Selasa, 01 September 2020

PUTUS DENGAN QUR’AN


—Saiful Islam*—

“Yang disebut sebagai Agama Islam di zaman Nabi hidup, itu bukan Hadis, Ijma’, Qiyas dan Mazhab. Tetapi Qur’an dan Sunnah…”

Sudah menjadi sunnah-Nya, bahwa setiap penyampai firman-Nya (Rasul) itu ada yang memusuhi (QS.25:31). Tidak terkecuali Nabi SAW. Para rival Nabi itu berusaha keras menghabisi beliau, sejatinya tujuan paling intinya adalah memusnahkan ajarannya. Melenyapkan Qur’an. Sampai-sampai Nabi ‘curhat’ kepada Allah sebagaimana direkam dalam ayat berikut.

QS. Al-Furqon[25]: 30
وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَٰذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا
Rasul (Muhammad) mengadu: "Ya Tuhanku. Sesungguhnya kaumku MENJADIKAN AL QUR’AN itu sesuatu yang TIDAK DIACUHKAN.”

Kata mahjuuron, itu berasal dari al-hajr. Artinya adalah lawan kata menyambung (al-washl). Yakni memutus. Menjadikan Qur’an sebagai mahjuuron berarti memutus interaksi dengan Qur’an. Mengabaikan Qur’an. Menyepelekan Qur’an. Tidak mau mendasarkan beragamanya, beribadahnya, bersosialnya, berprinsipnya, hidup dan kehidupannya pada Qur’an.

Makanya, di beberapa tempat (misalnya QS.3:103; QS.22:78 dan QS.31:22) Allah menyebut Qur’an itu dengan tali Allah. Supaya Kaum Mukminin selalu berpegang teguh dengannya. Mendasarkan hidupnya secara totalitas pada nilai-nilai dan norma-norma yang tercantum di dalamnya.

QS. Ali Imran[3]: 103
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
BERPEGANG TEGUHLAH kamu SEMUANYA kepada TALI ALLAH (AL QUR’AN), dan janganlah bercerai berai. Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan. Maka Allah mempersatukan hatimu (dengan Qur’an itu). Lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah (Qur’an), orang-orang yang bersaudara. Kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.

Pernah seorang kawan menafsirkan tali Allah itu adalah agama Islam. “Agama Islam, itu tidak hanya Qur’an. Tetapi Hadis, Ijma’ dan Qiyas,” katanya.

Baiklah tali Allah disebut agama Islam. Tetapi agama Islam yang dimaksud ayat itu jelas hanya Qur’an. Kenapa? Sebab Hadis-Hadis, Ijma’ dan Qiyas, itu tidak ada ketika Nabi masih hidup dan para Sahabatnya. Hadis-Hadis, Ijma’ dan Qiyas, itu baru ada sekitar 200 tahun kemudian setelah wafatnya Nabi. Jadi yang disebut agama Islam di zaman Nabi, itu adalah Qur’an dan Sunnah Nabi SAW.

Para pengingkar itu, memang sengaja membuat noise terhadap Qur’an. Hiruk-pikuk terhadap Qur’an. Membuat kegaduhan. Sengaja dibuat segala pernak-pernik yang menarik, untuk memalingkan umat Islam dari Qur’annya. Sehingga Kaum Mukminin gagal fokus terhadap Qur’an. Perhatian umat Islam terhadap Qur’an menjadi ambyar. Kabur. Sebagaimana dikisahkan oleh ayat berikut ini.

QS. Fushshilat[41]: 26
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَا تَسْمَعُوا لِهَٰذَا الْقُرْآنِ وَالْغَوْا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَغْلِبُونَ
Dan orang-orang yang kafir berkata: "JANGANLAH KAMU MENDENGAR dengan sungguh-sungguh akan AL QUR’AN INI DAN BUATLAH HIRUK-PIKUK TERHADAPNYA, supaya kamu dapat mengalahkan mereka.”

Intinya, mereka dengan segala cara membuat halangan dan rintangan (barricade), supaya umat Islam tidak bisa selalu online dengan Qur’an. Dilarang mendengarkan. Dilarang menyimak. Dilarang memikirkan. Dilarang merenungkan. Dilarang mentadabburi makna-maknanya. Dilarang membahas pesan, hukum, dan hikmah-hikmahnya. Dilarang mengambil pelajaran darinya. Dilarang memahami. Dan seterusnya.

