Kamis, 27 Februari 2014

BIJAKSANA MENYIKAPI KESENANGAN



Tiba-tiba saja dia komen, “Ente ini hidup seperti di alas, nyetel musik kok keras-keras”.
“Ya emang ane buat keras kok, wong ane seneng”.
“Seneng ya seneng, tapi gimana kalau ada tetangga sakit?”
“Justru karena sakit, gue setelin musik. Biar asyik. Nanti kalau dia sudah asyik dan happy dengan musik yang gue putar, kan dia bisa jadi sembuh?! Orang sakit jangan malah didukai, dikasihani, dicemberuti, dingenesi. Ya, tambah sakit dia. Itu berarti, membenarkan bahwa dia sakit. Endingnya, ya dia sakit dan sakit terus. Hibur dong! Justru dengan musik, biar dia terhibur dan melupakan sakitnya. Ini terapi otak kanan, orang bisa sembuh tambah berobat. Malahan rumah sakit sekarang ada yang menggunakan terapi musik loh!”
“Gue kan terganggu!”
“Kan ente bisa masuk kamar, atau apalah gituh. Buat diri ente tidak terganggu. Kan banyak cara untuk tidak terganggu. Ente kan udah besar. Masak untuk tidak terganggu harus gue ajarin sih?!”
“Ya pokoknya gue terganggu!”
“Kalau ente terganggu, jangan orang lain yang disuruh bagaimana. Tapi ente yang harus bagaimana! Kalau orang lain yang harus bagaimana, menurutui kesenengan ente, ingat, kesenangan orang lain itu beda dengan ente. Dan orang kalau sudah seneng, pasti marah kalau kesenenanganya itu ente larang-larang. Sekali lagi, ente yang harus bagaimana. Bukan orang lain yang harus bagaimana!”
Menurut Anda siapa yang paling tepat? Saya sendiri, entah lah siapa yang benar. Yang jelas, hidup ini kalau hanya mengikuti perintah, larangan, untuk kesenangan orang lain, maka hidup kita seperti tidak ada harganya. Enak saja, dia melarang-larang untuk dirinya sendiri. Emangnya kesenangannya itu lebih baik dan lebih berkualitas apa dengan kesenangan Anda?! Kalau urusan seneng tidak seneng, yang memutar musik keras seneng mutar musik keras, dan tidak seneng dilarang-larang. Begitu juga sebaliknya, yang melarang tidak seneng musik keras, dan seneng musik dipelankan atau dimatikan. Artinya, masing-masing orang menyuruh orang lain mengakhiri kesenangannya untuk dirinya. Ya ini tidak adil. Terus gimana yang adil? Ya, kembali lagi seperti di atas. Kalau Anda tidak seneng dengan perilaku seseorang, yang harus bersikap adalah Anda. Bagaimana Anda bersikap. Jangan sampai Anda melarang orang dan menyuruh orang untuk bagaimana. Itu tidak adil. Dan sangat kelihatan, Anda melarang orang mementingkan dirinya sendiri, padahal Anda mementingkan diri Anda sendiri dengan melarangnya.
Lagian urusan seneng tidak seneng itu beda orang beda pula. Mungkin saat tetangga Anda mengadakan acara resepsi, dan jamuannya adalah dangdut koplo, dengan artis yang pakain seksinya bikin kepala pening. Mungkin saya tidak seneng, dan lebih seneng bila jamuannya seorang kiai, ulama, ustadz atau tokoh masyarakat yang menyampaikan pidato tentang sikap-sikap etis dan kinerja tinggi. Lantas, kalau saya tidak seneng, apakah saya menyuruhnya bubar? Kalau ia, tentu saya dianggap orang gila. Itulah hidup. Urusan seneng dan tidak, itu masing-masing orang berbeda. Tidak bisa dipaksakan kesenengan Anda kepada orang lain. Kuncinya adalah toleransi, Anda harus bagaimana bukan orang lain harus bagaimana. Kasus di atas yang paling OK, yang putar musik, tidak keras-keras alias wajar saja. Yang mendengar musik, tidak ngelarang-larang. Titik.
