—Saiful Islam*—
“Ide Hadis adalah wahyu, itu bukan
main. Profesor pun ikut-ikutan mengamininya…”
Terimakasih. Pertanyaan, masukan, sanggahan,
kritikan yang relevan, dan semisalnya dari kawan-kawan, akan saya
pertimbangkan. Insya Allah akan saya jawab pada tulisan-tulisan di depan.
OK. Tampaknya, masih ada yang
kurang paham dengan tulisan saya kemarin, MENGGUGAT KEWAHYUAN HADIS. Buktinya
masih ada pertanyaan, di bagian mana pernyataan ustadz dalam video itu yang
saya tidak setujui. Baiklah, kali ini akan lebih saya perjelas.
Jadi kan begini. Sang ustadz
menyatakan bahwa Sunnah atau Hadis itu adalah wahyu. Atau wahyu kedua selain
Qur’an. Dalilnya QS. Al-Najm[53]: 3-4. Di samping itu, dengan maksud mewajibkan
Kaum Mukminin menggunakan Hadis atau Sunnah, dia mendasarkannya pada lima ayat
yang lain itu (QS.16:44; QS.59:7; QS.3:31; QS.4:65; dan QS.24:63).
Menurut saya ustadz tersebut
berlebihan dalam menyikapi Sunnah atau Hadis. Nah, tulisan saya kemarin itu
membantah semua argumennya dengan mendasarkan pada dalil-dalil yang ia kutip.
Jadi, tulisan sekitar 1000-an kata kemarin itu, semua isinya adalah ketidak
setujuan saya. Setiap penjelasan di bawah 6 ayat tersebut, itu adalah gagasan
saya yang membantah ide si ustadz. Jadi, isi tulisan saya kemarin itu, semuanya
adalah bantahan kepadanya.
Bahwa menurut saya, maksud keenam
ayat yang dia kutip itu tidak seperti penjelasannya dalam video itu. Menurut
saya, si ustadz berlebihan dalam memposisikan Sunnah atau Hadis. Sampai berani
mengatakan bahwa Hadis adalah wahyu kedua selain Qur’an. Baiklah. Kali ini akan
saya pertegas lagi bahwa Hadis itu sangat-sangat jauh grade atau level-nya
dibanding Qur’an. Tidak ada wahyu selain Qur’an.
Sunnah itu bukan wahyu. Hadis itu baru upaya menelusuri
Sunnah. Kalau pun ada ibadah-ibadah teknis, itu adalah ijtihad Nabi yang
terinpirasi oleh Qur’an. Tidak terinspirasi oleh wahyu selain Qur’an. Sekali
lagi, tidak ada wahyu selain Qur’an. Apalagi Hadis. Ya tentu saja Hadis sangat
bukan wahyu. Wong Hadis itu karya penulis Hadis. Yang tidak dikawal langsung
oleh Rasulullah.
Tidak ada informasi dari Qur’an
bahwa Sunnah Nabi adalah wahyu. Sunnah itu, bukan wahyu. Juga bukan Qur’an.
Meski Sunnah Nabi (bukan Hadis Nabi) itu cuma bisa terinspirasi oleh Qur’an.
Hasil dari terinspirasi itu, menghasilkan ijtihad-ijtihad Nabi dalam teknis
ibadah-ibadah ritual. Secara garis besar, Nabi memang hanya mengikuti Qur’an. Serta
menyampaikannya kepada umat manusia. Sesuai perintah-Nya (QS.5:67). Hanya karena
itulah beliau disebut utusan Allah (Rasul Allah).
Nabi hanya mengikuti apa yang
diwahyukan kepada beliau. Yakni Qur’an itu sendiri. Misalnya QS.10:109 dan
QS.33:2.
QS. Yunus[10]: 109.
وَاتَّبِعْ مَا يُوحَىٰ
إِلَيْكَ وَاصْبِرْ حَتَّىٰ يَحْكُمَ اللَّهُ ۚ وَهُوَ خَيْرُ الْحَاكِمِينَ
Dan IKUTILAH APA YANG DIWAHYUKAN
KEPADAMU. Dan bersabarlah hingga Allah memberi keputusan. Dan Dia adalah hakim
yang sebaik-baiknya.
Nabi hanyalah manusia biasa yang
mendapat wahyu Qur’an. Beliau memang hanyalah memberi peringatan dengan wahyu
Qur’an. Misalnya QS.18:110, QS.41:6, QS.38:70, QS.22:49, dan lain-lain berikut
ini.
QS. Al-Kahf[18]: 110
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ
مِثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ
عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini MANUSIA
BIASA SEPERTI KAMU, YANG DIWAHYUKAN KEPADAKU: "Bahwa sesungguhnya Tuhan
kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan
Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".
QS. Al-An’am[6]: 50 – 51
قُلْ لَا أَقُولُ لَكُمْ
عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلَا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلَا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي
مَلَكٌ ۖ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰ إِلَيَّ
ۚ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الْأَعْمَىٰ وَالْبَصِيرُ
ۚ أَفَلَا تَتَفَكَّرُونَ
50. Katakanlah: Aku tidak
mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku. Dan tidak (pula)
aku mengetahui yang gaib, dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku
seorang malaikat. AKU TIDAK MENGIKUTI KECUALI APA YANG DIWAHYUKAN KEPADAKU.
Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat?" Maka
Apakah kamu tidak memikirkan(nya)?"
وَأَنْذِرْ بِهِ الَّذِينَ
يَخَافُونَ أَنْ يُحْشَرُوا إِلَىٰ رَبِّهِمْ ۙ لَيْسَ لَهُمْ مِنْ دُونِهِ
وَلِيٌّ وَلَا شَفِيعٌ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
51. Dan BERILAH PERINGATAN DENGAN
APA YANG DIWAHYUKAN ITU kepada orang-orang yang takut akan dihimpunkan kepada
Tuhannya (pada hari kiamat). Sedang bagi mereka tidak ada seorang pelindung dan
pemberi syafa'at pun selain daripada Allah, agar mereka bertakwa.
QS. Al-Ahqof[46]: 9
قُلْ مَا كُنْتُ بِدْعًا
مِنَ الرُّسُلِ وَمَا أَدْرِي مَا يُفْعَلُ بِي وَلَا بِكُمْ ۖ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰ إِلَيَّ
وَمَا أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ مُبِينٌ
Katakanlah: "Aku bukanlah rasul
yang pertama di antara rasul-rasul. Dan aku tidak mengetahui apa yang akan
diperbuat terhadapku. Dan tidak (pula) terhadapmu. AKU TIDAK LAIN HANYALAH
MENGIKUTI APA YANG DIWAHYUKAN KEPADAKU DAN AKU TIDAK LAIN HANYALAH SEORANG
PEMBERI PERINGATAN YANG MENJELASKAN".
Para pentolan Quraisy dan rival-rival
Nabi yang lain, itu menentang beliau ya memang karena Qur’an yang disampaikan.
Bukan karena kebiasaan hidup (Sunnah) Nabi. Sunnah-Sunnah Nabi itu hanya akibat
dari Qur’an.
QS. Al-A’raf[7]: 203
وَإِذَا لَمْ تَأْتِهِمْ
بِآيَةٍ قَالُوا لَوْلَا اجْتَبَيْتَهَا ۚ قُلْ إِنَّمَا أَتَّبِعُ مَا يُوحَىٰ إِلَيَّ
مِنْ رَبِّي ۚ هَٰذَا بَصَائِرُ مِنْ رَبِّكُمْ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Dan apabila kamu tidak membawa
suatu ayat Qur’an kepada mereka, mereka berkata: "Mengapa tidak kamu buat
sendiri ayat itu?" Katakanlah: "Sesungguhnya AKU HANYA MENGIKUT APA
YANG DIWAHYUKAN DARI TUHANKU KEPADAKU. Qur’an ini adalah bukti-bukti yang nyata
dari Tuhanmu, petunjuk, dan rahmat bagi orang-orang yang beriman."
QS. Yunus[10]: 15
وَإِذَا تُتْلَىٰ
عَلَيْهِمْ آيَاتُنَا بَيِّنَاتٍ ۙ قَالَ الَّذِينَ لَا يَرْجُونَ لِقَاءَنَا ائْتِ
بِقُرْآنٍ غَيْرِ هَٰذَا أَوْ بَدِّلْهُ ۚ قُلْ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أُبَدِّلَهُ مِنْ
تِلْقَاءِ نَفْسِي ۖ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰ إِلَيَّ ۖ إِنِّي أَخَافُ إِنْ
عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ
Dan apabila dibacakan kepada mereka
ayat-ayat Kami yang nyata, orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan
Kami berkata: "Datangkanlah Qur’an yang lain dari ini atau gantilah Qur’an
itu". Katakanlah: "TIDAKLAH PATUT BAGIKU MENGGANTINYA DARI PIHAK
DIRIKU SENDIRI. AKU TIDAK MENGIKUT KECUALI APA YANG DIWAHYUKAN KEPADAKU. Sesungguhnya
aku takut jika mendurhakai Tuhanku kepada siksa hari yang besar (kiamat)".
Qur’an, firman Allah, itu memang
telah sempurna. Sejumlah 6000-an ayat. Komplit 30 juz. Tidak kurang. Tidak lebih.
Tidak ada wahyu yang lain selain Qur’an. Tidak ada wahyu kedua (second
revelation), wahyu ketiga, dan wahyu-wahyu yang lain. “Wahyu itu ya cuma
Qur’an ini, Profesor!!!”
QS. Al-An’am[6]: 115
وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ
صِدْقًا وَعَدْلًا ۚ لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ ۚ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
TELAH SEMPURNALAH KALIMAT TUHANMU (QUR’AN)
sebagai kalimat yang benar dan adil. TIDAK ADA YANG DAPAT MERUBAH
KALIMAT-KALIMAT-NYA. Dan Dia lah yang Maha Mendengar lagi Maha mengetahui.
Begitu dulu. Semoga bermanfaat.
Bersambung, insya Allah…
Walloohu a’lam bishshowaab. Salam
*Saiful Islam (bukan ustadz, tapi
santri ndableg yang gampang mencintai dan ngefans kepada siapa
pun yang pintar dan cerdas, termasuk kawan-kawan diskusinya).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar