—Saiful Islam—
“Barangsiapa mencari selain itu,
maka ia adalah orang yang melampaui batas…”
Ini sudah tulisan episode ke-63. Menghabiskan
waktu sekitar 2 bulan lebih. Sudah bisa dibukukan. Rasanya sudah cukup saya menanggapi
tema milkul yamin itu. Alhamdulillah. Kita cukupkan di sini. Selanjutnya,
insya Allah, kita akan mencari tema menarik lainnya.
Baiklah. Pada halaman 221 – 224, dalam
Disertasi tersebut dibahas tentang persoalan remaja. Yakni para remaja yang
biasanya baligh pada usia 15 tahun. Sedangkan menikahnya sekitar usia 25 tahun.
Selisih masa 10 tahun itu dianggap sebagai problem seksual. Dimana Islam,
katanya, belum memberi solusi. Lantas diusulkanlah ‘nikah friend’,
sebagai sebuah solusi. Mereka tetap bisa kuliah sambil ‘nikah’.
Tidak benar, kalau Qur’an maupun
Hadis Nabi tidak memberikan solusi. Berikut akan saya tunjukkan tuntunan Nabi
terkait problem seksual yang dimaksud itu. Bagaimana cara yang benar mengatasi
syahwat yang bergejolak para muda-mudi itu. Tentu saja bukan dengan berzina,
layaknya ‘nikah friend’ yang disolusikan oleh Syahrur, Betrand Russel,
dan Lendsy, yang diamini oleh Abdul itu.
QS. Al-Nur[24]: 33
وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ
لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّىٰ يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ
Dan HENDAKLAH MENAHAN DIRI orang-orang
yang tidak mampu nikah, sampai Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya.
QS.24:33 ini sebenarnya adalah
kelanjutan QS.24:32. Kalau QS.24:32 diperintahkan supaya dinikahkan, itu untuk
orang-orang yang sendirian yang sudah mampu. Sebaiknya menikah. Tetapi bagi
yang tidak mampu, QS.24:33 lah solusinya. Bahwa siapa pun yang belum mampu
menikah, solusinya adalah menahan diri. Jelas sekali bunyi ayat di atas. Kalau
memang belum layak dan belum mampu menikah, “Hendaklah menahan diri…”
Disebutkan dalam Hadis Nabi,
riwayat Bukhari (No.5065) dan Muslim (No.1400). Bahwa orang Mukmin yang sudah
mampu menikah, hendaklah menikah. Jangan lama-lama membujang. Karena menikah
itu akan lebih menjaga pandangan dan kemaluan. Tersalurkan dengan baik, benar,
bahkan sehat, berkah, dan berpahala. Tetapi bagi yang belum mampu,
diperintahkan supaya rajin berpuasa. Jadi, tidak malah disalurkan dengan seks
secara liar.
Menurut saya, ukuran mampu itu
bukan hanya dari sisi kapital. Misalnya kaya. Tetapi juga kemampuan psikis.
Yakni kematangan intelektual, emosional, dan spiritual. Menikahkan Anak Baru
Gede (ABG) labil (ababil), sangat rawan terjadi perceraian. Qur’an
sangat tidak menganjurkan perceraian ini.
Memang, anak-anak muda itu nafsunya
bergejolak. Energinya besar. Eh, jadi ingat lagunya Bang Haji, “Darah mudah,
darahnya para remaja… Hehe.” Justru nafsu yang bergejolak itu mesti dikawal
oleh kematangan intelektual, emosional, dan spiritualnya. Jadi solusinya adalah
justru mengendalikan nafsu tersebut. Supaya para pemuda itu mampu, maka mereka
mesti menjalani pendidikan dan pelatihan yang baik terlebih dahulu.
Bukan malah menurutkan nafsu yang
bergejolak itu. Seperti dengan ‘nikah friend’ tadi. Bayangkan bagaimana
jadinya anak-anak muda bersyahwat tinggi, yang masih serba labil itu dibolehkan
‘nikah friend’. Pertama, ‘nikah friend’ dengan A. Cekcok sedikit,
berselisih sedikit, marah sedikit, langsung tinggal. ABG labil soalnya. Ganti ‘nikah
friend’ lagi dengan B. Bosan sedikit, ganti dengan C. Dengan D, dengan
E, dengan F, dengan G, dan seterusnya. Jadinya para ABG labil ini seperti hidup
di lingkungan kebun binatang.
Manusia merupakan binatang yang
berakal. Hanya jika akalnya berfungsi, barulah ia disebut manusia. Kata Thomas
Hobbes (w.1679), sejatinya manusia itu dikendalikan oleh nafsunya. Id, istilah Sigmund
Freud (w.1939). Super ego adalah semua aturan di luar dirinya. Seperti aturan
adat, hukum negara, dan agama. Dialektika antara id dan super ego itu, lalu menghasilkan
ego. Manusia lantas ‘jinak’. Nah, justru Qur’an itu hadir sebagai solusi atas kebinatangan
manusia. Jika para muda-mudi itu tidak kenal dengan super ego, tentu saja mereka
hanya akan mengikuti nafsunya. Yang cenderung hedonis yang selalu menuntut
dipuaskan.
Nafsu yang liar, itu memang selalu
menjurus ke hal-hal negatif (12:53). Nafsu kepada harta, tahta, termasuk juga
kepada lawan jenis.
