Rabu, 27 November 2019

MENGGUGAT KEWAHYUAN HADIS


—Saiful Islam—

“Menolak Hadis palsu adalah wajib! Bahkan menurut saya, bukan hanya Hadis palsu. Menolak Hadis (dhaif) lemah, itu juga wajib!!”

Suatu hari, saya iseng mengetik di YouTube, ‘Hadith in History’. Kemudian saya tertarik dengan satu video yang berjudul Part 1 II History of the Compilation of Hadith Literature II Ustadh AbdulRahman Hassan. Saya menikmatinya. Tepat mulai di menit 16.19 dia berbicara tentang posisi Sunnah terhadap Qur’an.

Saya ingat betul saat kuliah di Tafsir Hadis sekitar 2008 - 2012 silam. Bahwa materi kedudukan Sunnah sebagai sumber hukum Islam nomer 2 setelah Qur’an, itu juga pernah saya tulis. Dalam bentuk makalah yang kemudian saya presentasikan kepada kawan-kawan di depan dosen.

Baiklah. Kembali kepada video berdurasi 1 jam lebih di atas. Sang ustadz dengan tegas menyatakan bahwa Sunnah is revelation from Allah. Sunnah adalah wahyu dari Allah. Dengan mengutip pendapat sana-sini, ustadz ini juga menyatakan bahwa Sunnah adalah wahyu kedua (second revelation) setelah Qur’an. Kemudian dia mengutip cuplikan 6 ayat berikut. Akan saya kutipkan semua di sini.

Pertama, QS. Al-Najm[53]: 3 – 4.
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ
3. Dan tiadalah YANG DIUCAPKANNYA ITU (QUR’AN) menurut kemauan hawa nafsunya.

إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ
4. UCAPANNYA ITU (QUR’AN) tiada lain hanyalah WAHYU yang diwahyukan (kepadanya).

Ayat inilah yang paling sering dirancukan oleh sebagian umat Islam. Bahwa semua perkataan, perbuatan, dan ketetapan Nabi adalah wahyu. Padahal yang dimaksud wahyu di atas adalah Qur’an. Bukan Sunnah. Apalagi Hadis. Qur’an yang 6000-an ayat, semuanya itu bukan ide Muhammad. Bukan kepentingan Muhammad. Bukan kemauan Muhammad. Teksnya yang 30 juz, itu murni firman Allah. Bukan sabda Nabi meskipun memang disampaikan oleh Nabi.

Hati Nabi tidak bisa mendustakan wahyu itu (QS.53:11). Ketika Nabi menyampaikan Qur’an itu kepada masyarakatnya, barulah beliau mendapat penentangan, kritikan, ejekan, cemoohan, perlawanan, sampai serangan fisik. Ini tergambar dalam ayat berikutnya (QS.53:12). Apalagi di ayat 18-nya jelas Allah menyebut bahwa Nabi telah melihat sebagian ayat-ayat Allah itu.

Kenapa disebut sebagian ayat-ayat? Karena memang Qur’an itu turun kepada Nabi berangsur. Selamat kurang lebih 23 tahun. Ada yang turun sebelum hijrah, disebut ayat makkiyah. Ada yang turun setelah hijrah, disebut ayat madaniyah. Tidak sekaligus brek 30 juz berbentuk buku begitu. Jadi saya melihat Surat Al-Najm itu adalah proses pewahyuan Qur’an. Sama sekali bukan dalil sebagai pembenar bahwa Sunnah adalah wahyu.

Kedua, QS. Al-Nahl[16]: 44
بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ ۗ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Keterangan-keterangan dan kitab-kitab. Dan KAMI TURUNKAN KEPADAMU QUR’AN, AGAR KAMU MENERANGKAN PADA UMAT MANUSIA APA YANG TELAH DITURUNKAN KEPADA MEREKA dan supaya mereka memikirkan.

Kalimat litubayyina linnaas (supaya engkau menerangkannya kepada manusia). Ini juga yang akan dibuat rancu. Padahal sudah jelas, ‘Dan kami turunkan kepadamu al-dzikr (Qur’an), supaya kamu menerangkan Qur’an itu kepada manusia.’ Qur’an itu memang disampaikan oleh Nabi. Diucapkan oleh Nabi. Dari mulut Nabi. Tapi itu bukan ide Nabi. Bukan keinginan Nabi. Bukan Sunnah Nabi. Apalagi Hadis Nabi.

