—Saiful Islam*—
“Fungsi internet, itu seperti
malaikat jibril bagi kita…”
Tidak sedikit di kalangan umat
Islam yang terlalu hati-hati menyikapi internet. Satu dua dosen pun, saat saya
masih kuliah dulu, tidak memperbolehkan mengambil referensi (merujuk) dari
internet. Tetapi ada juga yang memperbolehkan dengan disertai cara pengutipan
sumber yang benar.
Pada mulanya, internet itu
diciptakan untuk mempermudah pekerjaan manusia. Untuk manfaat bagi manusia. Terutama
kaitannya dengan informasi. Begitulah dasar semua teknologi diciptakan. Mempermudah.
Manusia modern hampir sepenuhnya tergantung pada internet. Segalanya serba
internet (Internet of Things).
Layaknya semua alat, itu netral.
Tidak ada hukumnya. Barulah ketika difungsikan oleh manusia, bisa diputuskan
hukumnya. Contoh misal pisau. Kalau digunkan untuk mengupas apel misalnya.
Tentu baik dan halal. Tetapi jelas menjadi haram kalau digunakan untuk mengiris
jari tangan. Begitu juga internet.
Di antara manfaat internet antara
lain memperkaya pengetahuan dan wawasan, menjadi media komunikasi, mempermudah
menawarkan atau mendapatkan lowongan kerja atau peluang usaha (bisnis),
sekaligus mempermudah melakukan transaksi bisnis. Belajar mengajar dan jual
beli bisa dari rumah yang bisa menghemat waktu dan biaya. Sekaligus sebagai media
untuk berbagi.
Jadi fungsi yang paling mendasar
dari internet sejatinya adalah media informasi dan komunikasi. Orang tidak
hanya bisa mendapatkan informasi yang dikehendakinya. Tetapi juga bisa
memberikan informasi sesuai kemauannya. Dari informasi dan komunikasi itu
lantas membuahkan tindakan.
Pernah saat berkelakar dengan
seorang kawan, kami menyebut internet itu adalah ‘jibril’ (dengan ‘j’ kecil) fii
zamaanina (di zaman kita). Untuk menggambarkan fungsi internet itu,
bolehlah kita sebut ‘jibril kecil’. Layaknya Jibril yang malaikat informasi,
internet juga menyediakan informasi. Menariknya, kita bisa mendapatkan
informasi sesuai kehendak dan keinginan kita.
Bukan hanya itu. Internet itu bisa
diakses kapan pun dan di mana pun sesuai dengan kehendak kita. Bisa always
on. Selalu online. Terus connected. Tentu kalau kita selalu
membawa gawai (gadget) yang lengkap dengan paket data internetnya.
Bahkan sering kita menggunakan Google Map sebagai penunjuk jalan ke alamat
tertentu.
Misalnya menjual atau membeli,
bahkan bisa menonton dan ditonton. Dari menjual itu, lantas melakukan proses packing
(mengemas), mengirim ke ekspedisi, lalu dikirim ke alamat pembeli. Sebaliknya
pembeli, misalnya pergi ke swalayan untuk transfer sebelum produk atau jasa
sampai ke tangannya.
Begitu juga membaca atau menulis.
Orang bisa membaca sesuai kehendaknya. Seorang dokter bisa mendapat info sesuai
bidangnya. Teknisi bisa mendapat info sesuai kehendaknya. Kiai, ustadz, guru,
dosen, motivator, bisa mendapat info sesuai minatnya. Murid, santri, mahasiswa,
koki, masinis, olahragawan, seniman, sastrawan, polisi, tentara, teknisi dan
seterusnya bisa mendapatkan info dari internet. Begitu juga bagi penulis. Data-data
di Internet bisa diolah dan disajikan kembali sesuai kebutuhan dan keinginan.
Lewat internet pula, antar orang
bisa bersosial secara maya. Melalui media sosial yang terkenal dengan sosmed.
Seperti YouTube, WhasApp, Facebook, Twitter, Instagram dan Line. Sebagaimana
bersosial dalam dunia nyata, antar orang bisa berbagi dan menerima. Bisa upload
dan download. Give and take. Dengan konten (isi) berupa mulai
dari teks, foto, audio sampai audio visual (video).
Sewaktu-waktu membutuhkan
informasi, kita langsung bisa melakukan pencarian (searching) di salah
satu mesin pencari (browser). Salah satu contohnya adalah Google. Saking
canggihnya, telinga kita kerap mendengar istilah ‘Mbah Google’. Apa pun
pertanyaannya, ‘Mbak Google’ akan menjawabnya. Mau berbahasa apa saja, ‘Mbah
Google’ bisa. Mau disiplin ilmu apa saja, sangat mudah bagi ‘Mbah Google’. Cerdas
sekali ‘Mbah Google’ ini. ‘jibril shoghir’.
Dengan Laptop atau Smartphone (HP)
misalnya, kita bisa membuka beberapa jendela (windows). Artinya, kita
juga bisa membuka beberapa ‘Mbah Google’. Lewat ‘Mbah Google’ ini kita bisa
membuka beberapa website. Setiap website itu dimiliki dan dikelola oleh setiap
orang atau perusahaan (akun) dan semisalnya. Terutama kontennya. Nah, ‘Mbah
Google’ dengan canggihnya, mengarahkan perintah yang kita berikan kepadanya
kepada salah satu website itu. Kita pun bisa mendapatkan info yang dibutuhkan
atau diinginkan.
Malah kalau di dunia nyata kita
kurang yakin saat mendapatkan informasi, kita bisa mengujinya (crosscheck)
dengan melakukan pelacakan ke Mbah Google.
Jadi sejatinya, konten setiap website,
itu orang juga yang menulis misalnya kalau berupa teks. Begitu juga semua
informasi yang ada di Sosmed. Sebagian besar itu adalah akun setiap orang,
perusahaan, organisasi, dan seterusnya.
Tetapi ada sebagian kalangan yang
memandang remeh Internet. Terutama Google. Dibuat citra seakan-akan belajar
dari Google, itu langsung salah. Dikira berguru kepada setan. Tampaknya, itu
disebabkan memandang sudut negatif Internet atau Google dari sisi negatifnya
saja. Yaitu informasi dari sebuah website sangat memungkinkan adalah hoaks
(palsu) yang sengaja dibuat untuk menyesatkan orang.
Memang betul. Dan kita memang harus
ekstra hati-hati dari setiap konten internet. Maka saran saya, selalu
menggunakan akal sehat. Pilah-pilihlah. Bandingkanlah dengan website yang lain,
dengan buku dan lain seterusnya. Bacalah berita atau carilah informasi dari
situs-situs yang terpercaya (mainstream). Jangan gampangan membagikan (share).
Barulah kalau sudah yakin benar, bisa kita manfaatkan.
Maka, istilah berguru kepada
Google, itu sejatinya berguru kepada orang. Jadi sebaiknya kita tahu juga siapa
penulisnya. Dan bagaimana latar belakangnya. Layaknya ada dokter spesialis
jantung, spesialis mata, spesialis gigi, spesialis kandungan dan seterusnya,
begitu juga misalnya kalau dunia pemikiran Islam. Ada spesialis Bahasa Arab,
spesialis Hadis, spesialis Fikih, spesialis Tafsir Qur’an, spesialis Tasawuf,
spesialis Filsafat Islam dan lain-lain.
Kalau di bangku formal, kampus
misalnya, itu setiap pelajaran (mata
kuliah) dipandu oleh dosen spesialis. Misalnya Ushul Fiqh, dosennya adalah
seorang master, doktor bahkan profesor bidang Ushul Fiqh. Hadis dan ilmu-ilmunya,
itu dosennya juga spesialis di bidang Hadis. Begitu juga Tafsir dan
ilmu-ilmunya, Bahasa Arab, Sastra Arab, dan seterusnya itu juga dosennya adalah
spesialis di bidangnya masing-masing.
Dan spesialis Tasawuf, misalnya,
itu tidak otomatis juga paham dunia Hadis dan seluk beluknya. Dan sebaliknya. Dan
seterusnya contoh yang lain. Di sinilah kekritisan murid diperlukan. Intinya,
belajar, berguru, mencari informasi, boleh dari mana saja (buku, koran,
internet dan seterusnya) dan dari siapa saja, tetapi harus selalu berbekal akal
sehat, kritis, dibandingkan dan dipilah-pilih (QS.39:18).
Semoga bermanfaat. Walloohu
a’lam bishshowaab….
*Penulis buku Ayat-Ayat Kemenangan,
dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar