—Saiful Islam—
“Milkul yamin yang sudah dinikahi
itu, statusnya berubah menjadi al-azwaaj. Karenanya berlaku baginya hukum-hukum
maskawin, perceraian, ‘iddah dan waris..”
Keterangan berikut ini, seakan-akan
membantah argumentasi saya kemarin. Disebutkan dalam Disertasi itu halaman 179 –
181. Nanti akan saya tanggapi lagi di bawah. OK, let’s go…
===================
Dengan demikian, di mana letak perbedaan antara
“milk al-yamīn” dan “az-zaujiyah”? Untuk menjawab pertanyaan ini, pertama-tama
Syaḥrūr menelusuri hukum yang terkandung di dalam konsep az-zaujiyah dan
milk al-yamīn. Menurut Syaḥrūr, az-zaujiyah adalah:
حالة اجتماعية بين
رجول وامرأة، الغاية منها الجنس والصهر والنسب،
والرغبة في الأولاد وتشكيل أسرة والعيش المشترك في الحياة.
هذه الحالة
تسمى الحياة الزوجية، من يدخل فيها فهو
زوج وزوجة، تحكمها أحكام
الصداق والطلاق والعدة والإرث.
Hal
kesepakatan sosial antara seorang laki-laki dan perempuan, yang tujuannya
adalah hubungan seksual, menjalin hubungan kekeluargaan, meneruskan keturunan,
memohon karunia anak, membentuk keluarga, dan menempuh kehidupan bersama.
Keadaan demikian dinamakan sebagai kehidupan suami-istri yang menyebabkan
seorang perempuan menerima hukum-hukum maskawin, perceraian, ‘iddah dan waris.
Sementara
tentang milk al-yamīn, Syahrūr tidak menemukan dalam at-Tanzīl al-Ḥakīm hukum-hukum yang demikian. Bahkan berkenaan dengannya, Syahrūr
menemukan hukum-hukum lain yang berbeda dengan hukum-hukum perkawinan.
Dalam
at-Tanzīl al-Ḥakīm, secara spesifik,
Syaḥrūr menemukan tiga kategori fungsi
milk al-yamīn. Pertama,
sebagai pelayan dalam sebuah rumah tangga, sebagaimana Firman Allah dalam QS.
an-Nūr (24): 58 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا لِيَسْتَأْذِنْكُمُ الَّذِينَ مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ وَالَّذِينَ لَمْ
يَبْلُغُوا الْحُلُمَ مِنْكُمْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ۚ مِنْ قَبْلِ صَلَاةِ الْفَجْرِ وَحِينَ تَضَعُونَ
ثِيَابَكُمْ مِنَ الظَّهِيرَةِ وَمِنْ بَعْدِ صَلَاةِ الْعِشَاءِ ۚ ثَلَاثُ عَوْرَاتٍ لَكُمْ ۚ لَيْسَ عَلَيْكُمْ وَلَا عَلَيْهِمْ جُنَاحٌ
بَعْدَهُنَّ ۚ طَوَّافُونَ عَلَيْكُمْ بَعْضُكُمْ عَلَىٰ
بَعْضٍ ۚ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ
ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Kedua, sebagai pelayan dalam suatu pekerjaan.
Dalam kasus ini Syaḥrūr memberikan contoh tentang seorang pegawai. Misalnya,
jika Anda seorang pegawai di sebuah negara, Anda adalah milk al-yamīn negara itu
selama jam kantor. Hal ini berdasarkan Firman Allah dalam QS. an-Naḥl (16): 71:
وَاللَّهُ فَضَّلَ
بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ ۚ فَمَا الَّذِينَ فُضِّلُوا بِرَادِّي رِزْقِهِمْ
عَلَىٰ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَهُمْ فِيهِ سَوَاءٌ ۚ أَفَبِنِعْمَةِ اللَّهِ
يَجْحَدُونَ
Ketiga, sebagai pelayan seksual. Menurut Syaḥrūr,
kategori ini untuk konteks masa kini adalah perkawinan misyār, ‘urfī dan mut‘ah, sesuai adat dan
ketentuan hukum yang berlaku. Ini dasarkan pada Firman Allah dalam QS. an-Nūr
(24): 33:
===================
Menurut saya: 1). Definisi al-zawjiyah
menurut Syahrur itu tidak ada dalam Qur’an. Jangankan definisinya, kata zawjiyah
atau al-zawjiyah, itu tidak ada dalam Qur’an. Kalau zawj atau azwaaj,
baru banyak. Seperti QS.75:39, QS.2:35, QS.36:56, QS.37:22, QS.15:88, dan lain
semisalnya. Cek lagi tulisan sebelumnya, DICIPTAKAN BERPASANGAN, LAWAN KATA
JOMBLO, dan MANUSIA PERTAMA PEREMPUAN.
Yang jelas, zawj itu
sepasang. Atau untuk menamai status seseorang yang sudah punya pasangan. Dan semua
kata zawj dalam Qur’an, kalau konteksnya kawin antar laki-laki
perempuan, itu selalu dengan akad nikah! Ya, setiap disebut kata kawin,
otomatis sudah akad nikah!! Tidak ada dalam Qur’an kawin tanpa akad nikah!!!
