—Saiful Islam*—
“Jika ada orang fasik membawa
berita, periksalah dengan teliti agar kamu tidak mencelakakan umat...”
(QS.49:6)
Menurut Wikipedia, hoaks
adalah berita bohong yang sengaja dibuat menjadi seolah-olah kebenaran. Kamus Oxford
mengartikan hoaks, itu tindakan yang bertujuan untuk meyakinkan orang pada
sesuatu yang salah. Kamus Cambridge, hoaks merupakan tipuan yang
dimainkan untuk memperdaya orang. Merriam-Webster, hoaks diartikan
tipuan yang sengaja dibuat supaya orang menerima dan meyakini sebagai
kebenaran.
Silverman (2015) menyatakan hoaks
adalah rangkaian informasi yang memang sengaja disesatkan, namun ‘dijual’
sebagai kebenaran. Sedangkan Werme (2016) memahami fake news atau hoax
news sebagai berita palsu yang mengandung informasi yang sengaja
menyesatkan orang serta memiliki agenda politik tertentu. Selain itu, motif
hoaks, itu misalnya sengaja untuk menimbulkan keresahan publik, menarik
simpati, likes dan viewers, sampai keisengan belaka.
Dalam Ilmu Hadis, Rasulullah pun
pernah menjadi objek pemalsuan. Berbohong atas nama Rasul. Yaitu Hadis mawdhu’
(palsu). Alias Hadis hoaks. Disebutkan bahwa pemalsuan Hadis itu sejak
terjadinya fitnah al-kubro (fitnah besar)—pertentangan antar Sahabat Ali
(w. 40 H) dan Muawiyah (w. 60 H) dan terpecahnya Kaum Muslimin menjadi bermacam
aliran dan golongan.
Pelaku pemalsuan itu adalah di
antara pengikut masing-masing untuk menjatuhkan lawan. Dan tak menutup kemungkinan,
yakni sejak terjadinya fitnah pada masa Utsman (w. 35 H). Menurut Ulama Hadis,
negeri Irak menjadi ‘pabrik’ Hadis hoaks untuk pertama kalinya.
Motif pemalsuan Hadis, itu antara lain
yaitu pembelaan terhadap aliran politik, pembelaan terhadap pendapat agama—akidah,
ushul, furu’, termasuk masalah fikih, pembelaan aliran geografis, ingin
mendekati penguasa, mencari pendukung (massa), kultus individu, cerita dan
nasehat fiktif yang memotivasi atau mengancam, sampai orang di luar
Islam—Zindik—yang berniat menghancurkan Islam dari dalam.
Adapun di zaman kita sekarang,
kerap dijumpai beberapa macam hoaks. Antara lain hoaks pesan berantai. Modusnya
seperti kalau share ke beberapa kontak atau WA Group akan mendapat
rezeki nomplok, kabar gembira yang tidak terduga-duga sebelumnya, haji dan
umroh ajaib, atau sebaliknya—mendapat bahaya kalau tidak share.
Ada lagi hoaks virus (info ada
virus pada HP atau komputer yang sebenarnya tidak terinfeksi), hoaks pencemaran
nama baik, hoaks kisah pilu atau sedih, hoaks urban legend—seperti
cerita seram tentang benda, tempat atau kegiatan tertentu dan hoaks hadiah
gratis.
Tergolong hoaks adalah berita
disinformasi. Paling tidak, terdiri dari pertama, konten menyesatkan (misleading
content). Cara membuatnya, yaitu memanfaatkan informasi asli seperti
gambar, pernyataan resmi atau statistik. Tetapi diedit dan tidak dihubungkan
dengan konteks aslinya.
Kedua, adalah
informasi salah konteks (false context). Yakni menggunakan informasi
asli, tetapi disebar dalam konteks yang salah. Biasanya, informasi yang dipakai
adalah pernyataan, foto atau video peristiwa yang pernah terjadi pada suatu
lokasi. Tetapi konteksnya diubah sehingga tidak sesuai lagi dengan kenyataan.
Ketiga, salah
koneksi (false connection). Yaitu memakai judul, caption, atau
sumber visual yang tidak sesuai dengan konten tulisan.
