Kawan 1: “Hadis Qudsy itu
bagaimana?”
SI: “Perlu diredefinisi, Mis J”
Kawan 1: “Lah iya... Tinggal katakan aja Hadis
Qudsy,l itu 1. Wahyu.. 2. Atau diilhami wahyu... 3. Atau BUKAN wahyu sama
sekali... Yg cocok yg mana ful?”
Kawan 2: Lek hadits guduk wahyu, terus opo
ful? Akal2ane Nabi taaa? Atau omong kosongnya Nabi?”
SI: “Wahyu itu cuma Qur’an saja. Selain
Qur’an, memang bukan wahyu. Sunnah iku loh bukan wahyu. Apalagi Hadis. Kalaupun
diilhami wahyu, itu artinya Sunnah yang diilhami Qur’an. Sekali lagi, tidak ada
wahyu selain Qur’an. Terbukti yang katanya Hadis Qudsi itu tidak semuanya
sahih. Tapi ada juga yang lemah. Bahkan fiktif. Begitu sementara..”
“Wah, Zulfikar mettu Rek. Yo ngene Kawan.
Sering2 silaturahim. Minimal group wa. Haha.
“Hadis yang sahih, itu diduga Sunnah. Tapi
masih diduga ya. Zhann. Kalau memang benar Sunnah, itu bukan berarti akal2ne
Nabi atau omong kosong Nabi. Tapi bisa jadi itu adalah ijtihad Nabi. Seperti
teknis shalat dkk. Perintahnya dari Qur’an. Prakteknya opo jare Nabi. Sebab
memang cumak Nabi seng berhak soal teknis ibadah ritual. Ngono sementara.”
Kawan 3: “Oalah digenepi dimik dalil e
sakdurunge berargument.”
Kawan 1: “Saya kira mending saiful membuat
buku khusus tentang ini dg judul: ‘Menggugat kewahyuan Hadis’. Lalu, saya undang
ke prodi Ilmu Hadis IAIN Kediri untuk diseminarkan di hadapan para doktor, prof
dan para akademisi. Bila perlu dihadirkan media...”
SI: “Insya Alloh, siap Mis. Terimakasih.
Dan sebagai kawan seiring sejalan, saya minta
semua kawan-kawan di sini (terutama yang berkecimpung dalam dunia akademisi
yang saya tahu: Misbah, Habib, Idris, Baim, Mbk Lim, dkk) mengadili setiap
tulisan saya, dengan tulus objektif. Menjawab pertanyaan-pertanyaan saya. Dan
membantu menunjukkan literatur-literatur yang saya perlukan (kalau berkenan
jika ada versi cetak bisa dikirim ke rumah, pinjam, hehe). Tapi kalau nggak ada
versi PDF juga bisa.
Seperti biasanya, insya Alloh, saya akan
mendekati tema ini dengan analisis ayat-ayat Qur’an yang terkait. Juga analisis
kosa katanya. Anggap saja kesimpulan, "Wahyu hanya Qur’an," itu baru
hipotesis.
Saya tidak janji, tema ini bisa selesai paling
tidak 200-an halaman buku normal. Tetapi saya akan mencoba.
Soal undang mengundang, tak perlu menjadi
janji juga. Cuma saya minta kalau hipotesis saya itu terbukti, sampaikan kepada
para mahasiswa kalian: Jangan gampangan menyampaikan Hadis-Hadis. Apalagi cuma
kepentingan ekonomi, politik, dan golongan. Para akademisi harus jujur. Harus
jauh dari kepentingan selain kebenaran.
"Wahai para mahasiswa Tafsir Hadis. Kalau
kalian takut tidak bisa makan, takut tidak diterima kelompok, takut tidak dapat
jabatan, jangan jadi akademisi. Jadilah pedagang atau politisi saja.."
Setelah tema 'Menggugat Kewahyuan Hadis',
insya Alloh berikutnya, saya akan bahas 'Menggugat Otentisitas Hadis
Mutawatir'.
OK, bismillah...
Salam,
Saiful Islam (bukan ustadz tapi santri ndableg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar