Salah kaprah berikutnya adalah soal pacaran. Ada yang berkata bahwa pacara itu haram. Tidak boleh pacaran. Pacaran adalah maksiat. Lalu, ada yang menjawab, “Emangnya jodoh turun dari langit?! Hmmm, capek deh”.
Namun, jangan heran ada juga yang
walau dilarang keras seperti itu masih saja yang nekat melegalkan pacaran.
Walaupun tidak dibahasakan. Ya, pacaran seperti ini semacam rahasia umum.
Persis seperti money politik alias politik uang, dll.
Pacaran, kalau dimaknai dengan
berdua-duaan antara dua sejoli, di gelap-gelapan, ya sudah jelas itu dilarang
oleh agama. Jangankan yang seperti itu, Islam bahkan memerintah agar
menundukkan pandangan. Ya, menandang keduakali hingga seterusnya, dan lama-lama
saja tidak boleh. Kalau sebentar? Atau kalau sekilas saja? Boleh! Imam Ali
pernah berucap, “Pandangan pertama itu adalah nikmat. Sedangkan yang kedua
adalah petaka”. Nabi Muhammad pun bersabda bahwa bila hanya ada dua sejoli
dalam satu tempat, maka yang ketiga adalah setan. Nah loo..
Tapi kalau sekedar kenal, ini salah
besar kalau dianggap pacaran. Dengan jelasnya Allah menegaskan, “Kami
menciptakan kalian dari jenis laki-laki dan perempuan, bersuku-suku dan
berbangsa-bangasa, agar saling mengenal”.
Ya seorang perjaka tidak dilarang
mengenal seorang gadis. Begitu juga seorang gadis, tidak dilarang mengenal
seorang perjaka. Bahkan hal demikian sangat dianjurkan dalam Alquran.
Tentu saja, perkenalan tersebut
tidak hanya sebatas namanya. Tapi juga menyangkut asal usulnya, keluarganya,
pendidikannya, pekerjaannya, lingkungannya, teman-temannya, hingga kecantikan
hatinya. Wong Nabi Muhammad saja bersabda, “Wanita itu dinikahi karena
cantiknya, kayanya, keturunannya atau agamanya. Pilihlah yang punya agama, maka
kau akan beruntung”. Nah, untuk bisa tahu seseorang baik agamanya, tentu tidak
bisa tidak kita mesti mengenalnya.
Perkenalan itu, memang dari
temannya. Dari saudaranya. Dari keluarganya. Tapi, kalau pun darinya langsung,
itu tidak jadi masalah. Asal tetap menjaga kesopanan dan adab pergaulan.
Sekali lagi, perkenalan itu
dianjurkan oleh Allah. Tidak terkecuali antara perjaka dan seorang gadis.
Bahkan, tidak jadi masalah juga kalau memang “mengincar” si dia untuk menjadi
pendamping hidup kelak. Asal yang perlu digarisbawahi adalah, KALAU SUDAH
WAKTUNYA. Memang sudah usianya mendekati pernikahan. Nyantri sudah. Sekolah
sudah. Kuliah sudah. Atau bahkan, pekerjaan juga sudah. Maka yang demikian,
perkenalan yang lebih lanjut tidak menjadi masalah. Lagi-lagi, harus tetap
menjaga adab pertemanan, dan tidak berdua-duaan di tempat sepi.
Kalau masih nyantri, masih sekolah,
masih kuliah, terpikir menjalin hubugan serius dengan lawan jenis pun jangan
pernah. Itu akan melenyapkan hidupmu sekarang dan masa depan! Sekali lagi,
sudah waktunya saja.
Dan yang penting juga, harus
ditarget kapan mau melamar dan segera menikah. Satu bulan, dua bulan, dan
maksimal tiga bulan. Ingat, jangka waktu itu untuk mengenalnya. Itu sudah amat
sangat cukup untuk mengenal apakah dia salih atau thalih. Baik atau buruk
(lebih kepada akhlaknya).
Kalau memang sudah cocok, segera
putuskan bertemu orang tuanya. Kalau tidak cocok, segera cari yang lain. Tega
memang. Tapi ini untuk kebaikan Anda dan si dia.
Ada yang bilang, “Tidak usah
beda-bedain, laki-laki dan perempuan saat mereka belajar, ngaji, organisasi dan
aktivitas yang bermanfaat lainnya. Sebab dalam kegiatan demikian, mereka bukan
lagi wanita ataupun laki-laki. Tidak ada bedanya lagi. Mereka waktu demikian
adalah khalifah. Jadi wanita dan laki-laki, itu saat di kasur saja. 15 menit
itu sudah lama...”, hehehe.
Jangan khawatir, si dia diambil
orang, kalau memang dirimu belum waktunya. Allah sudah menjamin jodohmu. Kalau
si dia menikah dengan orang, pastikan itu bukan jodohmu. Rasa cinta sesaat,
pastikan itu bisikan iblis mencelakakan “pertapaanmu”. Jodohmu adalah dia yang
menikah denganmu kelak.
“Gimana, saat saya sudah waktunya,
tapi dia sudah punya pacar?” Terkait dengan ini, teman saya punya filosofi yang
keren, “Ngambil pacar orang untuk dinikahi itu bagus. Yang jelek tuh, ngambil
tunangan atau isteri orang lain”. Ya, tentu si dia suruh menegaskan dulu pada
pacarnya, kapan menikahinya. Kalau dia tidak bisa menjawab, berarti dia
main-main. Untuk kondisi demikian, saya mengamininya.
Terakhir dari saya, “Jodoh itu di
tangan Allah. Kalau tidak dijemput, tetap di tangan Allah. Persis seperti
rezeki, dan surga”.
NB: Silahkan IZIN kepada penulis di:
ahmadsaifulislam@gmail.com (085733847622), bila berminat menerbitkan
artikel-artikel di blog resmi ini. Terimakasih, Salam Menang…:)
Yuk diskusi juga di
@ipoenkchampion, dapatkan kultweet yang menyegarkan intelektual, emosional dan
spiritual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar