—Saiful Islam*—
“Membaca itu tidak harus urut,
tidak harus sampul ke sampul…”
Saya suka dengan kata relevansi.
Yaitu kaitan antara apa yang akan dibaca dengan kebutuhan atau keinginan si
pembaca. Maka penting bagi setiap pembaca itu menentukan tujuan membaca.
Menentukan tujuan adalah langkah fundamental.
Misalnya ada orang membaca itu
karena ingin tahu cara menyikapi sesuatu dan cara melakukannya. Ia akan membaca
buku-buku how to. Misalnya cara membaca efektif, cara diet yang benar,
cara memasak cumi-cumi yang sehat dan menarik, cara investasi kos-kosan, cara
budidaya lele, teknis mengawetkan hubungan, dan lain-lain. Ini sifatnya
praktis.
Ada juga orang yang membaca untuk
mengembangkan pengetahuan dan pemahaman yang terkait bidangnya. Misalnya
seorang seniman, ahli filsafat, teologi, ahli tafsir hadis, sosiologi, sejarah,
antropologi, ekonomi, politik, fisika, biologi, kimia, astronomi, geografi dan
lain-lain. Ini sifatnya wawasan. Pengetahuan. Sama seperti membaca berita
terkini. Baik dari koran cetak maupun yang versi online.
Ada pula orang yang membaca itu
hanya mencari hiburan. Misalnya membaca cerita pendek, cerita bersambung,
puisi, sampai novel.
Meskipun sejatinya semua jenis
bacaan, itu akan membentuk pola pikir. Pola pikir akan membentuk pola sikap.
Dan pola sikap akan membentuk pola tindakan. Jadi ujung-ujungnya, jenis bacaan
apa pun itu akan berdampak pada tindakan. Yang akan berdampak pada pencapaian
atau prestasi.
Yang jelas, membaca itu bukan
hafalan. Juga bukan hataman. Tidak mungkin ketika kita masuk ke dalam sebuah
perpustakaan misalnya, itu membaca semua buku-buknya dari sampul ke sampul. Jelas,
tidak semua buku dibaca. Tetapi harus memilih. Relevansi sangat erat kaitannya
dengan tujuan dan memilih. Ini berlaku untuk semua bahasa: Indonesia, Arab,
Inggris, Jerman, Perancis dan lain-lain.
Proses memilih ini, terkait dengan
istilah scanning dan skimming. Teknik scanning adalah
mencari informasi spesifik yang telah ditentukan sebelumnya secara cepat dan
akurat. Sedangkan skimming merupakan membaca dengan cepat untuk
mengetahui isi umum atau bagian suatu bacaan.
Ada teori yang sudah umum dikenal:
AMBAK. Itu singkatan dari ‘Apa Manfaatnya Bagiku’. Jadi sebelum membaca,
pembaca sebaiknya bertanya pada dirinya sendiri, “Apa manfaatnya buku atau
informasi ini bagiku?” Jika relevan dengan tujuan dan keinginannya, maka bisa
memutuskan untuk membacanya. Tetapi jika tidak, atau belum relevan, tidak perlu
membacanya.
Jika sudah relevan pun, itu
sebaiknya melakukan survey terlebih dahulu terhadap buku tersebut.
Seperti membaca sekilas judulnya, penulisnya dan penerbitnya. Lalu bagian sinopsisnya.
Biasanya ada di sampul belakang buku. Sinopsis ini menginfokan garis besar isi
buku. Lalu membaca daftar isinya. Jika dimungkinkan ada informasi yang kita
butuhkan, kita langsung menuju membaca bagian tersebut. Tidak perlu membaca
urut.
Tentu saja, membaca tidak urut, itu
biasanya untuk buku-buku non-fiksi. Yakni buku-buku ilmu pengetahuan dan how
to. Ini berbeda dengan membaca yang tujuannya adalah hiburan. Membaca
cerpen atau novel misalnya. Jenis membaca yang terakhir ini, biasanya dibaca from
cover to cover supaya mendapatkan cerita yang utuh. Seperti anak kecil yang
makan ice cream yang tidak mau cepat habis. Sangat menikmati setiap hurufnya,
emosinya, adegannya dan lain seterusnya.
Atau bisa juga buku non fiksi
dibaca from cover to cover. Misalnya karena ingin mendalami betul materi
yang diceritakan dalam buku tersebut.
Itulah kesimpulan dari tiga langkah
pertama dari teori SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review). Survey
intinya adalah diamati atau dibaca sekilas. Question adalah menentukan
pertanyaan-pertanyaan terlebih dahulu yang jawabannya akan didapatkan dari buku
yang akan dibaca. Read adalah proses membaca itu sendiri dengan detail.
Selanjutnya bisa dilakukan resume (rangkuman) dengan ditulis di buku
catatan, mind mapping (peta pikiran) atau diceritakan kepada orang lain
secara lisan.
Kalau dalam Ilmu Tafsir, kita bisa
membandingkannya dengan metode tafsir mawdhu’i. Alias metode tafsir tematik.
Yaitu si penafsir Qur’an, menentukan terlebih dahulu tema atau topik apa yang
akan dibahasnya. Kemudian dikumpulkanlah ayat-ayat yang terkait tema. Yang
relevan. Barulah ayat-ayat tersebut didekati dengan aneka disiplin ilmu.
Misalnya ilmu sosial, ilmu politik, ilmu sastra, ilmu bahasa, ilmu Hadis, ilmu
fisika, ilmu ekonomi, dan ilmu-ilmu lain yang sekiranya relevan.
Jika ada seseorang yang mengaku,
“Aku bisa membaca sepuluh buku dalam satu jam!” itu jangan dibayangkan ia
menghatamkan sepuluh buku itu dari sampul ke sampulnya. Apalagi menghafalnya.
Maksudnya adalah betul ia telah membaca sepuluh buku. Yaitu ia hanya mengambil
informasi-informasi yang relevan saja dengan kebutuhannya. Yaitu membaca bagian
tertentu saja dari buku tersebut.
Penting juga diterapkan metode Quantum
Reading. Intinya dalam membaca itu, disiapkan suasananya. Tempat dan waktunya.
Misalnya dikreasi tempat yang setenang dan senyaman mungkin. Ada yang membaca
sambil memutar musik instrumental, ada yang membaca sambil ‘ngemil’, ada yang
membaca harus dingin dengan AC atau kipas, ada yang nyaman membaca dalam
suasana hening, sore hari, pagi hari, malam hari, dini hari, di musala, teras,
kamar, ruang tamu, taman, dan lain seterusnya. Disesuaikan dengan diri sendiri.
Metode Quantum Reading itu,
sebenarnya adalah upaya untuk melibatkan dua belahan otak: otak kiri yang
rasional, logis, urut-urut, kritis. Dan otak kanan yang bebas, liar,
imajinatif, dan kreatif. Penetapan suasana itu adalah upaya untuk mengaktifkan
otak kanan dalam membaca. Sedangkan membaca itu sendiri adalah pengaktifan dari
otak kiri. Dua belahan otak yang aktif itu, akan membuat pembaca mendapatkan pengalaman
yang lebih berkesan.
Hanya saja menurut Qur’an, secara
umum bahwa membaca (terutama mengkaji Qur’an) yang lebih berkesan dan lebih
menancap ke dalam jiwa, itu dilakukan di malam hari. Menggambarkan sebuah
suasana yang tenang, sepi dan sunyi. Tidak ada suara bising, gaduh, berisik dan
semisalnya. Tentu itu akan sangat membantu seseorang untuk bisa fokus dan
konsentrasi. Tidak ada noises yang membuyarkan fokusnya. Sehingga
membaca itu menjadi lebih efektif dan efisien
“Sesungguhnya bangun di waktu
malam, itu lebih tepat (untuk mengisi jiwa). Dan bacaan di waktu itu lebih
berkesan…” (QS.73:6).
Semoga bermanfaat. Walloohu
a’lam bishshowaab….
*Penulis buku Ayat-Ayat Kemenangan,
dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar