—Saiful Islam—
“Saya rasa, tidak ada seorang pun laki-laki
yang waras di muka bumi ini yang rela kalau istrinya ‘digagahi’ oleh laki-laki
lain. Kecuali laki-laki ‘setengah dua belas’. Hehe…”
Berikutnya adalah soal nikah muhallil.
Ini nikah yang bertujuan untuk menghalalkan istri yang telah dicerai dua kali,
supaya suami yang pertama (muhallal lah) bisa balik (rujuk) kembali ke
istrinya itu. Dasarnya QS.2:230 berikut.
QS. Al-Baqarah[2]: 230
فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا
تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّىٰ تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ ۗ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا
أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۗ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ
يَعْلَمُونَ
Kemudian jika si suami
menceraikannya (sesudah cerai yang kedua), MAKA PEREMPUAN ITU TIDAK HALAL LAGI
BAGINYA, HINGGA DIA MENIKAH DENGAN SUAMI YANG LAIN. Kemudian jika suami yang
lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama
dan isteri) untuk rujuk kembali jika keduanya berpendapat akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada
kaum yang (mau) mengetahui.
Menurut saya, tidak tepat kalau
nikah muhallil ini digolongkan sebagai perluasan (ekstensi) milkul
yamin. Baik yang laki-lakinya, maupun yang perempuannya. Sebab maksud
kalimat, “sampai perempuan itu menikah dengan laki-laki lain,” itu
memang benar-benar menikah untuk membangun rumah tangga. Tidak boleh ada niat ‘akan
diceraikan’ dalam pernikahannya dengan laki-laki baru itu. Sekali lagi, nikah
dalam Qur’an itu harus dengan semangat ihshoon: saling cinta-kasih,
saling menjaga, saling mengayomi, dan saling melindungi, dalam sebuah rumah
tangga yang terhormat.
Sebenarnya QS.2:230 ini, adalah
sindiran kepada suami pertamanya itu. Bahwa jangan main-main dengan cerai. Perempuan
itu bukan barang yang bisa dicerai dan dirujuk seenaknya. Sebelum cerai, harus
dan wajib dipertimbangkan matang-matang. Jangan gampangan cerai-cerai. Seakan-akan
Qur’an mengatakan, “Cerai cukup dua kali saja. Kalau kamu sampai dua kali
menceraikan istrimu, maka haram kamu rujuk kepadanya. Sampai istrimu itu ‘digagahi’
oleh laki-laki lain!”
Kalimat Qur’an, “sampai istrimu
itu menikah dengan laki-laki lain,” itu sebenarnya teguran keras bagi para
suami. Bahasa halus larangan: jangan gampangan menceraikan istrimu. Sebab, saya
rasa, tidak ada seorang pun laki-laki yang waras di dunia ini yang rela kalau
istrinya ‘digauli’ oleh laki-laki lain. Kecuali laki-laki ‘setengah dua belas’
yang otaknya telah dikuasai dan dikendalikan oleh nafsu kebinatangannya. Hehe
Adapun nikah ‘urfi, ini
seperti kawin kontrak. Tidak sah. Tidak perlu saya tanggapi lebih panjang lagi.
Baca tulisan kemarin, SALAH KAPRAH NIKAH MUT’AH.
Sedangkan nikah misyar, itu
sama dengan nikah misfar. Ini juga menurut saya, tidak tepat digolongkan
sebagai ekstensi milkul yamin. Sebab, ini nikah pada umumnya. Yaitu syarat
rukunnya sudah terpenuhi semua. Tetapi, harus tertulis. Ada hitam di atas
putih. Menikah dengan ihshoon: tulus untuk membangun rumah tangga. Tanpa
tertulis, dan tanpa ihshoon (alias pernikahan main-main), menurut saya
tetap tidak sah!
Selanjutnya adalah nikah friend.
Ini menurut saya sama dengan al-musakanah (kumpul kebo). Dua-duanya
haram pangkat dua. Haram bangeeeet. Hehe. Sebenarnya, nikah friend
ini, bukan nikah. Tetapi zina. Atau faahisyah. Atau bagyan. Diberi
kata nikah, sebagai kamuflase saja. Begitu juga al-musakanah. Ini juga
zina. Jelas-jelas tidak ada ikatan perkawinan di situ. Diberi nama Arab, al-musakanah,
supaya tampak keren saja. Padahal cumak coro Arab. Tibakno artine
kompol kebo. Seks tanpa pernikahan, kan memang dilakukan kebo, sapi,
kucing, ayam, kambing, dkk.
Sekarang soal nikah hibah. Perempuan
yang memberikan dirinya untuk dinikahi, memang halal menurut Qur’an. Tetapi itu
perempuan yang memberikan dirinya untuk dinikahi oleh Nabi (kata dinikahi,
sangat penting di sini). Bukan perempuan yang menghibahkan dirinya kepada Kaum
Mukmin (selain Nabi). Itu pun kalau Nabi mau menikahinya. Sebenarnya Qur’an
hanya menginfokan siapa saja yang halal dinikahi oleh Nabi. Supaya lebih jelas,
berikut saya tunjukkan ayatnya.
QS. Al-Ahzab[33]: 50
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ
إِنَّا أَحْلَلْنَا لَكَ أَزْوَاجَكَ اللَّاتِي آتَيْتَ أُجُورَهُنَّ وَمَا
مَلَكَتْ يَمِينُكَ مِمَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَيْكَ وَبَنَاتِ عَمِّكَ وَبَنَاتِ
عَمَّاتِكَ وَبَنَاتِ خَالِكَ وَبَنَاتِ خَالَاتِكَ اللَّاتِي هَاجَرْنَ مَعَكَ وَامْرَأَةً
مُؤْمِنَةً إِنْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لِلنَّبِيِّ إِنْ أَرَادَ النَّبِيُّ أَنْ
يَسْتَنْكِحَهَا خَالِصَةً لَكَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ ۗ قَدْ عَلِمْنَا مَا فَرَضْنَا عَلَيْهِمْ
فِي أَزْوَاجِهِمْ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ لِكَيْلَا يَكُونَ عَلَيْكَ
حَرَجٌ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
HAI NABI. Sesungguhnya Kami telah
menghalalkan bagimu isteri-isterimu yang telah kamu berikan upah (maharnya),
dan milkul yamin yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam
peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu. Dan (demikian pula) anak-anak
perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara
perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu, dan
anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu,
DAN PEREMPUAN MUKMIN YANG MENYERAHKAN DIRINYA KEPADA NABI, KALAU NABI MAU
MENIKAHINYA, SEBAGAI PENGKHUSUSAN BAGIMU, BUKAN UNTUK SEMUA ORANG MUKMIN.
Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang
isteri-isteri mereka dan milkul yamin yang mereka miliki supaya tidak menjadi
kesempitan bagimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Yang terakhir adalah soal akad ihshoon.
Menurut saya, tidak tepat kalau ihshoon itu diartikan akad. Ihshoon
itu bukan akad. Tidak ada dalam kamus-kamus Arab maupun ayat-ayat Qur’an yang
mengartikan ihshoon itu sebagai akad. Tidak ada! Ihshoon itu
adalah ruhnya nikah. Ini sudah saya ceritakan panjang lebar. Sampai 6 episode bahkan.
Tidak perlu saya ulas lagi di sini. Silakan baca lagi saja tulisan sebelumnya: PARA
PEREMPUAN SUCI, MENELUSURI KATA IHSHOON, MEMBONGKAR KATA IHSHOON, CEWEK
GAMPANGAN, dan RUHNYA NIKAH.
Begitu dulu. Semoga bermanfaat.
Bersambung, insya Allah…
Walloohu a’lam bishshowaab. Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar