—Saiful Islam*—
“Ciri-ciri setan, itu
menghalang-halangi umat kepada Qur’an…”
Ungkapan berikut, menurut saya
sangat berbahaya: “Memahami Qur’an itu bisa sesat.” Kesalahan ini sangat fatal
kalau sampai membuat Umat Islam lantas beragamanya tidak merujuk Qur’an. Bahaya
sekali pernyataan itu kalau sampai menjauhkan Umat Islam dari Qur’annya.
Sebenarnya, ungkapan di atas itu
hanya opini pribadi saja. Dan saya tidak setuju. Secara akal sehat saja,
pernyataan itu tidak bisa diterima. Dari awal Tuhan itu menurunkan firman-Nya
(Qur’an), itu memang supaya dipahami manusia. Karena Qur’an itu memang untuk
pikiran manusia.
Bahkan satu-satunya panduan
beragama Nabi, itu tidak lain dan tidak bukan adalah Qur’an ini. Juga panduan
untuk para Sahabatnya, kaumnya, semua Kaum Mukminin, bahkan semua manusia yang
mau mengimaninya. Sejauh penelusuran saya pada ayat-ayat Qur’an, Nabi selalu
mengikuti Qur’an. Baik akidah maupun syariat.
Tidak ada rujukan beragama saat itu
kecuali Qur’an. Nabi selalu ikut Qur’an. Selama Nabi hidup dan para Sahabatnya,
tidak ada teks tertulis yang menjadi pedoman beragama Islam kecuali Qur’an.
Hadis-Hadis tidak ada. Ijma’ ulama tidak ada. Mazhab-mazhab tidak ada. Apalagi
qiyas. Jelas tidak ada. Sekali lagi, adanya cuma Qur’an.
Qur’an memang diturunkan dengan
Bahasa Arab. Audiens pertamanya adalah orang-orang Arab. Wajar kalau
orang-orang Arab itu mengerti pesan yang ada di dalam teks Qur’an. Mereka
paham, paling tidak makna kosa katanya dan kalimat-kalimatnya. Baik yang
diucapkan Nabi, maupun yang ditulis.
Namun. Qur’an itu bukan hanya untuk
orang Arab. Tetapi untuk semua Mukminin di belahan bumi mana pun. Statusnya
sebagai orang beriman, tidak ada bedanya antara orang Arab dan orang Indonesia.
Jadi, meskipun Qur’an itu berbahasa Arab, Mukmin Indonesia semestinya menyadari
Allah sedang menyampaikan pesan kepadanya ketika membaca Qur’an.
Syukur-syukur kalau Mukmin
Indonesia meluangkan waktu untuk belajar Bahasa Arab. Terutama kosa kata
Qur’an. Sehingga ketika mendengar Qur’an dibacakan, atau ketika membaca
Mushhaf, bisa langsung mengerti maknanya.
Tetapi kalau memang belum sempat,
tidak ada masalah kalau dia menempuh cara untuk sampai kepada Qur’an. Misalnya
ia membaca terjemah, membaca buku-buku Islami yang mengutip Qur’an sekaligus
terjemahannya, bertanya dan berguru kepada orang yang sudah belajar Bahasa
Arab, diskusi dan seterusnya. Yang penting, ia sedang dan selalu mengarah ke
Qur’an.
Tentu bahaya sekali jika tiba-tiba
orang tersebut diberi pernyataan: “Memahami Qur’an, itu bisa sesat dan
menyesatkan!” Lantas umat Islam kehilangan pedoman paling pentingnya dalam
bergamanya. Kemudian malah mengikuti rujukan-rujukan yang tidak jelas. Menjauh
dari Qur’an.
Memang Qur’an ini sudah sempurna
turun 30 juz di abad ke-7 Masehi itu. Rasul, pun telah tiada. Tetapi jangan
lupa, Qur’an itu ada di tengah-tengah kita sekarang! Qur’an yang sama, tidak
kurang tidak lebih, dengan Qur’an yang dipakai Rasulullah untuk para Sahabat
dan kaum beliau itu. Kita tinggal membacanya. Memahaminya. Lantas menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari.
Qur’an untuk bisa sampai kepada
kita di zaman modern ini, itu tidak mudah. Allah melibatkan banyak pihak.
Berkat jerih payah ulama yang tulus mensedekahkan waktu dan umurnya, sehingga Qur’an
bisa sampai kepada kita. Para ulama, itu semuanya pahlawan yang selalu berupaya
mendekatkan umat pada Qur’annya. Tidak menjauhkan!
