Jangan
benci kepada kesalahan kecil. Benci, dengki, iri, dongkol nggak boleh
bersemayam di hati. Kalau pun mampir, jadikan melintas saja. Segera lepaskan
atau delete sekalian. Karena, akal dan hati kita tidak untuk itu dititipkan
Allah. Tapi untuk hal-hal besar terkait dengan tugas kekhalifahan.
Ketegasan,
tentu berbekas di hati. Tapi, sebenarnya gunakan akal saja. Ketegasan sertai
dengan otak, tanpa harus terlalu diambil hati. Yang lalu biarlah berlalu.
Carilah masalah lagi sekarang dan di depan. Bukan terpaku pada masalah-masalah
kecil yang menyedot perhatian hati kita.
Kalau
berbuat biar dipuji, kecaci, atau diketahui orang lain, namanya kafir’. Berbuat
agar tidak dipuji, dicaci atau diketahui orang lain, namanya riya’. Yang lurus
adalah karena Allah saja. Nah, karena Allah itu don’t care kepada manusia. Mau
memuji, mau mengejek, mau diketahui, mau tidak, tidak usah diperdulikan.
Manusia harus disilang. Pandanglah Allah saja.
Satu
sisi, kita memang harus menyesuikan diri dengan orang lain. Fungsinya, agar
kemudian hari mereka tertarik dalam dunia kita. Namun bersamaan dengan itu,
orang lain harus menyesuikan kita. Maka, buatlah diri kita menjadi cahaya. Nah,
tidak ada ceritanya cahaya menghampiri kegelapan.
Urusan
hal-hal kecil, okelah kita ngalah. Kalau buah apel Anda dimakan teman tanpa
izin, okelah membiarkan. Tapi untuk urusan-urusan besar dan penting, haram kita
ngalah. Kenapa? Karena memang itulah fungsi agama. Yaitu melindungi diri,
harta, agama, akal, keluarga, ilmu, dan seterusnya.
Saya
tidak tahu, bagaimana lingkungan Anda masing-masing. Tentu saja berbeda. Namun,
sepengetahuan saya bahwa lingkungan itu banyak yang menghambat meraih visi
kita. Atau paling tidak, membuat lambat hingga parahnya membuyarkan impian atau
visi kita. Maka, kita harus tegas mengatakan tidak bergaul dengan mereka. Kita
mesti tegas mengatakan tidak bahwa memang itu tidak berguna bagi visi kita.
Meski secara umum ada manfaatnya yang kecil, terutama bagi mereka.
Perlu
untuk ditegaskan lagi, bahwa kita diciptakan bukan untuk menjadi sampah. Tapi
sebuah makhluk hasil desain Allah untuk mengembang tugas kekhalifahan. Untuk
mengharumkan nama-Nya dan mewujudkan kehendak-kehendak-Nya. Ya, kita adalah
delegasi Tuhan. Setiap kita memiliki visi misi ketuhanan ini.
Maka,
sempatkanlah merenung dan berpikir. Untuk mengetahui mana yang benar-benar
besar dan harus diperjuangkan. Dan mana yang memang kecil, memang remeh, memang
tidak penting, yang tidak sepatutnya menjadi perhatian hati dan pikiran kita.
Sekali lagi, akal pikiran ini adalah untuk hal-hal besar menyongsing perubahan
besar yang selalu berorientasi pada kebaikan, kebenaran dan keindahan.
Tentu
sangat sayang, bila Anda punya rumah sebesar istana namun hanya dihuni Anda
saja. Atau sangat sayang bila Anda punya rumah, namun tidak dihuni sehingga
dijadikan tempat sampah oleh orang lain. Seperti itulah hati dan akal pikiran
kita. Sayang bila ditempati sesuatu yang remeh bahkan sampah atau bangkai
akibat ulah tidak bertanggungjawab lingkungan. Padahal, inti dari manusia
sejatinya adalah hati, akal, dan pikirannya. Ini benar-benar amat mahal.
Ingat,
tidak semua yang menyenangkan itu positif bagi hati, akal pikiran kita. Bahkan
sudah umum “senang-senang” sering melenakan. Moment seperti itu adalah
kesempatan emas bagi iblis untuk menggelincirkan kita. Mencari kesenangan boleh
saja. Asal tetap waspada. Padahal, dengan hati, akal pikiran yang bersih bisa
menghibur pemiliknya tanpa harus mencari dari luar. Kebahagiaan itu, bukan soal
materi. Tapi soal bagaimana memenej hati dengan akal yang terpelihara.
Masih
banyak hal-hal besar yang butuh perhatian kita. Hati dan akal pikiran kita
memang telah diberi kapabilitas oleh Allah untuk hal-hal besar dan jauh lebih
bermanfaat bagi kehidupan. Sudah banyak buktinya, para ilmuwan, seniman,
sastrawan, budayawan, agamawan dan seterusnya. Mereka adalah orang-orang yang
menang dan sukses membawa dirinya pada cahaya. Sehingga cahaya itu mantul dari
dirinya yang diikuti oleh orang-orang dan lingkungan di sekitarnya.
Kalau
sudah demikian, insya Allah kegelapan akan menghampirinya secara
berangsur-angsur. Cahaya menerangi kegelapan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar