Rabu, 02 September 2020

PROFESOR DOKTOR GOOGLE


—Saiful Islam*—

“Fungsi internet, itu seperti malaikat jibril bagi kita…”

Tidak sedikit di kalangan umat Islam yang terlalu hati-hati menyikapi internet. Satu dua dosen pun, saat saya masih kuliah dulu, tidak memperbolehkan mengambil referensi (merujuk) dari internet. Tetapi ada juga yang memperbolehkan dengan disertai cara pengutipan sumber yang benar.

Pada mulanya, internet itu diciptakan untuk mempermudah pekerjaan manusia. Untuk manfaat bagi manusia. Terutama kaitannya dengan informasi. Begitulah dasar semua teknologi diciptakan. Mempermudah. Manusia modern hampir sepenuhnya tergantung pada internet. Segalanya serba internet (Internet of Things).

Layaknya semua alat, itu netral. Tidak ada hukumnya. Barulah ketika difungsikan oleh manusia, bisa diputuskan hukumnya. Contoh misal pisau. Kalau digunkan untuk mengupas apel misalnya. Tentu baik dan halal. Tetapi jelas menjadi haram kalau digunakan untuk mengiris jari tangan. Begitu juga internet.

Di antara manfaat internet antara lain memperkaya pengetahuan dan wawasan, menjadi media komunikasi, mempermudah menawarkan atau mendapatkan lowongan kerja atau peluang usaha (bisnis), sekaligus mempermudah melakukan transaksi bisnis. Belajar mengajar dan jual beli bisa dari rumah yang bisa menghemat waktu dan biaya. Sekaligus sebagai media untuk berbagi.

Jadi fungsi yang paling mendasar dari internet sejatinya adalah media informasi dan komunikasi. Orang tidak hanya bisa mendapatkan informasi yang dikehendakinya. Tetapi juga bisa memberikan informasi sesuai kemauannya. Dari informasi dan komunikasi itu lantas membuahkan tindakan.

Pernah saat berkelakar dengan seorang kawan, kami menyebut internet itu adalah ‘jibril’ (dengan ‘j’ kecil) fii zamaanina (di zaman kita). Untuk menggambarkan fungsi internet itu, bolehlah kita sebut ‘jibril kecil’. Layaknya Jibril yang malaikat informasi, internet juga menyediakan informasi. Menariknya, kita bisa mendapatkan informasi sesuai kehendak dan keinginan kita.

Bukan hanya itu. Internet itu bisa diakses kapan pun dan di mana pun sesuai dengan kehendak kita. Bisa always on. Selalu online. Terus connected. Tentu kalau kita selalu membawa gawai (gadget) yang lengkap dengan paket data internetnya. Bahkan sering kita menggunakan Google Map sebagai penunjuk jalan ke alamat tertentu.

Misalnya menjual atau membeli, bahkan bisa menonton dan ditonton. Dari menjual itu, lantas melakukan proses packing (mengemas), mengirim ke ekspedisi, lalu dikirim ke alamat pembeli. Sebaliknya pembeli, misalnya pergi ke swalayan untuk transfer sebelum produk atau jasa sampai ke tangannya.

Begitu juga membaca atau menulis. Orang bisa membaca sesuai kehendaknya. Seorang dokter bisa mendapat info sesuai bidangnya. Teknisi bisa mendapat info sesuai kehendaknya. Kiai, ustadz, guru, dosen, motivator, bisa mendapat info sesuai minatnya. Murid, santri, mahasiswa, koki, masinis, olahragawan, seniman, sastrawan, polisi, tentara, teknisi dan seterusnya bisa mendapatkan info dari internet. Begitu juga bagi penulis. Data-data di Internet bisa diolah dan disajikan kembali sesuai kebutuhan dan keinginan.

Lewat internet pula, antar orang bisa bersosial secara maya. Melalui media sosial yang terkenal dengan sosmed. Seperti YouTube, WhasApp, Facebook, Twitter, Instagram dan Line. Sebagaimana bersosial dalam dunia nyata, antar orang bisa berbagi dan menerima. Bisa upload dan download. Give and take. Dengan konten (isi) berupa mulai dari teks, foto, audio sampai audio visual (video).

Sewaktu-waktu membutuhkan informasi, kita langsung bisa melakukan pencarian (searching) di salah satu mesin pencari (browser). Salah satu contohnya adalah Google. Saking canggihnya, telinga kita kerap mendengar istilah ‘Mbah Google’. Apa pun pertanyaannya, ‘Mbak Google’ akan menjawabnya. Mau berbahasa apa saja, ‘Mbah Google’ bisa. Mau disiplin ilmu apa saja, sangat mudah bagi ‘Mbah Google’. Cerdas sekali ‘Mbah Google’ ini. ‘jibril shoghir’.

Dengan Laptop atau Smartphone (HP) misalnya, kita bisa membuka beberapa jendela (windows). Artinya, kita juga bisa membuka beberapa ‘Mbah Google’. Lewat ‘Mbah Google’ ini kita bisa membuka beberapa website. Setiap website itu dimiliki dan dikelola oleh setiap orang atau perusahaan (akun) dan semisalnya. Terutama kontennya. Nah, ‘Mbah Google’ dengan canggihnya, mengarahkan perintah yang kita berikan kepadanya kepada salah satu website itu. Kita pun bisa mendapatkan info yang dibutuhkan atau diinginkan.

Malah kalau di dunia nyata kita kurang yakin saat mendapatkan informasi, kita bisa mengujinya (crosscheck) dengan melakukan pelacakan ke Mbah Google.

Jadi sejatinya, konten setiap website, itu orang juga yang menulis misalnya kalau berupa teks. Begitu juga semua informasi yang ada di Sosmed. Sebagian besar itu adalah akun setiap orang, perusahaan, organisasi, dan seterusnya.

Tetapi ada sebagian kalangan yang memandang remeh Internet. Terutama Google. Dibuat citra seakan-akan belajar dari Google, itu langsung salah. Dikira berguru kepada setan. Tampaknya, itu disebabkan memandang sudut negatif Internet atau Google dari sisi negatifnya saja. Yaitu informasi dari sebuah website sangat memungkinkan adalah hoaks (palsu) yang sengaja dibuat untuk menyesatkan orang.

Memang betul. Dan kita memang harus ekstra hati-hati dari setiap konten internet. Maka saran saya, selalu menggunakan akal sehat. Pilah-pilihlah. Bandingkanlah dengan website yang lain, dengan buku dan lain seterusnya. Bacalah berita atau carilah informasi dari situs-situs yang terpercaya (mainstream). Jangan gampangan membagikan (share). Barulah kalau sudah yakin benar, bisa kita manfaatkan.

Maka, istilah berguru kepada Google, itu sejatinya berguru kepada orang. Jadi sebaiknya kita tahu juga siapa penulisnya. Dan bagaimana latar belakangnya. Layaknya ada dokter spesialis jantung, spesialis mata, spesialis gigi, spesialis kandungan dan seterusnya, begitu juga misalnya kalau dunia pemikiran Islam. Ada spesialis Bahasa Arab, spesialis Hadis, spesialis Fikih, spesialis Tafsir Qur’an, spesialis Tasawuf, spesialis Filsafat Islam dan lain-lain.

Kalau di bangku formal, kampus misalnya, itu setiap  pelajaran (mata kuliah) dipandu oleh dosen spesialis. Misalnya Ushul Fiqh, dosennya adalah seorang master, doktor bahkan profesor bidang Ushul Fiqh. Hadis dan ilmu-ilmunya, itu dosennya juga spesialis di bidang Hadis. Begitu juga Tafsir dan ilmu-ilmunya, Bahasa Arab, Sastra Arab, dan seterusnya itu juga dosennya adalah spesialis di bidangnya masing-masing.

Dan spesialis Tasawuf, misalnya, itu tidak otomatis juga paham dunia Hadis dan seluk beluknya. Dan sebaliknya. Dan seterusnya contoh yang lain. Di sinilah kekritisan murid diperlukan. Intinya, belajar, berguru, mencari informasi, boleh dari mana saja (buku, koran, internet dan seterusnya) dan dari siapa saja, tetapi harus selalu berbekal akal sehat, kritis, dibandingkan dan dipilah-pilih (QS.39:18).

Semoga bermanfaat. Walloohu a’lam bishshowaab….

*Penulis buku Ayat-Ayat Kemenangan, dll.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...