Ketiga, QS. Al-Hasyr[59]: 7
مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ ۚ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Apa saja harta rampasan (fai’) yang diberikan Allah kepada rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota, maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. APA YANG DIBERIKAN RASUL KEPADAMU, MAKA TERIMALAH. DAN APA YANG DILARANGNYA BAGIMU, MAKA TINGGALKANLAH. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.

Ayat itu bunyinya yang diberikan RASUL terimalah, yang dilarang RASUL, tinggalkanlah. Kenapa kata rasul saya tulis huruf besar? Muhammad SAW itu disebut RASUL, sehingga menjadi RASULULLAH, itu karena satu hal! Yaitu karena beliau menerima QUR’AN untuk disampaikan kepada umat manusia!! Muhammad SAW disebut RASULULLAH itu bukan karena Hadis!!! Kaum Mukmin memang WAJIB beriman bulat 100 persen bahwa Qur’an adalah firman Allah. Kalaamullah.

Keempat, QS. Ali Imran[3]: 31
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah: "JIKA KAMU (BENAR-BENAR) MENCINTAI ALLAH, IKUTILAH AKU, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Kita memang harus mengikuti Nabi Muhammad kalau benar-benar cinta Allah. Lah, gimana kita bisa cinta Allah kalau tidak mengikuti Muhammad SAW yang amat kita sayangi dan amat kita cintai itu?! Tetapi mengikuti Hadis, itu belum tentu mengikuti Nabi Muhammad. Hadis itu CUMA berita tentang Nabi. Jadi baru berita. Hadis itu baru diduga dari Nabi. zhann. Makanya ada Hadis sahih, ada Hadis hasan (lumayan), ada Hadis lemah, bahkan Hadis fiktif alias Hadis palsu. Insya Allah di depan akan saya bahas lebih detail.

Kelima, QS. Al-Nisa’[4]: 65
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Maka demi Tuhanmu, MEREKA (PADA HAKEKATNYA) TIDAK BERIMAN HINGGA MEREKA MENJADIKAN KAMU HAKIM TERHADAP PERKARA YANG MEREKA PERSELISIHKAN. Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan. Dan mereka menerima dengan sepenuhnya.

Kalau Nabi masih hidup, tentu saja orang beriman sejati akan bertanya langsung kepada Rasulullah. Pastilah Rasulullah akan memutuskan semua perkara dengan Qur’an. Rasulullah pasti akan selalu merujuk kepada Qur’an. Rasulullah pun akan selalu mengikuti Qur’an (QS.45:18). Tidak ngarang-ngarang ideologi sendiri. Soal teknis, seperti kaifiyat shalat, zakat, puasa, haji, dan semisalnya, itu memang hak prerogatif Nabi. Tetapi ideologi shalat, zakat, puasa, haji, itu sudah umum terdapat dalam Qur’an.

Soal teknis shalat, haji, zakat, dan lain-lain itu, insya Allah akan lebih kita eksplor di depan.

Keenam, QS. Al-Nur[24]: 63
لَا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا ۚ قَدْ يَعْلَمُ اللَّهُ الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنْكُمْ لِوَاذًا ۚ فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Janganlah kamu jadikan panggilan rasul diantara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), MAKA HENDAKLAH ORANG-ORANG YANG MENYALAHI PERINTAH-NYA TAKUT AKAN DITIMPA COBAAN ATAU DITIMPA AZAB YANG PEDIH.

Lantas ayat itu dibuat untuk menakut-nakuti bahwa siapa yang menolak Hadis secara umum akan murtad. Bagian ini, tidak akan saya tanggapi banyak-banyak. Engkok podo nggak pintere, hehe. Tetapi, menolak Hadis palsu adalah wajib! Bahkan menurut saya, bukan hanya Hadis palsu. Menolak Hadis (dhaif) lemah, itu juga wajib!!

Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung, insya Allah…

Walloohu a’lam bishshowaab. Salam

*Saiful Islam (bukan ustadz, tapi santri ndableg yang gampang mencintai dan ngefans kepada siapa pun yang pintar dan cerdas, termasuk kawan-kawan diskusinya).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...