Selasa, 26 November 2019

KADO DARI DOSEN




Kawan 1: “Hadis Qudsy itu bagaimana?”

SI: “Perlu diredefinisi, Mis J

Kawan 1: “Lah iya... Tinggal katakan aja Hadis Qudsy,l itu 1. Wahyu.. 2. Atau diilhami wahyu... 3. Atau BUKAN wahyu sama sekali... Yg cocok yg mana ful?”

Kawan 2: Lek hadits guduk wahyu, terus opo ful? Akal2ane Nabi taaa? Atau omong kosongnya Nabi?”

SI: “Wahyu itu cuma Qur’an saja. Selain Qur’an, memang bukan wahyu. Sunnah iku loh bukan wahyu. Apalagi Hadis. Kalaupun diilhami wahyu, itu artinya Sunnah yang diilhami Qur’an. Sekali lagi, tidak ada wahyu selain Qur’an. Terbukti yang katanya Hadis Qudsi itu tidak semuanya sahih. Tapi ada juga yang lemah. Bahkan fiktif. Begitu sementara..”

“Wah, Zulfikar mettu Rek. Yo ngene Kawan. Sering2 silaturahim. Minimal group wa. Haha.

“Hadis yang sahih, itu diduga Sunnah. Tapi masih diduga ya. Zhann. Kalau memang benar Sunnah, itu bukan berarti akal2ne Nabi atau omong kosong Nabi. Tapi bisa jadi itu adalah ijtihad Nabi. Seperti teknis shalat dkk. Perintahnya dari Qur’an. Prakteknya opo jare Nabi. Sebab memang cumak Nabi seng berhak soal teknis ibadah ritual. Ngono sementara.”

Kawan 3: “Oalah digenepi dimik dalil e sakdurunge berargument.”

Kawan 1: “Saya kira mending saiful membuat buku khusus tentang ini dg judul: ‘Menggugat kewahyuan Hadis’. Lalu, saya undang ke prodi Ilmu Hadis IAIN Kediri untuk diseminarkan di hadapan para doktor, prof dan para akademisi. Bila perlu dihadirkan media...”

SI: “Insya Alloh, siap Mis. Terimakasih.

Dan sebagai kawan seiring sejalan, saya minta semua kawan-kawan di sini (terutama yang berkecimpung dalam dunia akademisi yang saya tahu: Misbah, Habib, Idris, Baim, Mbk Lim, dkk) mengadili setiap tulisan saya, dengan tulus objektif. Menjawab pertanyaan-pertanyaan saya. Dan membantu menunjukkan literatur-literatur yang saya perlukan (kalau berkenan jika ada versi cetak bisa dikirim ke rumah, pinjam, hehe). Tapi kalau nggak ada versi PDF juga bisa.

Seperti biasanya, insya Alloh, saya akan mendekati tema ini dengan analisis ayat-ayat Qur’an yang terkait. Juga analisis kosa katanya. Anggap saja kesimpulan, "Wahyu hanya Qur’an," itu baru hipotesis.

Saya tidak janji, tema ini bisa selesai paling tidak 200-an halaman buku normal. Tetapi saya akan mencoba.

Soal undang mengundang, tak perlu menjadi janji juga. Cuma saya minta kalau hipotesis saya itu terbukti, sampaikan kepada para mahasiswa kalian: Jangan gampangan menyampaikan Hadis-Hadis. Apalagi cuma kepentingan ekonomi, politik, dan golongan. Para akademisi harus jujur. Harus jauh dari kepentingan selain kebenaran.

"Wahai para mahasiswa Tafsir Hadis. Kalau kalian takut tidak bisa makan, takut tidak diterima kelompok, takut tidak dapat jabatan, jangan jadi akademisi. Jadilah pedagang atau politisi saja.."

Setelah tema 'Menggugat Kewahyuan Hadis', insya Alloh berikutnya, saya akan bahas 'Menggugat Otentisitas Hadis Mutawatir'.

OK, bismillah...

Salam,
Saiful Islam (bukan ustadz tapi santri ndableg)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...