Jumat, 31 Juli 2020

GENERASI AKAL SEHAT


—Saiful Islam*—

“Allah murka kepada orang-orang yang tidak menggunakan akalnya…” (QS.10:100)

Suatu hari, secara tidak sengaja, saya pernah menemukan pepatah Arab. Bunyinya: “Idzaa tamma al-‘aql qolla al-kalaam.” Arti bebasnya kira-kira begini: “Ketika menyempurna akal seseorang, maka semakin sedikit bicaranya.”

Digambarkan dalam Al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an. Bahwa al-‘aql itu merupakan sebuah kekuatan yang membuat seseorang siap menerima ilmu. Ada lagi yang menyebutkan bahwa sebuah ilmu yang dimanfaatkan oleh manusia dengan kekuatan tersebut, itu adalah ‘aql. Jadi, yang pertama menunjuk pada kekuatannya. Dari dalam (internal). Sedangkan yang kedua menunjuk pada ilmunya. Dari luar (eksternal).

Menurut Al-Ashfahaniy, semua celaan Allah kepada orang kafir karena tidak berakal, itu menunjuk pada makna yang kedua. Bukan yang pertama. Seperti pada QS.2:171 dan lain-lain. Sedangkan semua kewajiban agama yang dibebaskan oleh Allah dari seorang yang tidak berakal, itu menunjuk pada makna yang pertama.

Al-‘aql itu asalnya berarti menahan diri dari sesuatu. Mengontrol diri. Alias mengendalikan diri. Seperti mengikat unta dengan tali kekang. ‘Aqolat al-mar’ah sya’roha: perempuan itu mengikat rambutnya. Sehingga tidak terburai. ‘Aqola lisaanahu: ia mengendalikan lidahnya. Yakni tidak ngomong sembarangan. Makanya benteng kerajaan itu disebut ma’qil.

Adapun Lisan al-Arab panjang lebar melukiskan kata al-‘aql ini. Saya kutip yang sekiranya nyambung (relevan) dengan tema yang sedang kita bahas saja. Bahwa al-‘aql itu artinya adalah pantangan dan larangan. Lawan kata bodoh atau idiot. Bentuk pluralnya adalah ‘uquul.

Dikatakan bahwa al-‘aaqil (orang yang berakal) itu adalah orang yang menahan dirinya dari memperturutkan hawa nafsunya. Ini diambil dari perkataan orang-orang Arab, “Qod u’tuqila lisaanuhu.” Yakni ketika lidahnya ditahan dan dibungkam untuk tidak berbicara.

Adapun al-ma’quul adalah sesuatu yang dipikirkan dengan otak (maa ta’qiluhu bi qolbik). Disebutkan juga bahwa al-‘aql itu adalah yang membuat sesuatu menjadi kokoh. Al-‘aql juga bisa berarti al-qalb (otak). Dan sebaliknya, al-qalb adalah akal. Al-‘aql dinamai tali kekang, itu karena menahan orang sehingga tidak terjerumus pada kecelakaan dan kehancuran.

Menurut satu pendapat, al-‘aql itu adalah pembeda yang membedakan manusia dari binatang. Jika ada seseorang yang dikatakan qolbun ‘aquulun, maka orang itu paham. Nama obat sakit perut itu al-‘aquul. Mungkin yang awalnya mual-mual, dengan obat itu menjadi semacam ‘diikat’ sehingga normal dan stabil.

Dituturkan sebuah Hadis bahwa Al Qur’an itu seperti unta yang diikat erat (al-ibil al-mu’aqqolah). Maksudnya orang yang berprinsip dengan Qur’an, perbuatannya akan terjaga dari perbuatan yang berdampak celaka.

Menurut saya penting untuk dicatat di sini, adalah bahwa akal itulah yang merupakan pembeda antara manusia dengan binatang. Baik secara fisik, maupun secara psikis. Secara fisik, manusia memang mirip dengan binatang. Bahkan ada definisi manusia, itu adalah binatang yang berakal. Layaknya binatang, kalau cuma tidur, manusia itu tidur. Juga makan dan kawin. Lahir dan mati. Qur’an pun menyindir orang yang tidak menggunakan akalnya, itu layaknya binatang ternak saja (QS.25:44).

Tetapi akal manusia itu khas dan unik. Karenanya manusia menjadi berbudaya. Menjadi makhluk individual sekaligus sosial. Makhluk spiritual, emosional, serta intelektual. Bisa membuat tanda-tanda. Serta simbol-simbol. Berbahasa. Berbicara. Menulis. Bercerita. Berpikir. Menemukan, membuat dan mengembangkan Sains dan Teknologi. Sekaligus sebagai makhluk estetika yang menyukai seni dan keindahan.

Dengan akalnya pula, lantas menusia bisa memahami konsekuensi. Sebab akibat. Kalau melakukan ini, maka akibatnya begitu. Dilengkapi bukan hanya dengan mata, tetapi langsung lima indra: penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, dan perasa. Akal manusia juga, tak hanya bisa menyimpan memori masa lalu. Tetapi juga bisa memprediksi masa depan.

Dan ternyata baik Al Qur’an, maupun realitas alam dan sosial, ini dihamparkan oleh Allah tidak lain untuk akal itu. Supaya manusia yang sadar konsekuensi, itu menyesuaikan dirinya melakukan hal-hal yang menyelamatkan, mensukseskan, dan membahagiakan dirinya dalam kehidupan di dunia ini sampai di akhirat kelak. Maka Sungguh sayang, ayat-ayat (qowliyah dan kawniyah) itu hanya dibiarkan lewat begitu saja. Tidak mau memahami.

QS. Yusuf[12]: 105
وَكَأَيِّنْ مِنْ آيَةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَمُرُّونَ عَلَيْهَا وَهُمْ عَنْهَا مُعْرِضُونَ
Dan banyak sekali AYAT-AYAT (kekuasaan Allah) DI LANGIT DAN DI BUMI yang mereka melaluinya, sedang mereka BERPALING dari padanya.

QS. Al-Anbiya’[21]: 24
أَمِ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ آلِهَةً ۖ قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ ۖ هَٰذَا ذِكْرُ مَنْ مَعِيَ وَذِكْرُ مَنْ قَبْلِي ۗ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ الْحَقَّ ۖ فَهُمْ مُعْرِضُونَ
Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan selain-Nya? Katakanlah: "Unjukkanlah hujjahmu! (Al Qur’an) ini adalah peringatan bagi orang-orang yang bersamaku, dan peringatan bagi orang-orang yang sebelumku.” Sebenarnya kebanyakan mereka tiada mengetahui yang hak, maka mereka pun BERPALING.

QS. Al-Hajj[22]: 46
أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا ۖ فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَٰكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai ‘hati’ yang dengan itu mereka dapat MEMAHAMI atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah ‘hati’ yang di dalam dada.

Cukup banyak kata al-‘aql ini tertuang dalam Al Qur’an. kata ‘aqoluuhu disebut sekali. Ta’qiluun diulang sebanyak 24 kali. Kata na’qilu satu kali. Ya’qilu juga sekali. Dan ya’qiluuna sebanyak 22 kali. Secara garis besar isinya adalah perintah untuk memahami ayat-ayat itu dengan akal. Ayat qowliyah (Al Qur’an) mesti dipahami dengan akal. Begitu juga realitas alam dan sosial (ayat kawniyah) juga mesti dipahami dengan akal.

Saya berikan contohnya beberapa saja. Memahami dengan akal terkait ayat-ayat qowliyah. Dan memahami dengan akal terkait ayat-ayat kawniyah.

Memahami ayat-ayat sebagai wahyu, seperti berikut ini.

QS. Yusuf[12]: 2
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Qur’an dengan berbahasa Arab, SUPAYA KALIAN MEMAHAMINYA.

QS. Al-Anbiya’[21]: 10
لَقَدْ أَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ كِتَابًا فِيهِ ذِكْرُكُمْ ۖ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada MEMAHAMINYA?!

QS. Al-Baqarah[2]: 170
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا ۗ أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ
Apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah." Mereka menjawab: "(Tidak). Kami hanya mengikuti apa yang telah Kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.” (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak MEMAHAMI suatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk?

Memahami realitas sosial, seperti berikut ini.

QS. Al-Baqarah[2]: 76
وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَا بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ قَالُوا أَتُحَدِّثُونَهُمْ بِمَا فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ لِيُحَاجُّوكُمْ بِهِ عِنْدَ رَبِّكُمْ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata:" Kami telah beriman." Tetapi apabila mereka berada sesama mereka saja, lalu mereka berkata: "Apakah kamu menceritakan kepada mereka (Kaum Mukminin) apa yang telah diterangkan Allah kepadamu, supaya dengan demikian mereka dapat mengalahkan hujjahmu di hadapan Tuhanmu; tidakkah kamu MENGERTI?"

QS. Al-An’am[6]: 151
قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۖ وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ ۖ وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ۖ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji—baik yang nampak di maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu MEMAHAMI(NYA).

Mehami realitas alam, seperti berikut ini.

QS. Al-Mu’minun[23]: 80
وَهُوَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ وَلَهُ اخْتِلَافُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Dia-lah Yang Menghidupkan dan Mematikan. Dan Dia-lah Yang (Mengatur) pertukaran malam dan siang. Maka apakah kamu tidak MEMAHAMINYA?

QS. Yasin[36]: 62
وَلَقَدْ أَضَلَّ مِنْكُمْ جِبِلًّا كَثِيرًا ۖ أَفَلَمْ تَكُونُوا تَعْقِلُونَ
Sesungguhnya setan itu telah menyesatkan sebagian besar di antara kalian. Maka apakah kalian tidak MEMIKIRKAN?

QS. Al-Baqarah[2]: 164
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, kapal yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang MEMIKIRKAN.

Semoga bermanfaat. Walloohu a’lam bishshowaab…

*Penulis buku ‘Ayat-Ayat Kemenangan’, dll.

ASYIKNYA TAFAKKUR


—Saiful Islam*—

“Tanpa operasi akal, ayat-ayat Qur’an dan realitas hanya seperti angin lalu saja…”

Kata menarik berikutnya yang penting kita telusuri terkait tema Qur’an Inspirasi Literasi, ini adalah al-fikr. Kata tersebut, tampaknya sudah diserap oleh Bahasa Indonesia: pikir.

Tidak hanya sering kita mendengar kata ‘pikir’ ini. Bahkan setiap saat kita melakukan aktivitas pikir itu. Yang menurut KBBI pikir diartikan dengan akal budi, ingatan, angan-angan, kata dalam hati, pendapat (pertimbangan) dan kira. Kata kerjanya, berpikir: Menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu; menimbang-nimbang dalam ingatan.

Arti al-fikroh, menurut Al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an, adalah kekuatan untuk memasuki sebuah disiplin ilmu sampai menguasainya. Sedangkan al-tafakkur artinya adalah operasi kekuatan tersebut dengan pertimbangan pandangan akal. Ini hanya terjadi pada manusia. Binatang tidak mempunyai kemampuan itu.

Tidak disebut al-fikroh atau al-tafakkur kecuali sampai menghasilkan gambaran di benak (qalb) seseorang. Karenanya ada sebuah riwayat “Tafakkaruu fii alaa’illaah wa laa tafakkaruu fillaah: Pikirkanlah nikmat (ciptaan) Allah. Jangan memikirkan Dzat-Nya.” Karena Allah itu tidak mungkin dibayangkan dengan sebuah gambar tertentu.

QS. Al-Rum[30]: 8
أَوَلَمْ يَتَفَكَّرُوا فِي أَنْفُسِهِمْ ۗ مَا خَلَقَ اللَّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَجَلٍ مُسَمًّى ۗ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ بِلِقَاءِ رَبِّهِمْ لَكَافِرُونَ
Dan mengapa mereka tidak MEMIKIRKAN tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya.

QS. Al-Ra’ad[13]: 3
وَهُوَ الَّذِي مَدَّ الْأَرْضَ وَجَعَلَ فِيهَا رَوَاسِيَ وَأَنْهَارًا ۖ وَمِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ جَعَلَ فِيهَا زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ ۖ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan. Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi KAUM YANG MEMIKIRKANNYA.

