Rabu, 19 Februari 2014

REZEKI, JODOH, KEMATIAN



Menurut konsep nasib yang kadung dipercaya bahwa rezeki, jodoh, dan kematian adalah ketetapan mutlak sebelum seorang manusia dilahirkan. Karena itu, kita tidak bisa menolaknya ataupun mengejarnya.
            Rezeki, jodoh, dan kematian seseorang sudah ditetapkan oleh Allah, maka apapun yang terjadi, kita tidak bisa mengubah-ubahnya. Sehebat apapun usaha mencari rerzeki, kalau Allah sudah menakdirkan miskin (sebelum kita lahir), maka miskin jugalah yang kita dapatkan. Sebaliknya, kalau Allah sudah menakdirkan kaya, semalas apapun kita, ya bakal tetap kaya. Begitu juga soal jodoh dan kematian.
            Sungguh, ini kesimpulan yang tidak bisa dipahami. Tidak ada dalam kenyataan hidup kita. Juga tidak ada di dalam Alquran. Mana ada orang yang bermalas-malasan bisa kaya raya. Apalagi, Allah tidak begitu “menyukai” orang-orang yang malas. Dalam hal apapun. Termasuk mencari karunia-Nya berupa rezeki dalam kehidupan.
            Malah, Allah mendorong hamba-Nya untuk berusaha maksimal agar mendapatkan hasil yang lebih, bukan sekedar cukup. Perintah-Nya tegas, seperti dalam surat al-Jumu’ah ayat 10, “Bila shalat telah ditunaikan, bertebarlah di muka bumi, carilah rezeki (yang lebih) Allah, dan ingatlah Allah sebanyak mungkin agar kalian sukses”.
            Kenyataan juga menunjukkan bahwa besar kecilnya rezeki seseorang juga dipengaruhi oleh usaha yang ia lakukan. Meski, belum tentu usaha itu memberi hasil seperti yang diinginkan. Banyak faktor yang terlibat dalam mencapai hasil itu. Namun yang jelas, rezeki seorang manusia tidak mutlak ditetapkan sebelum kelahirannya. Kalau Anda ingin membuktikannya, contohnya sangat sederhana dan banyak.
            Anda langsung bisa membuktikan hasilnya. Ambillah waktu sebulan saja. Bandingkan, Anda bekerja dan tidak bekerja. Apakah rezeki Anda sama besarnya? Anda berusaha dan bermalas-malasan, apakah hasilnya juga sama? Pasti Anda akan mengetahui dengan persis jawabannya: tidak sama!
            Kalau begitu, nasib kaya atau miskin itu sudah ditetapkan Allah atau belum? Jangan ragu, Anda pasti ingin menjawab: “belum”. Ya, ternyata setiap kita memiliki derajat “kebebasan tertentu” untuk berusaha dan menentukan bakal punya rezeki atau tidak. Begitu tulis Agus Mustofa.
            “Wah, nasibku lagi mujur”, kalimat ini sering menjebak pemahaman kita, bahwa seakan-akan segala sesuatunya telah ditetapkan sebelum kejadian. Kenapa kita kadang merasakan “kemujuran” dan “kesialan”? Sebetulnya, ini bukan karena nasib yang sudah ditetapkan sebelumnya, tetapi oleh situasi batin dan usaha yang kita lakukan.
            Jadi kesuksesan dalam hal rezeki bergantung kepada usaha dan kepintaran kita. Meskipun tidak bersifat mutlak. Realitas di sekitar kita membuktikan itu. Dan Allah pun berfirman seperti itu, dalam banyak ayat.
            Tidak ada alasan yang mendukung secara meyakinkan bahwa rezeki yang kita terima telah ditentukan sebelumnya. Karena itu, juga tidak ada alasan pembenar untuk mengatakan bahwa kita tidak perlu berusaha untuk mencari rezeki, karena rezeki itu bakal datang sendiri. Ia sudah ditetapkan oleh Sang Pencipta.
            Bacalah berbagai ayat berikut ini, niscaya kita akan meyakini bahwa Allah “menunggu” usaha kita untuk menghasilkan kesuksesan kehidupan kita sendiri.
            Pertama, surat al-Isra’[17], ayat 18 sampai 20: Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.
Barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.
Kepada masing-masing golongan baik golongan ini maupun golongan itu, Kami berikan bantuan dari kemurahan Tuhanmu, dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi.
Kedua, surat al-Shaffat[37], ayat 61: Untuk kemenangan serupa ini hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja.
 

NB: Silahkan IZIN kepada penulis di: ahmadsaifulislam@gmail.com (085733847622), bila berminat menerbitkan artikel-artikel di blog resmi ini. Terimakasih, Salam Menang…J)
Yuk diskusi juga di @ipoenkchampion, dapatkan kultweet yang menyegarkan intelektual, emosional dan spiritual.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...