Selasa, 08 September 2020

KRITIK KABAR BURUNG

 

—Saiful Islam*—

 “Jika ada orang fasik membawa berita, periksalah dengan teliti agar kamu tidak mencelakakan umat...” (QS.49:6)

 Menurut Wikipedia, hoaks adalah berita bohong yang sengaja dibuat menjadi seolah-olah kebenaran. Kamus Oxford mengartikan hoaks, itu tindakan yang bertujuan untuk meyakinkan orang pada sesuatu yang salah. Kamus Cambridge, hoaks merupakan tipuan yang dimainkan untuk memperdaya orang. Merriam-Webster, hoaks diartikan tipuan yang sengaja dibuat supaya orang menerima dan meyakini sebagai kebenaran.

 Silverman (2015) menyatakan hoaks adalah rangkaian informasi yang memang sengaja disesatkan, namun ‘dijual’ sebagai kebenaran. Sedangkan Werme (2016) memahami fake news atau hoax news sebagai berita palsu yang mengandung informasi yang sengaja menyesatkan orang serta memiliki agenda politik tertentu. Selain itu, motif hoaks, itu misalnya sengaja untuk menimbulkan keresahan publik, menarik simpati, likes dan viewers, sampai keisengan belaka.

 Dalam Ilmu Hadis, Rasulullah pun pernah menjadi objek pemalsuan. Berbohong atas nama Rasul. Yaitu Hadis mawdhu’ (palsu). Alias Hadis hoaks. Disebutkan bahwa pemalsuan Hadis itu sejak terjadinya fitnah al-kubro (fitnah besar)—pertentangan antar Sahabat Ali (w. 40 H) dan Muawiyah (w. 60 H) dan terpecahnya Kaum Muslimin menjadi bermacam aliran dan golongan.

 Pelaku pemalsuan itu adalah di antara pengikut masing-masing untuk menjatuhkan lawan. Dan tak menutup kemungkinan, yakni sejak terjadinya fitnah pada masa Utsman (w. 35 H). Menurut Ulama Hadis, negeri Irak menjadi ‘pabrik’ Hadis hoaks untuk pertama kalinya.

 Motif pemalsuan Hadis, itu antara lain yaitu pembelaan terhadap aliran politik, pembelaan terhadap pendapat agama—akidah, ushul, furu’, termasuk masalah fikih, pembelaan aliran geografis, ingin mendekati penguasa, mencari pendukung (massa), kultus individu, cerita dan nasehat fiktif yang memotivasi atau mengancam, sampai orang di luar Islam—Zindik—yang berniat menghancurkan Islam dari dalam.

 Adapun di zaman kita sekarang, kerap dijumpai beberapa macam hoaks. Antara lain hoaks pesan berantai. Modusnya seperti kalau share ke beberapa kontak atau WA Group akan mendapat rezeki nomplok, kabar gembira yang tidak terduga-duga sebelumnya, haji dan umroh ajaib, atau sebaliknya—mendapat bahaya kalau tidak share.

 Ada lagi hoaks virus (info ada virus pada HP atau komputer yang sebenarnya tidak terinfeksi), hoaks pencemaran nama baik, hoaks kisah pilu atau sedih, hoaks urban legend—seperti cerita seram tentang benda, tempat atau kegiatan tertentu dan hoaks hadiah gratis.

Tergolong hoaks adalah berita disinformasi. Paling tidak, terdiri dari pertama, konten menyesatkan (misleading content). Cara membuatnya, yaitu memanfaatkan informasi asli seperti gambar, pernyataan resmi atau statistik. Tetapi diedit dan tidak dihubungkan dengan konteks aslinya.

 Kedua, adalah informasi salah konteks (false context). Yakni menggunakan informasi asli, tetapi disebar dalam konteks yang salah. Biasanya, informasi yang dipakai adalah pernyataan, foto atau video peristiwa yang pernah terjadi pada suatu lokasi. Tetapi konteksnya diubah sehingga tidak sesuai lagi dengan kenyataan.

 Ketiga, salah koneksi (false connection). Yaitu memakai judul, caption, atau sumber visual yang tidak sesuai dengan konten tulisan.

 Keempat, adalah konten tiruan (imposter content). Cara menyesatkannya, yaitu mendompleng ketenaran suatu pihak. Penjahat ini membuat tiruan yang terlihat seolah-olah asli untuk menipu publik.

 Kelima, berupa konten manipulasi (manipulated content). Yaitu dengan memanipulasi informasi asli untuk mengelabui bahkan memprovokasi pembaca agar percaya. Biasanya berita yang diedit, diseting dan dipalsukan itu diambil dari media-media besar.

 Yang terakhir adalah konten palsu (fabricated content). ‘Fakta-fakta’ yang dicantumkan dalam konten ini, sama sekali tidak bisa dipertanggungjawabkan. Karena memang tidak pernah ada. Murni hayalan.

 Jadi sangat jelas bahwa tidak semua berita yang kita baca di internet, termasuk di media sosial (WA, Facebook, Instagram, Twitter, SMS, dan lain-lain), itu benar adanya. Hoaxes itu nyata. Maka kita harus berpikir kritis (logis dan rasional) bahkan skeptis (tidak langsung percaya dan terbiasa melakukan crosscheck dan verivikasi).

 Untuk merespon fenomena Hadis, misalnya, itu ulama mempunyai ilmu sebagai alat untuk proses verivikasi tersebut. Apakah sebuah Hadis bisa diterima ataukah harus diletakkan. Yaitu terutama, Ilmu Kritik Hadis. Hadis dikatakan sahih atau lolos uji, paling tidak ditinjau dari dua sisi. Pertama, sisi sanadnya (rangkaian periwayatnya). Kedua, dari sisi matannya (redaksi Hadis itu sendiri).

 Proses verivikasi itu menghasilkan Hadis sahih, Hadis lemah (dhoif) dan Hadis palsu. Buku-buku kumpulan Hadis hoaks antara lain Al-Mawdhu’at karya Ibnu al-Jawziy, Al-La’ali al-Mashnu’ah fi al-Ahadits al-Mawdhu’ah karya Al-Suyuthi, Tanzih al-Syari’ah al-Marfu’ah ‘an al-Ahadits al-Syani’ah al-Mawdhu’ah karya Ibnu ‘Iraq al-Kittani dan Silsilah al-Ahadits al-Dho’ifah karya Al-Albani.

 Adapun berita-berita yang bersumber dari internet di masa kita sekarang ini, bisa dilakukan verifikasi dengan misalnya sebagai berikut. Lebih waspada dan hati-hati dengan judul yang sensasional dan provokatif.

 Jika berupa gambar atau foto, bisa dibuka Google Image. Klik icon kamera dan upload gambar yang mau dicek. Atau copas link/URL gambar yang akan diperiksa benar tidaknya.

 Jika berupa link, cek URL-nya dan cek kredibilitas situsnya dengan mengidentifikasi pemilik situs atau admin websitenya di menu/halaman ‘About Us’ atau ‘Tentang Kami’.

 Jika situsnya belum terverifikasi sebagai institusi pers resmi, seperti berdomain blog, maka informasinya masih meragukan. Ada sekitar 43.000 situs di Indonesia yang mengklaim sebagai portal berita.

 Bandingkan dengan situs-situs mainstream. Seperti Jawa Pos, Detik, Kompas dan lain-lain.

 Jika info yang diduga hoaks itu dari WhatsApp, tanyakan kepada pengirimnya sumber ia memperoleh info tersebut. Jika jawabannya ‘kiriman teman’ atau ‘copas dari group sebelah’ terindikasi kuat itu hoaks.

 Sebaiknya jangan mudah cepat percaya apabila sebuah informasi itu berasal dari pegiat ormas, tokoh politik atau pengamat.

 Bisa pula ikut bergabung ke dalam group diskusi anti hoaks. Di Facebook, misalnya Forum Anti Fitnah, Hasut dan Hoax (FAFHH), Indonesia Hoax Buster, Indonesian Hoaxes dan Sekoci.

 Jawa Pos versi cetak pun, biasanya di halaman 4, menyediakan rubrik Hoax Atau Bukan yang setiap hari memverivikasi kebohongan berita yang masih hangat.                                                        

 Semoga bermanfaat. Walloohu a’lam bishshowaab….

 *Penulis buku Ayat-Ayat Kemenangan, dll.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...