Begitu juga, baik menurut Anda, belum tentu baik menurut orang lain. Mereka akan komen tentang apa yang Anda kerjakan. Ada kisah, seorang bocah menunggangi kuda, sementara ayahnya menuntun kudanya. Dikomentari, “Anah gak tahu tata krama. Masak ayahnya disuruh nuntun, dia malah seperti raja?!”. Akhirnya, sang ayah pun ikut menunggangi kuda itu. Dia komen lagi, “Dasar manusia tidak punya kasihan sama binatang!”. Itulah komen. Itulah pendapat orang. Kalau kita tidak punya pendirian, dan hanya mengikuti ocehan burung, kita akan terombang-ambing. Oleh karenanya, Anda mesti punya sikap tegas, prinsip, berani, tega dengan apa yang Anda anggap benar. Lagian, kadang orang itu melarang-larang hanya karena iseng, karena coba-coba dengan pendirian Anda. Kalau Anda merasa salah, wah satu pintu benteng Anda sudah jebol. Iblis-iblis akan lebih leluasa menjebol pintu-pintu benteng Anda yang lain, kalau Anda tidak segera sadar dan tegar. Tidak boleh ada yang menggerogoti pintu benteng Anda. Anda harus percaya diri bahwa Anda itu benar. Semakin kuat Anda, iblis pun akan terbirit-birit. Lawanlah itu semua dengan bismillah.
Resiko sikap tegas, berani, percaya diri, teguh pendirin, ini memang orang lain bisa tidak suka dengan Anda. Lalu bagaimana? Ya, biarin dia tidak suka dengan kita. Emangnya dia itu siapa?! Orang tidak suka pada Anda, itu yang susah bukan Anda, tapi dirnya sendiri akan susah, tidak bahagia. Kalau Anda ikut-ikutan tidak suka kepadanya, Anda yang rugi. Dia kan sebenarnya mau menyerang Anda, kalau Anda diam saja, menuruti komennya, itu sama saja, Anda rela ditusuk dengan belati. Konyol ini namanya. Masak takut tidak disukai malah memilih suka mati. Benar-benar konyol. Jangan hiraukan orang seperti itu. Ingat, orang itu juga ada yang bodoh, dan ada juga yang jelmaan iblis. Sangat bisa jadi, orang-orang yang mau menusuk Anda adalah orang-orang bodoh dan iblis jadi-jadian. Ih, ngeriiii.
Hati-hatilah dalam pergaulan. Karena sering terjadi, seorang teman “membunuh” temannya yang lain. Tanpa disadari keduanya. Seperti dihina, dilecehkan dengan alasan gurau. Ini bahaya kalau sampai masuk dalam alam bawah sadar. Dia akan jadi korban, hidup dalam pesimistis. Dia akan merasa dirinya tidak berguna, serba salah, sampah masyarakat dan sebenarnya. Kalau tidak tertolong, dia bisa frustasi dan berakhir tragis. Larinya, bisa narkoba, sex bebas, hingga bunuh diri. Kenapa? Karena dia sudah merasa dirinya tidak berguna. Dan memang layak tinggal di penjara dan neraka. Akhirnya, dia menemukan pembenaran anggapannya terhadap dirinya sendiri itu, dengan benar-benar melakukan kriminal-kriminal seperti disebut di atas. 
Jangan heran, memang dalam hidup itu ada teman, ada musuh. Bukan hanya Anda, para utusan Allah saja punya sahabat, juga punya musuh. Walau pun misi Nabi adalah menyelematkan para musuhnya, tapi faktanya ada juga dari mereka yang tetap jadi musuh hingga wafatnya. Bahkan dua paman Nabi SAW sendiri. Jadi, jangan heran kalau Anda punya teman, sahabat dan juga punya musuh. Ini adalah sunnatullah. Sebaik apa pun Anda, jangan heran kalau ada orang yang tidak suka kepada Anda. Berusaha menggelincirkan Anda. Mereka senang jika Anda susah. Jadi siapa sebenarna musuh Anda itu? Dia adalah iblis yang menjelma jadi manusia. Jadi jangan takut pada musuh. Tetap setialah pada kebenaran Anda dan sikap-sikap etis yang Anda prinsipi.
(sumber gambar: lifestyle.kompasiana.com)

NB: Silahkan IZIN kepada penulis di: ahmadsaifulislam@gmail.com (085733847622), bila berminat menerbitkan artikel-artikel di blog resmi ini. Terimakasih, Salam Menang…J) Yuk diskusi juga di @ipoenkchampion, dapatkan kultweet yang menyegarkan intelektual, emosional dan spiritual.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...