Sebagai laki-laki normal, apalagi
masih muda, tentu saja tertarik pada perempuan cantik. Perempuan seksi, ginuk-ginuk,
bahenol, menol-menol. Seperti gitar Spanyol, katanya. Hehe. Saya
rasa itu juga terjadi pada perempuan. Mereka juga pasti tertarik dengan
laki-laki seksi, gagah perkasa. Six pack, atletis. Otot kawat, tulang
besi. Qur’an tidak membiarkannya. Justru Qur’an mengaturnya. Untuk kemaslahatan
manusia itu sendiri.
QS. Al-Nur[24]: 30-31
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ
يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ
30. Katakanlah kepada orang
laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka MEMBATASI PANDANGANYA, dan MEMELIHARA
KEMALUANNYA. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka..”
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ
يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ
زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
31. Katakanlah kepada wanita yang
beriman: “Hendaklah mereka MEMBATASI PANDANGANNYA, dan MEMELIHARA KEMALUANNYA.
Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari
padanya..”
Maka kalau menurut Qur’an,
solusinya adalah mengendalikan. Menahan. Membatasi. Dimulai dari pandangan
sampai kemaluan. Kenapa dimulai dari pandangan? Karena biasanya, pandanganlah
pintu dari perzinaan. Jadi, nafsu itu bukan malah diumbar secara liar. Bukan
malah disalurkan lepas sebebas-bebasnya seperti ‘nikah friend’ tersebut.
Perhatikan lagi ayat di bawah ini yang
sering kita kutip di depan. Terutama yang bagian akhirnya.
QS. Al-Nisa’[4]: 25
وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
مِنْكُمْ طَوْلًا أَنْ يَنْكِحَ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ فَمِنْ مَا
مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ مِنْ فَتَيَاتِكُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ۚ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِكُمْ ۚ بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ ۚ فَانْكِحُوهُنَّ بِإِذْنِ أَهْلِهِنَّ
وَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ مُحْصَنَاتٍ غَيْرَ مُسَافِحَاتٍ وَلَا
مُتَّخِذَاتِ أَخْدَانٍ ۚ فَإِذَا أُحْصِنَّ فَإِنْ أَتَيْنَ بِفَاحِشَةٍ فَعَلَيْهِنَّ نِصْفُ مَا
عَلَى الْمُحْصَنَاتِ مِنَ الْعَذَابِ ۚ ذَٰلِكَ لِمَنْ خَشِيَ الْعَنَتَ مِنْكُمْ ۚ وَأَنْ تَصْبِرُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan barangsiapa diantara kamu
(orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk menikahi perempuan
merdeka lagi beriman, ia boleh menikahi wanita yang beriman, milkul yamin yang
dimiliki. Allah mengetahui keimananmu; sebagian kamu adalah dari sebahagian
yang lain. Karena itu nikahilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah
maskawin mereka menurut yang patut, sedang merekapun para perempuan yang
memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) yang mengambil laki-laki lain
sebagai piaraannya. Dan apabila mereka telah di-ihshoon-kan, kemudian mereka
melakukan perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka separuh hukuman dari
hukuman perempuan merdeka yang bersuami. (Kebolehan menikahi milkul yamin) itu,
adalah bagi orang-orang yang TAKUT KEPADA KEMASYAKATAN MENJAGA DIRI (dari perbuatan
zina) di antara kamu. Dan KESABARAN ITU LEBIH BAIK BAGIMU. Dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
Jadi menurut QS.4:25 di atas, bahkan
kebolehan menikahi milkul yamin itu, hanya sebagai solusi terakhir.
Yaitu jika seseorang memang sudah benar-benar tidak kuat lagi menahan nafsunya.
Daripada zina, lebih baik menikah dengan milkul yamin. Tetapi jangan
lupa di bagian akhir ayat itu. Jelas-jelas disebutkan bahwa bersabar, tetap
yang terbaik.
Manusia tidak dibiarkan seks dengan
sebebas-bebasnya oleh Qur’an. Sekali lagi, d-i-b-a-t-a-s-i, dibatasi! Manusia
dibolehkan seks hanya dengan melalui pernikahan yang semangatnya adalah ihshoon.
Seks dengan cara yang selain dibenarkan oleh Qur’an, maka itu disebut melampaui
batas (QS.70:31 dan QS.23:7). Dalam QS.4:22-24 pun diceritakan tidak semua
perempuan halal dinikahi.
Qur’an sangat mengapresiasi
orang-orang yang terus berlatih membatasi, menjaga, dan memelihara dirinya
seperti itu. Yang terus berlatih mengontrol dan mengendalikan nafsunya itu
dengan Qur’an dan akal sehatnya.
QS. Al-Ahzab[33]: 35
إِنَّ الْمُسْلِمِينَ
وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ
وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ
وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ
وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ
وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ
مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
Sesungguhnya laki-laki dan
perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan
perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar,
laki-laki dan perempuan yang SABAR, laki-laki dan perempuan yang khusyuk,
laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang BERPUASA,
laki-laki dan perempuan yang MEMELIHARA KEHORMATANNYA, laki-laki dan perempuan
yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka MAGHFIRAH
(PROTEKSI) DAN PAHALA YANG BESAR.
QS. Al-Syams[91]: 9-10
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ
زَكَّاهَا
9. Sungguh BERUNTUNG orang yang MENSUCIKAN
jiwa itu.
وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا
10. Dan sungguh MERUGI orang yang MENGOTORINYA.
Begitu. Semoga
bermanfaat.
Walloohu a’lam bishshowaab. Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar