Sobat,
pernah kan dengar ungkapan “Salah Kaprah”? Ya, frase tersebut terdiri dari dua
kata. “Salah” dan “Kaprah”. Aslinya, kedua kata itu adalah bahasa jawab. Meski,
salah itu juga bahasa Indonesia, tapi tidak ada perbedaan dengan bahasa Jawa.
Adapun “Kaprah”, itu bahasa Jawa. Artinya, umum, biasa.
“Salah”
berarti, keliru, tidak tepat, lawan kata benar. Sedangkan “Kaprah” makanya
sesuatu yang sudah dianggap biasa oleh suatu masyarakat tertentu. Kalau digabung,
menjadi “Salah Kaprah”, maka artinya, sebuah kesalahan yang sudah umum di
massyarat, dan dianggap sudah biasa, sehingga kelihatannya benar.
Tentu
banyak lah, salah kaprah-salah kaprah yang terjadi di masyarakat kita. Terutama
tradisi dan “agama”. Hampir-hampir, tidak ada perbedaan antara tradisi dan
agama bagi mereka. Padahal, keduanya amat sangat berbeda.
Contohnya
Islam. Kalau dimengerti, Islam sebuah agama. Konon, meski Agama ini sudah lahir
sejak Nabi Adam, namun perkembangannya melejit dan tampak jelas mulai Nabi
Muhammad, di Arab. Yang jelas-jelas, menamakan agamanya dengan Islam.
Sebagaimana terekam dalam sudar al-Maidah, alyauma akmaltu lakum dinanamu....
Agama
beda dengan budaya. Walaupun dari Arab, Islam bukanlah Arab. Dan Arab tidak
mesti Islam. Budaya Arab sudah ada duluan sebelum Islam masuk. Apalagi, Islam
bukanlah Jawa. Dan Jawa juga pada dasarnya bukan Islam. Hanya saja, Islam bisa
berasimiliasi dengan budaya. Tapi, kita harus tetap jeli membedakan antara
agama dan budaya, adat atau tradisi. Karena ini sangat penting, agar tidak
“Salah Kaprah”.
Baik,
kita kembali pada Salah Kaprah. Benar sekali, kesalahan yang dianggap biasa itu
justru muncul akibat tidak bisa membedakan antara agama dan tradisi. Kita ambil
contoh, misalnya tahlilan, banjarian, istighatsahan, ziarah wali atau
ziarah kubur, nelonan, tingkeban, resepsi, maulid Nabi dan yang
semisalnya. Ini semua sekali lagi, bukan Agama tapi tradisi. Kalau pesan-pesan
Agama masuk di dalamnya, itu bisa jadi. Tapi, kita bedakan dulu agar tidak
terjadi salah kaprah.
Gunanya,
agar kita tidak terlalu sentimen dengan sahabat kita yang melakukannya.
Mungkin, mereka menemukan kenikmatan di dalamnya. Saya pun pernah mengikutinya,
waktu itu dengan seorang Habib di Masji Nasional Al-Akbar, Surabaya. Juga tidak
begitu ngajak-ngajak, untuk ikut di dalamnya. Karena mungkin, ada hal-hal yang
lebih penting dari tradisi agamis
tersebut.
Hanya
sekedar himbauan, boleh-boleh saja melakukannya asal tidak sampai “menduakan”
Allah. Karena, memang Allah sangat keras ancamannya bagi yang menduakannya,
“Orang mengampuni dosa semuanya, kecuali syirik”. Niatnya harus lurus kepada
dan untuk Allah saja. Nah, termasuk hal-hal yang nyerempet kepada kemusyrikan,
mengimani hal di luar nalar (tahayyul, bid’ah, khurafat), yang tidak ada
sandarannya dalam Alquran dan hadis-hadis yang sahih.
Kenapa
saya ambil contoh-contoh di atas, sekali lagi karena itu yang banyak
di-salahkaprah-i oleh saudara-saudara kita.
Satu
lagi nih, yang semalam saya sampaikan kepada adik-adik yang les di rumah saya.
Tentang Alquran. Yah, Alquran bukan mantra. Bukan pula jimat. Tambah lagi,
bukan nyanyian yang dilantunkan tanpa dipahami maknanya oleh si pembaca, dan
hanya mengganggu kenyenyakan bayi yang sedang lelap tidur.
Benar
sekali, Alquran itu petunjuk. Yang namanya petunjuk, harus diketahui dan
dipahami konten petunjuk tersebut. Saya ilustrasikan begini; ada seorang kakek
dari desa pedalaman bertanya kepada seorang bocah kota, kelas SMP yang
kebetulan cas-cis-cus soal berbasa Inggris dan Arab. Si kakek yang kebetulan
mau shalat, mencari tempat wudhu, bertanya:
“Nak,
Nak, tempat wudhunya dimana yaa..?”
“Go
straight. After that, turn left. Keep walking. There, you are going to find
what you want. Take ritual water there...”
Mendengar
ini, si Kakek pun bertanya balik, “Sampeyan ndungo (sedang berdoa) ta
Nak...?” Hehehe...
Seperti itulah
Alquran. Salah kaprah, kalau hanya dijadikan jimat, mantra, atau
lantunan-lantunan yang tidak dipahmi maknanya. Alquran menjadi tidak berguna
bagi seseorang, kalau dia tidak memahaminya. Dia tidak akan bisa menangkap isi
petunjuk itu sendiri. Kan, yang penting isi petunjuknya?!
NB: Silahkan IZIN kepada penulis di:
ahmadsaifulislam@gmail.com (085733847622), bila berminat menerbitkan
artikel-artikel di blog resmi ini. Terimakasih, Salam Menang…J)
Yuk diskusi juga di
@ipoenkchampion, dapatkan kultweet yang menyegarkan intelektual, emosional dan
spiritual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar