ah kan diampuni juga sama Allah, melanggar dikit-dikit kan nggak apa-apa?!”. Sebab, hukum itu semestinya berfungsi mengurangi potensi salah dan lupa manusia itu sendiri. Maka, Allah pun memberi reward orang yang lebih teguh dalam mematuhi hukum-hukum-Nya. Ya tentu beda hadianya antara orang yang taat hukum, dengan taat-taatan hukum.
Tentu saja, orang yang lebih taat kepada-Nya, pasti lebih disayang oleh Allah. Dalam hubungan dengan diri sendiri, kita mesti tetap komitmen dan konsisten berusaha untuk menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Terutama yang implikasinya hubungan antar sesama manusia. Namun dalam kaitannya interaksi dengan manusia lain, kita harus tetap senyum bila menyaksikan kemaksiatan itu. Jangan sampai, gara-gara tingkah laku ceroboh orang lain, kita tidak bahagia. Tetap, maafkanlah. Selama kita tetap memaafkan, maka di situ kita dekat dengan kebahagiaan.
Dengan mindset seperti itu, diharapkan kita punya persiapan lahir batin. Agar kita tidak terlalu kecewa. Agar kita tidak putus asa dari rahmat Allah. Dan tetap yakin bahwa Allah selalu memberi yang terbaik bagi kita.
Di sinilah sikap tawakkal diperlukan untuk mengambil peran. Kita rencanakan, kita usahakan, kalau perlu ada hitam di atas putih, namun urusan hasil tetap kita berharapnya sama Allah saja. Selama hubungan dengan orang lain, maka selama itu pula masih berpotensi untuk mengecewakan. Tapi, kalau kita menguatkan tawakkal itu, insya Allah kita akan tetap tegar. Mampu memandang persoalan dengan mata hati yang masih jernih.
Kita boleh berharap agar ringking 1. Kemudian diperjuangkan dengan belajar dan berlatih yang sungguh-sungguh. Belajar lebih banyak dengan cara lebih cerdas. Dan seterusnya. Tapi, tetap masih berpotensi untuk mengecewakan kalau kita harapannya masih kepada ringking 1 itu sendiri. Beda kalau kita tetap berharap kepada-Nya. Yakin bahwa apapun hasilnya adalah yang terbaik bagi kita. Dan sudah pasti, bahwa Allah tidak menutup mata dengan usaha kita.
Kita boleh berharap agar omset dagangan kita sekian juta perbulan. Kemudian diperjuangkan dengan usaha yang keras, cerdas dan ikhlas. Tapi bila masih terkait interaksi dengan orang lain, tetap saja berpotensi untuk mengecewakan. Maka, harapannya juga harus tetap kepada Allah, agar kita lebih siap memenej kekecewaan itu menjadi kebahagiaan dan penuh syukur.
Kita boleh berharap pacar kita jadi isteri kita, setia dan langgeng dalam pernikahan. Kemudian diusahakan dengan hati dan qalbu yang cerdas. Tapi, masih tetap kalau masih interaksi dengan manusia, berpotensi mengecewakan. Dan seterusnya dan sebagainya.
Maka dari itu, milikilah mindset yang tergambar dalam doa ini; “Ya Allah, bila ia baik bagiku, baik bagi agamaku, hidupku dunia dan akherat, mudahkan dan berikan ia kepadaku. Tapi kalau ternyata dia memang buruk bagiku, buruk bagi agamaku, dan buruk bagi kehidupan dunia-akhiratku, jauhkan dia dariku. Dan jadikan aku orang yang ridla terhadap semua ketentuan-Mu”. 
Insya Allah dengan mindset seperti ini, kita menjadi pribadi anti galau. Selamat mempraktekkan...;)

Gabung juga di @ipoenkchampion.
Mohon izin penulis dulu di ahmadsaifulislam@gmail.com, bila berniat menerbitkan tulisan-tulisan di blog ini. Terima kasih salam menang...:)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...