Selasa, 08 September 2020

MEMBACA BAK MENIKMATI ICE CREAM

 

—Saiful Islam*—

 “Membaca itu tidak harus urut, tidak harus sampul ke sampul…”

 Saya suka dengan kata relevansi. Yaitu kaitan antara apa yang akan dibaca dengan kebutuhan atau keinginan si pembaca. Maka penting bagi setiap pembaca itu menentukan tujuan membaca. Menentukan tujuan adalah langkah fundamental.

 Misalnya ada orang membaca itu karena ingin tahu cara menyikapi sesuatu dan cara melakukannya. Ia akan membaca buku-buku how to. Misalnya cara membaca efektif, cara diet yang benar, cara memasak cumi-cumi yang sehat dan menarik, cara investasi kos-kosan, cara budidaya lele, teknis mengawetkan hubungan, dan lain-lain. Ini sifatnya praktis.

 Ada juga orang yang membaca untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman yang terkait bidangnya. Misalnya seorang seniman, ahli filsafat, teologi, ahli tafsir hadis, sosiologi, sejarah, antropologi, ekonomi, politik, fisika, biologi, kimia, astronomi, geografi dan lain-lain. Ini sifatnya wawasan. Pengetahuan. Sama seperti membaca berita terkini. Baik dari koran cetak maupun yang versi online.

 Ada pula orang yang membaca itu hanya mencari hiburan. Misalnya membaca cerita pendek, cerita bersambung, puisi, sampai novel.

 Meskipun sejatinya semua jenis bacaan, itu akan membentuk pola pikir. Pola pikir akan membentuk pola sikap. Dan pola sikap akan membentuk pola tindakan. Jadi ujung-ujungnya, jenis bacaan apa pun itu akan berdampak pada tindakan. Yang akan berdampak pada pencapaian atau prestasi.

 Yang jelas, membaca itu bukan hafalan. Juga bukan hataman. Tidak mungkin ketika kita masuk ke dalam sebuah perpustakaan misalnya, itu membaca semua buku-buknya dari sampul ke sampul. Jelas, tidak semua buku dibaca. Tetapi harus memilih. Relevansi sangat erat kaitannya dengan tujuan dan memilih. Ini berlaku untuk semua bahasa: Indonesia, Arab, Inggris, Jerman, Perancis dan lain-lain.

 Proses memilih ini, terkait dengan istilah scanning dan skimming. Teknik scanning adalah mencari informasi spesifik yang telah ditentukan sebelumnya secara cepat dan akurat. Sedangkan skimming merupakan membaca dengan cepat untuk mengetahui isi umum atau bagian suatu bacaan.

 Ada teori yang sudah umum dikenal: AMBAK. Itu singkatan dari ‘Apa Manfaatnya Bagiku’. Jadi sebelum membaca, pembaca sebaiknya bertanya pada dirinya sendiri, “Apa manfaatnya buku atau informasi ini bagiku?” Jika relevan dengan tujuan dan keinginannya, maka bisa memutuskan untuk membacanya. Tetapi jika tidak, atau belum relevan, tidak perlu membacanya.

 Jika sudah relevan pun, itu sebaiknya melakukan survey terlebih dahulu terhadap buku tersebut. Seperti membaca sekilas judulnya, penulisnya dan penerbitnya. Lalu bagian sinopsisnya. Biasanya ada di sampul belakang buku. Sinopsis ini menginfokan garis besar isi buku. Lalu membaca daftar isinya. Jika dimungkinkan ada informasi yang kita butuhkan, kita langsung menuju membaca bagian tersebut. Tidak perlu membaca urut.

 Tentu saja, membaca tidak urut, itu biasanya untuk buku-buku non-fiksi. Yakni buku-buku ilmu pengetahuan dan how to. Ini berbeda dengan membaca yang tujuannya adalah hiburan. Membaca cerpen atau novel misalnya. Jenis membaca yang terakhir ini, biasanya dibaca from cover to cover supaya mendapatkan cerita yang utuh. Seperti anak kecil yang makan ice cream yang tidak mau cepat habis. Sangat menikmati setiap hurufnya, emosinya, adegannya dan lain seterusnya.

 Atau bisa juga buku non fiksi dibaca from cover to cover. Misalnya karena ingin mendalami betul materi yang diceritakan dalam buku tersebut.

 Itulah kesimpulan dari tiga langkah pertama dari teori SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review). Survey intinya adalah diamati atau dibaca sekilas. Question adalah menentukan pertanyaan-pertanyaan terlebih dahulu yang jawabannya akan didapatkan dari buku yang akan dibaca. Read adalah proses membaca itu sendiri dengan detail. Selanjutnya bisa dilakukan resume (rangkuman) dengan ditulis di buku catatan, mind mapping (peta pikiran) atau diceritakan kepada orang lain secara lisan.

 Kalau dalam Ilmu Tafsir, kita bisa membandingkannya dengan metode tafsir mawdhu’i. Alias metode tafsir tematik. Yaitu si penafsir Qur’an, menentukan terlebih dahulu tema atau topik apa yang akan dibahasnya. Kemudian dikumpulkanlah ayat-ayat yang terkait tema. Yang relevan. Barulah ayat-ayat tersebut didekati dengan aneka disiplin ilmu. Misalnya ilmu sosial, ilmu politik, ilmu sastra, ilmu bahasa, ilmu Hadis, ilmu fisika, ilmu ekonomi, dan ilmu-ilmu lain yang sekiranya relevan.

 Jika ada seseorang yang mengaku, “Aku bisa membaca sepuluh buku dalam satu jam!” itu jangan dibayangkan ia menghatamkan sepuluh buku itu dari sampul ke sampulnya. Apalagi menghafalnya. Maksudnya adalah betul ia telah membaca sepuluh buku. Yaitu ia hanya mengambil informasi-informasi yang relevan saja dengan kebutuhannya. Yaitu membaca bagian tertentu saja dari buku tersebut.

 Penting juga diterapkan metode Quantum Reading. Intinya dalam membaca itu, disiapkan suasananya. Tempat dan waktunya. Misalnya dikreasi tempat yang setenang dan senyaman mungkin. Ada yang membaca sambil memutar musik instrumental, ada yang membaca sambil ‘ngemil’, ada yang membaca harus dingin dengan AC atau kipas, ada yang nyaman membaca dalam suasana hening, sore hari, pagi hari, malam hari, dini hari, di musala, teras, kamar, ruang tamu, taman, dan lain seterusnya. Disesuaikan dengan diri sendiri.

 Metode Quantum Reading itu, sebenarnya adalah upaya untuk melibatkan dua belahan otak: otak kiri yang rasional, logis, urut-urut, kritis. Dan otak kanan yang bebas, liar, imajinatif, dan kreatif. Penetapan suasana itu adalah upaya untuk mengaktifkan otak kanan dalam membaca. Sedangkan membaca itu sendiri adalah pengaktifan dari otak kiri. Dua belahan otak yang aktif itu, akan membuat pembaca mendapatkan pengalaman yang lebih berkesan.

 Hanya saja menurut Qur’an, secara umum bahwa membaca (terutama mengkaji Qur’an) yang lebih berkesan dan lebih menancap ke dalam jiwa, itu dilakukan di malam hari. Menggambarkan sebuah suasana yang tenang, sepi dan sunyi. Tidak ada suara bising, gaduh, berisik dan semisalnya. Tentu itu akan sangat membantu seseorang untuk bisa fokus dan konsentrasi. Tidak ada noises yang membuyarkan fokusnya. Sehingga membaca itu menjadi lebih efektif dan efisien

 “Sesungguhnya bangun di waktu malam, itu lebih tepat (untuk mengisi jiwa). Dan bacaan di waktu itu lebih berkesan…” (QS.73:6).

 Semoga bermanfaat. Walloohu a’lam bishshowaab….

 *Penulis buku Ayat-Ayat Kemenangan, dll.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...