Dan noise itu pun bisa terjadi di zaman informasi abad 21M ini. Maka wajar kalau Umat Islam menjadi seperti pohon yang tercabut dari akarnya. Beragamanya menjadi rapuh. Gampang terombang-ambing. Seperti kapal tanpa mesin, yang tidak memiliki tujuan yang jelas. Angin ke utara, ikut ke utara. Angin ke selatan, ikut ke selatan. Berputar-putar.

Padahal. Siapa yang berpaling dari Qur’an, pasti hidupnya akan sempit. Sebagaimana disebut oleh ayat berikut ini.

QS. Thoha[20]: 124
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ
Barangsiapa BERPALING DARI PERINGATAN-KU (AL QUR’AN), maka sungguh baginya PENGHIDUPAN yang SEMPIT. Dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan buta.

Ada orang yang biasa berbicara tanpa ilmu. Omong kosongnya itu menyesatkan manusia. Wajar kalau orang demikian langsung berpaling sambil menyombongkan diri ketika dibacakan ayat-ayat Allah (QS.31:6-7).

Orang kafir pasti berpaling kalau dibacakan Qur’an (QS.54:2 dan QS.36:46). Kebanyakan mereka memang akan berpaling kalau dikemukakan Qur’an (QS.41:4 dan QS.6:4). Itu juga yang pernah terjadi pada Kaum Tsamud. Mereka langsung mendustakan Rasul. Dan berpaling dari ajaran-Nya (QS.15:81).

Qur’an disebut sebagai pelajaran orang-orang yang bersama Nabi. Kandungannya itu, terutama Tauhid, juga ada pada kitab-kitab terdahulu. Tetapi para rival Nabi itu kebanyakan tidak mengetahui kebenaran. Makanya tidak memperhatikan Qur’an (QS.21:24 dan QS.26:5).

Orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat Allah, itu diumpamakan dengan keledai liar yang lari terkejut karena kaget ada singa yang akan menerkamnya (QS.74:49-52). Jadi bagi mereka, Qur’an ini adalah ancaman.

Orang yang diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya (Qur’an), tetapi berpaling, itu disebut oleh QS.18:57 sebagai orang yang zalim. Bahkan sangat zalim (QS.32:22). Karena itu akal mereka terhijab. Sehingga tidak bisa memahami. Apalagi dapat petunjuk.

Bahkan, kebanyakan manusia berpaling, itu bukan hanya terhadap ayat-ayat Qur’an. Ayat-ayat qowliyah. Tetapi juga ayat-ayat realitas alam dan sosial. Mereka tidak mengacuhkan ayat-ayat kawniyah. Tidak peduli (QS.12:105).

Orang yang sudah menutup hati dan akalnya untuk beriman terhadap eksistesi Tuhan, memang pasti akan berpaling dari dua jenis ayat Allah itu (QS.21:32). Fenomena alam dan sosial yang tersistem teratur dan harmonis, itu hanya mereka anggap kebetulan saja. Terjadi dengan sendirinya.

Mereka itulah orang yang menjadi teman setan. Setan itu yang menyesatkan mereka dari jalan yang benar. Sambil menyangka mendapat petunjuk. Padahal bukan.

QS. Al-Zukhruf[43]: 36 – 37
وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَٰنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ
Barangsiapa yang BERPALING DARI PENGAJARAN TUHAN YANG MAHA PEMURAH (AL QUR’AN), Kami adakan baginya SETAN (YANG MENYESATKAN). Maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.

وَإِنَّهُمْ لَيَصُدُّونَهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ مُهْتَدُونَ
Dan sungguh setan-setan itu benar-benar MENGHALANGI MEREKA DARI JALAN YANG BENAR dan mereka MENYANGKA bahwa mereka mendapat petunjuk.

Mereka itulah yang diancam dengan adzab yang sangat keras (QS.72:17)

Semoga bermanfaat. Walloohu a’lam bishshowaab…

*Penulis buku ‘Ayat-Ayat Kemenangan’, dll.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...