Maka. Kalau ada laki-laki yang
menikahi perempuan, maka perempuan itu adalah zawj-nya. Istrinya. Begitu
juga sebaliknya. Si laki-laki adalah zawj-nya. Suaminya. (Ingat, di Qur’an
tidak ada kata zawjah). Perempuan yang disebut zawj, itu umum. Perempuan merdeka
yang sudah dinikahi, disebut zawj. Amah atau imaa’, roqobah
atau riqoob, ‘abd atau ‘ibaad, rojul atau rijaal,
kalau sudah dinikahi, status mereka itu adalah zawj. Begitu juga milkul
yamin yang sudah dinikahi, namanya zawj!
Sekali lagi. Para perempuan yang
sudah menjadi zawj, apa pun status sosial mereka, mereka adalah al-azwaaj.
Perkawinan mereka, termasuk dengan milkul yamin, disebut al-zawjiyah.
Karenanya, milkul yamin yang sudah dinikahi itu, juga berlaku baginya
hukum-hukum maskawin, perceraian, ‘iddah, dan waris. Catat dan ingat
selalu, kesimpulan ini penting!
Jadi tidak benar kalau dikatakan, “Sementara tentang milk al-yamīn, Syahrūr tidak
menemukan dalam at-Tanzīl al-Ḥakīm hukum-hukum
yang demikian.” Maksudnya hukum maskawin, perceraian, ‘iddah, dan waris,
itu tidak berlaku bagi milkul yamin. Tentu saja tidak tepat! Atau ia
tidak tahu!! Atau memang terjadi logical fallacy dalam pikirannya.
Sekali
lagi, menurut saya yang benar adalah begini: ketika milkul yamin itu
sudah dinikahi atau dikawin, maka berlaku baginya hukum-hukum maskawin,
perceraian, ‘iddah, dan waris sebagaimana diatur oleh ayat-ayat Qur’an.
Setelah
dinikahi atau dikawini, milkul yamin
itu adalah al-zawj. Kalau milkul yamin itu banyak, mereka adalah al-azwaaj.
Maka semua ayat-ayat Qur’an tentang mas kawin, perceraian, ‘iddah, dan
waris, itu juga tertuju pada milkul yamin yang sudah dinikahi ini.
2). Soal milkul yamin sebagai
pelayan seksual. Dengan mendasarkan pada QS.24:33. Tentu saja ini sangat
ceroboh dan gegabah. Mari kita kutip ayatnya.
QS. Al-Nur[24]: 33
وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ
لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّىٰ يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ وَالَّذِينَ يَبْتَغُونَ الْكِتَابَ مِمَّا
مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ فَكَاتِبُوهُمْ إِنْ عَلِمْتُمْ فِيهِمْ خَيْرًا ۖ وَآتُوهُمْ مِنْ مَالِ اللَّهِ الَّذِي
آتَاكُمْ ۚ وَلَا تُكْرِهُوا فَتَيَاتِكُمْ عَلَى الْبِغَاءِ
إِنْ أَرَدْنَ تَحَصُّنًا لِتَبْتَغُوا عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۚ وَمَنْ يُكْرِهْهُنَّ فَإِنَّ اللَّهَ مِنْ
بَعْدِ إِكْرَاهِهِنَّ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan orang-orang yang tidak mampu
nikah hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka
dengan karunia-Nya. Dan milkul yamin yang memginginkan perjanjian, hendaklah
kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada
mereka. Dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya
kepadamu. Dan janganlah kamu paksa milkul yamin-mu melakukan pelacuran, sedang
mereka sendiri mengingini ihshon. Karena kamu hendak mencari keuntungan
duniawi. Barangsiapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu.
Sama sekali QS.24:33 ini tidak
menyebut milkul yamin sebagai pelayan seksual. QS.24:33 tidak pernah
mengatakan bahwa milkul yamin itu pelayan seksual. Bagian yang mana ayat
ini menyebut milkul yamin sebagai pelayan seksual. Tidak ada! Tidak
pernah ada ayat-ayat Qur’an menyebut milkul yamin itu sebagai pelayan
seksual. Apalagi tanpa kawin atau tanpa akad nikah.
Malah pada QS.24:33 ini sangat
jelas disebut, “Dan janganlah kamu paksa milkul yamin-mu melakukan
pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan IHSHON.” Apa itu ihshoon?
Menjalin hubungan kekeluargaan, meneruskan keturunan, memohon
karunia anak, membentuk keluarga, dan menempuh kehidupan bersama! Lebih
gamblangnya, cek lagi tulisan sebelumnya, PARA PEREMPUAN SUCI, MENELUSURI KATA
IHSHOON, dan MEMBONGKAR KATA IHSHOON.
Begitu dulu. Semoga bermanfaat.
Bersambung, insya Allah…
Walloohu a’lam bishshowaab. Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar