Kamis, 10 September 2020

BELAJAR DENGAN MENGAJAR

—Saiful Islam—

 “Cara terobosan mempelajari sesuatu…”

 Beberapa studi telah menunjukkan dampak belajar dengan mengajar. Para siswa yang mengajarkan ilmu yang telah diperolehnya, menunjukkan pemahaman dan pengetahuan yang lebih baik daripada para siswa yang hanya mempelajari lagi ilmu yang telah diperoleh.

 Sebuah studi dalam Applied Cognitive Psychology, para peneliti yang diketuai oleh Aloysius Wei Lun Koh menguji teori mereka bahwa mengajar itu meningkatkan belajar para guru karena memaksa mereka mengingat kembali apa yang telah dipelajari. Dengan kata lain, mereka yakin bahwa manfaat belajar dengan mengajar adalah bentuk lain dari bentuk ‘efek tes’—cara untuk menjelajah lebih dalam informasi yang telah tersimpan di dalam otak daripada menghabiskan waktu lebih banyak untuk mempelajari ulang informasi itu.

 Para peneliti merekrut 124 pelajar dan meminta mereka memahami sebuah teks selama sepuluh menit, dengan angka dan data, tentang Efek Doppler dan Gelombang Suara—topik yang belum pernah mereka pelajari. Mereka diperintah untuk mengajarkan materi tersebut nantinya tanpa catatan. Mereka diminta mencatat selama mempelajarinya tetapi tidak boleh melihatnya lagi di tahap berikutnya.

 Lalu para peserta dibagi menjadi empat group. Group (1) diberi waktu lima menit untuk berdiri dan menyampaikan materi tersebut tanpa catatan (boleh menggunakan bagan atau peta kosong untuk menuliskan data-data jika mau). Group (2) juga waktunya lima menit untuk menyelesaikan perkalian aritmatika. Group (3) berdiri dan mengajarkan kata per kata dari melihat naskah (termasuk membuat rujukan data-data di papan tulis). Group (4) menuliskan semua yang bisa mereka ingat dari teks (praktik retrieval).

 Seminggu kemudian, semua peserta kembali ke lab untuk menguji pengetahuan dan kepahaman mereka terhadap teks aslinya. Dengan enam pertanyaan terbuka, mereka akan menjawab atau menjelaskan konsep-konsep inti dari materi tersebut.

 Penemuan pentingnya adalah group yang mengajar tanpa catatan mengungguli group yang mengerjakan aritmatika dan group yang mengajar dengan melihat naskah. Tetapi tidak dengan group yang praktik retrieval.

 Performa kepahaman finalnya antara group yang mengajar tanpa catatan dan group praktik retrieval itu bisa dibandingkan.

 Para peneliti mengatakan hasil mereka menunjukkan bahwa “manfaat strategi belajar dengan mengajar itu disebabkan oleh praktik retrieval; yaitu kekuatan strategi belajar dengan mengajar itu berhasil tetapi hanya jika mengajar itu melibatkan mengingat kembali materi yang telah dipahami (proses retrieval).”

 Penemuan-penemuan terbaru itu tidak melemahkan gagasan bahwa mengajar sebagai dampak metode pembelajaran. Tetapi penemuan tersebut memiliki dampak praktis bagaimana pendekatan belajar dengan mengajar diterapkan dalam pendidikan dan pelatihan. “Untuk memastikan para pelajar dan tutornya belajar dan menguasai materi yang telah disiapkan dan dipresentasikan, mereka harus menginternalisasi (sangat memahami) materi tersebut terlebih dahulu, daripada bersandar pada catatan ketika proses presentasi berlangsung,” kata para peneliti.

 Pembaca yang kritis mungkin menganggap kurang realistis (realism) pada studi tersebut—tidak adanya audiens pada setiap kondisi mengajar di atas sehingga tidak ada interaksi, yang pastinya juga berperan menjadi bagian dalam manfaat belajar dengan mengajar. Selain itu, para peserta di setiap group yang diarahkan sebelumnya untuk mengajar, itu mendapat manfaat belajar itu sendiri—bisa jadi, group retrieval tidak sesuai pemahamannya dengan group mengajar tanpa catatan dengan tanpa diarahkan terlebih dahulu.

 Lun Koh dan tim kerjanya mengakui beberapa isu ini. Mereka menyarankan penelitian lebih lanjut ‘menilai pentingnya praktik retrieval untuk berbagai skenario dan aktivitas mengajar’.

 Intinya membangun kepahaman dalam proses pembelajaran, itu sebaiknya tidak hanya memasukkan informasi ke dalam otak. Tetapi juga menyampaikannya. Sebenarnya, sejak di bangku sekolah sistem itu sudah ada. Para siswa diberi informasi. Kemudian ada ujian menjawab pertanyaan tanpa boleh membuka buku atau catatan lagi. Ini berarti mengondisikan siswa untuk melakukan praktik retrieval.

 Di bangku kuliah, malah semakin jelas lagi. Dosen hanya memberi topik permasalahan. Setiap mahasiswa atau kelompok ditugaskan untuk menjawabnya dengan menulis makalah. Mahasiswa lalu mengumpulkan dan membaca buku dan sumber referensi yang lain. Menuliskan data-data yang relevan dengan permasalan. Melakukan analisis sampai menemukan kesimpulan.

 Setelah makalah jadi, difoto kopi, lalu dibagikan kepada dosen dan semua mahasiswa satu kelas. Kemudian pembuat makalah itu mempresentasikannya di depan dosen dan teman-temannya itu. Setelah selesai presentasi, dilanjutkan dengan sesi tanya jawab, diskusi, sampai debat. Di akhir sesi, dosen memberi kritik dan saran. Tentu semua proses itu—dari mulai menulis sampai saran dosen—itu butuh beberapa hari. Terjadi internalisasi terutama bagi si pembuat makalah.

 Tampak jelas di sana, mahasiswa lebih aktif daripada dosennya. Sebaiknya memang begitu dalam proses pembelajaran: siswa lah yang harus lebih aktif dan lebih banyak berlatih. Sebab kalau dosennya yang lebih aktif, hasilnya sudah bisa ditebak: yang semakin mengerti, semakin bisa dan semakin paham adalah dosennya.

 Dengan menulis, menyampaikan (mengajarkan), mendiskusikan, dipertanyakan, dikritik, didebat, sampai diberi kritik dan saran oleh dosen, itu tentu saja akan membuat pemahaman mahasiswa—pembuat makalah itu sendiri terutama—akan semakin kuat. Semakin dalam. Dan semakin berkesan. Tidak hanya otak kiri yang terlibat dalam proses itu, tetapi juga otak kanan.

 Pernah saya mendatangi rumah Agus Mustofa dan beraudiensi langsung dengan beliau. Mantan wartawan senior Jawa Pos dan penulis puluhan buku ini sempat mengatakan kepada saya, “Menulislah. Dengan menulis, otomatis Anda akan membaca…”

 Semoga bermanfaat. Walloohu a’lam bishshowaab….

 *Penulis buku Ayat-Ayat Kemenangan, dll.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...