Keempat, adalah konten
tiruan (imposter content). Cara menyesatkannya, yaitu mendompleng
ketenaran suatu pihak. Penjahat ini membuat tiruan yang terlihat seolah-olah
asli untuk menipu publik.
Kelima, berupa konten
manipulasi (manipulated content). Yaitu dengan memanipulasi informasi
asli untuk mengelabui bahkan memprovokasi pembaca agar percaya. Biasanya berita
yang diedit, diseting dan dipalsukan itu diambil dari media-media besar.
Yang terakhir adalah konten palsu (fabricated
content). ‘Fakta-fakta’ yang dicantumkan dalam konten ini, sama sekali
tidak bisa dipertanggungjawabkan. Karena memang tidak pernah ada. Murni
hayalan.
Jadi sangat jelas bahwa tidak semua
berita yang kita baca di internet, termasuk di media sosial (WA, Facebook,
Instagram, Twitter, SMS, dan lain-lain), itu benar adanya. Hoaxes itu
nyata. Maka kita harus berpikir kritis (logis dan rasional) bahkan skeptis
(tidak langsung percaya dan terbiasa melakukan crosscheck dan
verivikasi).
Untuk merespon fenomena Hadis,
misalnya, itu ulama mempunyai ilmu sebagai alat untuk proses verivikasi
tersebut. Apakah sebuah Hadis bisa diterima ataukah harus diletakkan. Yaitu
terutama, Ilmu Kritik Hadis. Hadis dikatakan sahih atau lolos uji, paling tidak
ditinjau dari dua sisi. Pertama, sisi sanadnya (rangkaian periwayatnya).
Kedua, dari sisi matannya (redaksi Hadis itu sendiri).
Proses verivikasi itu menghasilkan
Hadis sahih, Hadis lemah (dhoif) dan Hadis palsu. Buku-buku kumpulan
Hadis hoaks antara lain Al-Mawdhu’at karya Ibnu al-Jawziy, Al-La’ali
al-Mashnu’ah fi al-Ahadits al-Mawdhu’ah karya Al-Suyuthi, Tanzih
al-Syari’ah al-Marfu’ah ‘an al-Ahadits al-Syani’ah al-Mawdhu’ah karya Ibnu
‘Iraq al-Kittani dan Silsilah al-Ahadits al-Dho’ifah karya Al-Albani.
Adapun berita-berita yang bersumber
dari internet di masa kita sekarang ini, bisa dilakukan verifikasi dengan
misalnya sebagai berikut. Lebih waspada dan hati-hati dengan judul yang
sensasional dan provokatif.
Jika berupa gambar atau foto, bisa
dibuka Google Image. Klik icon kamera dan upload gambar
yang mau dicek. Atau copas link/URL gambar yang akan diperiksa
benar tidaknya.
Jika berupa link, cek
URL-nya dan cek kredibilitas situsnya dengan mengidentifikasi pemilik situs
atau admin websitenya di menu/halaman ‘About Us’ atau ‘Tentang Kami’.
Jika situsnya belum terverifikasi
sebagai institusi pers resmi, seperti berdomain blog, maka informasinya masih
meragukan. Ada sekitar 43.000 situs di Indonesia yang mengklaim sebagai portal
berita.
Bandingkan dengan situs-situs mainstream.
Seperti Jawa Pos, Detik, Kompas dan lain-lain.
Jika info yang diduga hoaks itu
dari WhatsApp, tanyakan kepada pengirimnya sumber ia memperoleh info tersebut.
Jika jawabannya ‘kiriman teman’ atau ‘copas dari group sebelah’ terindikasi
kuat itu hoaks.
Sebaiknya jangan mudah cepat
percaya apabila sebuah informasi itu berasal dari pegiat ormas, tokoh politik
atau pengamat.
Bisa pula ikut bergabung ke dalam
group diskusi anti hoaks. Di Facebook, misalnya Forum Anti Fitnah, Hasut dan
Hoax (FAFHH), Indonesia Hoax Buster, Indonesian Hoaxes dan Sekoci.
Jawa Pos versi cetak pun, biasanya
di halaman 4, menyediakan rubrik Hoax Atau Bukan yang setiap hari memverivikasi
kebohongan berita yang masih hangat.
Semoga bermanfaat. Walloohu
a’lam bishshowaab….
*Penulis buku Ayat-Ayat Kemenangan,
dll.