Jika dikatakan, “Rojulun fakiirun,” artinya seseorang yang banyak berpikir. Sebagian ahli Sastra Arab (pujangga) pernah berpendapat bahwa kata al-fikr itu tertukar dengan al-firk (menggosok kain). Tetapi al-fikr itu digunakan untuk banyak makna. Sehingga al-fikr itu artinya adalah menggosok sesuatu dan membahasnya sampai menemukan atau terungkap hakikat dari sesuatu itu.

Lisan al-Arab sangat ringkas menceritakannya. Bahwa al-fikr atau al-fakr adalah operasi pikiran terhadap sesuatu. Kata al-fikr ini, menurut Sibawayh, termasuk kata yang selamanya tuggal (singular atau mufrad). Tidak bisa dibuat bentuk plural atau jamak, layaknya al-‘ilm (ilmu) dan al-nazhar (pandangan akal). Meskipun ada riwayat dari Ibnu Durayd bentuk jamaknya: afkaar.

Kata kerja fakaro, afkaro, dan tafakkaro, itu kurang lebih maknanya sama. Menurut Al-Layts, kata al-tafakkur itu ism-nya al-tafkiir. Sebagian orang Arab mengatakan al-fikr, al-fikroh, dan al-fikroo.

Adapun menurut Al-Jawhariy, kata al-tafakkur itu artinya adalah memperhatikan dan mengamati (al-ta’ammul). Bentuk ism (kata benda atau kata sifatnya) adalah al-fikr dan al-fikroh. Bentuk mashdar-nya (semacam kata bendanya) adalah al-fakr. Ya’qub pernah berkata: “Laysa liy fi haadzaa al-amr fikrun,” yakni aku tidak punya keperluan dalam urusan itu. Fikrun diartikan keperluan atau kepentingan dalam kalimat tersebut.

Jadi secara bahasa, al-fikr itu artinya adalah operasi pikiran atau pertimbangan pandangan akal. Jika diterapkan kepada sebuah objek tertentu, maka operasi pikiran atau daya guna akal, itu sampai mengasilkan hakikat dari sesuatu tersebut. Semacam berpikir sedalam-dalamnya. Berpikir sampai ke akar-akarnya.

Dalam Al Qur’an, kata fakkaro, itu disebut hanya sekali (QS.74:18). Tafakkaruu (QS.34:46). Tatafakkaruun (QS.2:219 dan 266; QS.6:50). Yatafakkaruu (QS.7:184; QS.30:8). Yatafakkaruun (QS.3:191; QS.7:176; QS.10:24; QS.13:3; QS.16:11, 44, dan 69; QS.30:21; QS.39:42; QS.45:13; QS.59:21).

Di atas sudah dikutip dua ayat. Marilah kita melihat makna kata al-fikr itu dalam konteks ayat-ayat Al Qur’an yang lain lagi.

QS. Al-Nahl[16]: 44
بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ ۗ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Keterangan-keterangan dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan SUPAYA MEREKA MEMIKIRKAN.

QS. Al-An’am[6]: 50
قُلْ لَا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلَا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلَا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ ۖ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰ إِلَيَّ ۚ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الْأَعْمَىٰ وَالْبَصِيرُ ۚ أَفَلَا تَتَفَكَّرُونَ
Katakanlah: “Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku. Dan tidak (pula) aku mengetahui yang gaib. Dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.” Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat? Maka apakah kamu tidak MEMIKIRKAN(NYA)?"

QS. Al-A’raf[7]: 175-176 & 184
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ
175. Bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami. Kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu. Lalu dia diikuti oleh setan. Maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.

وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ ۚ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا ۚ فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
176. Kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu. Tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah. Maka perumpamaannya seperti anjing. Jika kamu menghalaunya, diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya, dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu AGAR MEREKA BERPIKIR.

أَوَلَمْ يَتَفَكَّرُوا ۗ مَا بِصَاحِبِهِمْ مِنْ جِنَّةٍ ۚ إِنْ هُوَ إِلَّا نَذِيرٌ مُبِينٌ
184. Apakah (mereka lalai) dan tidak MEMIKIRKAN bahwa teman mereka (Muhammad) tidak gila. Dia (Muhammad itu) tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan lagi pemberi penjelasan.

QS. Al-Rum[30]: 21
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya. Dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ayat-ayat bagi KAUM YANG BERPIKIR.

QS. Al-Zumar[39]: 42
اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا ۖ فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَىٰ عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَىٰ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya. Maka Dia tahan jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah AYAT-AYAT BAGI KAUM YANG BERPIKIR.

Jadi, baik ayat-ayat qowliyah (Al Qur’an) maupun ayat-ayat kawniyah (realitas alam dan sosial), itu akan bisa menjadi tanda keberadaan Allah dan kekuasaan-Nya, hanya jika dipikirkan dengan kemampuan terbaik pikiran. Tanpa operasi daya guna akal, semua itu tidak akan menjadi ayat bagi seseorang. Pelajaran, hikmah, dan rahasia-rahasia kehidupan ini hanya akan diraih oleh orang yang mau berpikir.

Semoga bermanfaat. Walloohu a’lam bishowaab....

*Penulis buku ‘Ayat-Ayat Kemenangan’, dll.

BERAKAL TERJADI DI OTAK


—Saiful Islam*—

“Penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya siang dan malam, terdapat ayat-ayat bagi orang yang berakal…”

Seseorang yang dikenai tanggung jawab agama, itu disebut mukallaf. Syaratnya, harus ‘aaqil baaligh. Yakni ‘aaqil itu berakal. Baaligh itu sampai. Jadi ‘aaqil baaligh, adalah orang yang akalnya sudah sampai. Yakni sudah bisa berpikir, membedakan mana yang baik mana yang buruk, mulai menyadari akibat-akibat dari sebab-sebabnya. Orang yang tidak ‘aagil baaligh, itu tidak dikenai kewajiban agama (takliif). Seperti anak kecil, tidur, gila atau hilang ingatan, opname, pingsan dan seterusnya.

Kali ini, kita akan melihat sedikit lebih detail bagaimana kira-kira proses kepahaman itu terjadi di otak—sebuah organ berbobot sekitar 1,5 kg. Volume rata-ratanya 1.274 cm3 (laki-laki), 1.131 cm3 (perempuan). Sekitar 85 % adalah bagian dari cerebrum. Memiliki sekitar 86 miliar sel saraf (neuron). Juga mengandung miliaran serabut saraf (akson dan dendrit). Neuron itu saling terkait, membentuk sinapsis yang berjumlah sampai triliunan. Disebut berakal, itu ya terjadi di otak ini. Subhanallah!

Otak manusia, itu dibagi menjadi tujuh bagian utama. Pertama otak besar (cerebrum). Ini memang bagian terbesar otak manusia. Permukaan luar otak besar, ini disebut korteks serebri. Yakni bagian otak tampak lekukan-lekukan kalau kita lihat dari luar gambar otak.

Otak besar ini masih dibagi menjadi dua bagian: kiri dan kanan atau hemisfer kiri dan hemisfer kanan. Yang akhir-akhir ini terkenal dengan istilah otak kiri dan otak kanan. Antara otak kiri dan otak kanan, itu dipisah oleh fisura interhemisfer. Nama lain pemisah itu adalah fisura longitudinal. Yakni struktur semacam parit.

Masing-masing hemisfer itu dibagi lagi menjadi beberapa bagian yang disebut lobus. Nah, setiap lobus ini memiliki peran dan fungsinya sendiri-sendiri.

Ada lobus frontalis. Lobus paling besar, ini terletak di otak bagian depan. Kira-kira sejajar dengan tulang dahi. Fungsinya adalah untuk koordinasi perilaku. Seperti kemampuan motorik (gerak), menyelesaikan masalah, perencanaan, fokus, menimbang baik buruk, mengatur emosi dan impuls atau informasi rangsang.

Kemudian ada lobus parietal. Letaknya di belakang lobus frontalis tadi. Fungsinya adalah mengatur sensasi tubuh, tulisan tangan, posisi tubuh dan menerjemahkan informasi yang dikirim oleh bagian otak yang lain.

Lalu ada lobus temporal. Lobus ini posisinya di bagian samping otak. Atau di sebelah kiri dan kanan. Dekat telinga. Lobus temporal ini berfungsi untuk mengendalikan kemampuan daya ingat visual—misalnya mengingat pemandangan atau wajah seseorang, daya ingat verbal (bahasa tertentu), pendengaran, serta menafsirkan emosi dan reaksi orang lain.

Ada pula yang disebut lobus oksipital. Posisi lobus ini ada di bagian belakang otak. Perannya sangat besar yang membuat seseorang mampu membaca dan mengenali literasi serta aspek penglihatan lainnya.

Bagian kedua, adalah otak kecil. Umum disebut cerebellum. Letaknya di belakang. Persis di bawah lobus oksipital. Perannya sangat penting unutk motorik halus, misalnya koordinasi (sinkron) tangan dan kaki. Fungsi lainnya yaitu untuk keseimbangan tubuh, postur, dan pemerataan fungsi otak kiri dan kanan.

Bagian ketiga, adalah batang otak. Terletak di depan otak kecil dan menyambung ke susunan saraf di tulang belakang. Batang otak ini dibagi lagi menjadi otak tengah, pons (bagian terbesar batang otak) dan medulla oblongata.

Otak tengah berfungsi mengatur pergerakan mata dalam memroses informasi visual dan suara yang diterima oleh otak. Adapun pons yang terletak di bawah otak tengah, itu berguna sebagai kumpulan saraf untuk menghubungkan berbagai bagian otak. Di pons ini, ada ujung awal saraf kranial. Peran saraf kranial ini untuk pergerakan wajah dan mengantarkan informasi sensori ke otak.

Sedangkan medulla oblongata merupakan bagian otak yang letaknya di bawah sendiri. Fungsinya adalah sebagai pusat pengaturan fungsi jantung dan paru-paru. Kenapa jantung dan paru-paru bergerak otomatis (secara bawah sadar), itu ya karena medulla oblongata inilah sebagai pusat kendalinya. Dan fungsi penting lainnya, mulai dari bernapas, menelan, sampai bersin.

Bagian keempat, adalah thalamus. Letaknya di atas batang otak. Thalamus berfungsi untuk memroses dan memindahkan informasi mengenai pergerakan sensori di otak. Thalamus ini semacam terminal transit sebelum informasi tersebut berpindah ke korteks serebri.

Bagian kelima, adalah hipothalamus. Ini merupakan sekelompok saraf yang posisinya di dasar otak. Dekat dengan kelenjar pituari. Hipothalamus ini terkait dengan banyak bagian otak lain. Serta bertanggung jawab untuk mengontrol rasa lapar, haus, emosi, suhu tubuh dan siklus tidur.

Keenam, adalah sistem limbik. Meski belum ada pengelompokan resminya, tetapi secara garis besarnya sistem limbik ini terdiri dari beberapa bagian utama. Yaitu amygdala, hippocampus, bagian korteks limbik dan bagian septal. Struktur-struktur tersebut berperan sebagai jembatan yang menghubungkan sistem limbik, hipothalamus serta korteks cerebral.

Secara umum, sistem limbik itu berfungsi sebagai pusat kontrol respon emosional. Dan secara khusus, hippocampus juga berperang penting dalam proses belajar dan daya ingat seseorang.

Bagian ketujuh adalah ganglia basalis. Merupakan sekelompok sel saraf yang berukuran besar. Letaknya di sekeliling thalamus. Bagian ini sangat penting untuk mengatur pergerakan. Ganglia basal dihubungkan ke otak bagian tengah oleh dua komponen yang disebut red nuclei (sel saraf yang warnanya merah) dan substantia nigra.

QS. Ali Imran[3]: 190-191
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, itu adalah AYAT-AYAT (TANDA-TANDA) bagi orang-orang yang BERAKAL.

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
191. (Yaitu) orang-orang yang MENGINGAT Allah ketika berdiri, duduk dan berbaring. Dan mereka MEMIKIRKAN tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami. Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau. Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.

Semoga bermanfaat. Walloohu a’lam bishowaab....

*Penulis buku ‘Ayat-Ayat Kemenangan’, dll.

INTELEGENSI NABI SULAIMAN


—Saiful Islam*—

“Paham, itu variabelnya dua: data fakta dan proses mengolah data fakta tersebut dengan akal…”

Kali ini kata paham itu sendiri. Tampaknya itu adalah kata serapan dari Bahasa Arab, kata fahm. Bibir orang Indonesia, Jawa-Madura terutama, tampaknya memang susah mengucapkan huruf ‘fa’ atau ‘f’. Maka kata fahm, itu lantas menjadi paham. Namun sebaliknya, orang Arab, itu susah mengucapkan huruf ‘p’. Jadi kalau diminta mengatakan ‘tampan’ misalnya, orang Arab akan bilang, ‘tanmfan’. Hehe.

Perhatikan saja semua huruf hijaiyah itu. Orang Arab tidak mempunyai huruf ‘p’. Jadi semua kata Indonesia yang ada huruf ‘p’, seperti tempe, peyek, pedas, panas, pukis, pisang, pepaya, perahu, sedap, sepeda, perempuan, dan seterusnya, akan diganti dengan huruf ‘f’ semua kalau orang Arab yang mengucapkan. Menjadi ferempuan, feyek, temfe, hehehe. Sayangnya orang Indonesia sendiri masih ada yang mengucapkan kata paham, itu dengan faham.

Yang baku mestinya adalah paham. Yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) paham berarti 1. Pengertian. 2. Pendapat, pikiran. 3. Aliran, haluan, pandangan. 4. Mengerti benar (akan), tahu benar (akan). 5. Pandai dan mengerti benar (tentang suatu hal). Terpahami maksudnya adalah dapat dimengerti. Kalau guru bertanya kepada para muridnya, “Paham?” tentu maksudnya adalah “Sudah mengerti?”.

Diceritakan dalam Al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an dari fahima. Bahwa al-fahm itu adalah suatu keadaan bagi seseorang dimana makna-makna menjadi terang benderang. Bayangkanlah seorang murid yang manggut-manggut dan bilang, “Ooo…” setelah mendapatkan penjelasan dari gurunya.

Dalam QS.21:79 disebutkan, “Fafahhamnaa haa Sulaymaan: Kami memahamkannya untuk Sulaiman.” Ini bisa jadi Allah menganugerahkan keutamaan kekuatan kepahaman yang bisa dicapai oleh Sulaiman AS. Atau kekuatan kepahaman itu ditancapkan oleh Allah ke dalam jiwanya. Atau Allah memberi wahyu kepadanya yang menjadi spesialisasinya.

Jika dikatakan, “Afhamtuhu: Aku memahamkannya,” maka itu ketika Anda mengatakan kepadanya sampai tergambar jelas di benaknya. Sementara itu, al-istifhaam, artinya adalah seseorang yang meminta orang lain untuk memberi kepahaman. Umum dikenal istilah ism istifhaam. Alias kata tanya. WH Question, kalau dalam Bahasa Inggris: What (apa), Who (siapa), Where (dimana), When (kapan), Why (mengapa), dan How (bagaimana).

Adapun menurut Lisan al-Arab, kata al-fahm adalah pengetahuan terhadap suatu objek dengan akal (qalb). Bentuk mashdar-nya: fahman, fahaman, dan fahaamatan (yang terakhir ini dari Sibawayh). Jika dikatakan, “Fahimtu al-syay’: Aku telah memahaminya,” maka maksudnya adalah aku telah memikirkan dan mengetahuinya. Orang yang cepat paham, disebut rojulun fahimun (bisa juga dibaca fahmun atau fahamun).

Jadi secara bahasa, al-fahm, itu artinya adalah mengerti sesuatu sekaligus makna dan maksud yang dikandungnya. Secara garis besar, sesuatu, itu bisa berupa ayat qowliyah dan ayat kauniyah. Yakni simbol-simbol yang berupa teks (Al Qur’an terutama), maupun realitas. Termasuk realitas yang sudah dilaporkan menjadi teks. Seperti seseorang membaca sebuah berita.

Yang jelas, seseorang dikatakan paham, itu tidak cukup hanya tahu data fakta saja. Tetapi juga harus memproses data fakta itu untuk kemudian melahirkan sebuah kesimpulan. Kalau dibuat rumus, paham itu sama dengan data fakta ditambah proses mengolah data fakta tersebut dengan akal.

Atau umpamakan huruf A, B, C, D, E, dan seterusnya sesuai alfabet. Itu adalah data fakta. Nah, huruf-huruf, itu dirangkai menjadi kata. Kata dirangkai menjadi kalimat. Kalimat dirangkai menjadi paragraf. Paragraf dirangkai menjadi sub bab. Sub bab dirangkai menjadi bab. Dirangkai lagi akhirnya menjadi sebuah buku. Tiba-tiba melahirkan sebuah ide atau gagasan. Kalau seseorang bisa menangkap ide dari huruf-huruf yang sudah menjadi buku itu, maka orang itulah yang disebut paham!

Semakin banyak data fakta yang dikumpulkan, kemudian diproses dengan akal pikirannya, peluang seseorang untuk paham, itu akan semakin besar pula. Pemahamannya akan semakin baik. Semakin banyak informasi yang dikumpulkan dan dipikirkan, pemahaman seseorang akan semakin berkualitas. Sebaliknya, kalau informasi yang diperoleh sedikit. Atau malah informasi salah (hoaks). Tentu pahamnya bisa buruk kualitasnya, bahkan salah.

Begitu juga tampaknya kalau seseorang ingin memahami Qur’an. Tidak bisa hanya dikumpulkan ayat-ayatnya saja dengan menghilangkan variabel proses pengolahan ayat-ayat itu dengan akal. Tidak bisa untuk paham jika ayat-ayat Qur’an, itu hanya dihafal saja misalnya. Atau hanya dikutip sepotong, atau hanya satu ayat saja. Apalagi keluar dari konteksnya. Baik konteks masa lalu, maupun konteks masa kininya. Sangat rawan salah paham kalau begini!

Tentu saja, semakin banyak sudut pandang atau pendekatan ilmu yang digunakan untuk proses memahami Qur’an, itu akan menghasilkan pemahaman yang tidak hanya berkualitas. Tetapi juga indah dan sangat menarik.

Dalam Al Qur’an, yang menggunakan kata al-fahm, ini hanya terulang sekali saja. Yaitu pada QS.21:79. Itu pun sudah derivasinya. Yakni kata kerja fahhamnaa. Mengikuti bentuk fa’’ala (ganda ‘ain fi’il-nya). Berarti memahamkan. Atau memberi kepahaman kepada pihak lain. Saya kutipkan juga ayat sebelumnya, supaya mendapatkan gambarannya lebih utuh.

QS. Al-Anbiya’[21]: 78-79
وَدَاوُودَ وَسُلَيْمَانَ إِذْ يَحْكُمَانِ فِي الْحَرْثِ إِذْ نَفَشَتْ فِيهِ غَنَمُ الْقَوْمِ وَكُنَّا لِحُكْمِهِمْ شَاهِدِينَ
78. Dan (ingatlah kisah) Daud dan Sulaiman, di waktu keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman. Karena tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya. Adalah Kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu.
فَفَهَّمْنَاهَا سُلَيْمَانَ ۚ وَكُلًّا آتَيْنَا حُكْمًا وَعِلْمًا ۚ وَسَخَّرْنَا مَعَ دَاوُودَ الْجِبَالَ يُسَبِّحْنَ وَالطَّيْرَ ۚ وَكُنَّا فَاعِلِينَ
79. Maka KAMI MEMBERIKAN KEPAHAMAN KEPADA SULAIMAN tentang masalah itu. Dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu. Dan Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. Kami-lah yang melakukannya.

Lagi-lagi Allah menggunakan kata ‘Kami’ untuk memahamkan Nabi Sulaiman itu. Yaitu Allah melibatkan pihak lain dalam proses pemahaman itu. Seperti realitas masalah tanaman tersebut, orang-orang dan kondisi yang menyertainya. Termasuk Nabi Sulaiman itu sendiri yang aktif menggunakan akal kecerdasannya dan semua perangkat indranya yang membuat beliau paham. Sehingga beliau menjadi pribadi yang solutif.

Kemudian kisah itu diwahyukan kepada Nabi menjadi teks-teks Al Qur’an. Tentunya supaya menjadi teladan yang baik, terutama bagi kita sekarang. Nah, untuk bisa tahu dan apalagi mampu memahami, tentu lantas kita mesti berupaya memahami teks-teks Qur’an itu sendiri.

Semoga bermanfaat. Walloohu a’lam bishowaab....

*Penulis buku ‘Ayat-Ayat Kemenangan’, dll.





AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...