Kita pun sekarang bisa merujuk
Qur’an dengan mudahnya. Kita bisa mencari, melacak, menelusuri dan menyelidiki
ayat-ayat yang kita inginkan. Bahkan telah Allah mudahkan dengan majunya
teknologi. Ada terjemahan. Ada Google. Ada aplikasi Android. Guru, sekolah,
madrasah, pesantren, kampus, dan seterusnya juga sangat membantu kita dalam
upaya memahami Qur’an.
Bisa jadi, Allah lebih memudahkan
kita daripada ulama terdahulu dalam upaya memahami Qur’an. Untuk mengumpulkan
kosa kata terkait yang tersebar di seluruh Mushhaf, itu ulama menghafalkan
Qur’an dulu. Kemudian menyusun Kamus Qur’an misalnya Al-Mu’jam al-Mufahras
li Alfaazh al-Qur’an. Sekarang, bahkan dengan sebuah aplikasi Qur’an
android, kita bisa melakukan pelacakan secara tematik dengan mudahnya.
Contohnya kasus itu sendiri:
memahami Qur’an disebut bisa sesat. Kita tinggal cek di Qur’an. Sepanjang
penelusuran saya, tidak ada satu ayat pun yang menyebutkan bahwa memahami Qur’an
itu bisa sesat dan apalagi menyesatkan. Malah sebaliknya. Yang beragama tidak
merujuk Qur’an, itu bisa disesatkan setan. Uniknya sambil menyangka mendapat
petunjuk. Padahal bukan. Jadi kecele.
QS. Al-Zukhruf[43]: 36 – 37
وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ
الرَّحْمَٰنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ
Barangsiapa yang BERPALING dari PENGAJARAN
Tuhan Yang Maha Pemurah (AL QUR’AN), Kami adakan baginya SETAN (YANG
MENYESATKAN). Maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.
وَإِنَّهُمْ
لَيَصُدُّونَهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ مُهْتَدُونَ
Dan sesungguhnya setan-setan itu BENAR-BENAR
MENGHALANGI MEREKA DARI JALAN YANG BENAR dan mereka MENYANGKA bahwa mereka
mendapat petunjuk.
QS. Thaha[20]: 123
قَالَ اهْبِطَا مِنْهَا
جَمِيعًا ۖ بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ ۖ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى
فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَىٰ
Turunlah kamu berdua dari surga
bersama-sama. Sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika
datang kepadamu petunjuk dari-Ku, maka siapa yang MENGIKUTI PETUNJUK-KU (AL
QUR’AN), ia TIDAK AKAN SESAT dan TIDAK AKAN CELAKA.
QS. Al-Nisa’[4]: 113
وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ
عَلَيْكَ وَرَحْمَتُهُ لَهَمَّتْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ أَنْ يُضِلُّوكَ وَمَا
يُضِلُّونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ ۖ وَمَا يَضُرُّونَكَ مِنْ شَيْءٍ ۚ وَأَنْزَلَ اللَّهُ عَلَيْكَ الْكِتَابَ
وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُنْ تَعْلَمُ ۚ وَكَانَ فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكَ
عَظِيمًا
SEKIRANYA BUKAN KARENA KARUNIA
ALLAH DAN RAHMAT-NYA kepadamu, tentulah segolongan dari mereka berkeinginan
keras untuk MENYESATKANMU. Tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya
sendiri. Dan mereka tidak dapat membahayakanmu sedikitpun. Dan (JUGA KARENA)
ALLAH TELAH MENURUNKAN KITAB DAN HIKMAH KEPADAMU. Dan telah mengajarkan
kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah KARUNIA ALLAH sangat besar
atasmu.
Yang bisa sesat dan menyesatkan,
itu yang dari awal sudah condong pada kesesatan (QS.3:7).
Bahkan Qur’an pun sudah menyebut
ciri-ciri orang yang sesat. Misalnya menyekutukan Allah (QS.4:116); kafir
setelah beriman alias murtad (QS.3:90); tidak mendapat petunjuk firman Allah
(QS.6:77 dan QS.1:6-7); berputus asa dari rahmat Allah (QS.15:56); membunuh
anak karena kebodohan (QS.6:140); dan mengikuti hawa nafsu alias
ngarang-ngarang tanpa ilmu (QS.28:50).
Semua ciri di atas, itu tidak ada satu
pun bahwa memahami Qur’an itu bisa sesat.
Semoga bermanfaat. Walloohu
a’lam bishshowaab….
*Penulis buku Ayat-Ayat Kemenangan,
dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar