Jumat, 31 Juli 2020

QUR’AN BUKAN JIMAT


—Saiful Islam*—

“Mereka tidak mengikuti kecuali PRASANGKA BELAKA. Dan cuma MENDUGA-DUGA saja…”

Merupakan penyalahgunaan, adalah menjadikan ayat-ayat Qur’an sebagai jimat. Atau azimat yang menurut KBBI berarti barang (tulisan) yang dianggap mempunyai kesaktian dan dapat melindungi pemiliknya, digunakan sebagai penangkal penyakit dan sebagainya.

Dijumpai juga pengertian jimat, azimat atau tamimah adalah sejenis barang atau tulisan yang digantungkan pada tubuh, kendaraan, atau bangunan dan dianggap memiliki kesaktian untuk dapat melindungi pemiliknya, menangkal penyakit dan tolak bala.

Sedangkan sakti, diartikan sebagai mampu berbuat sesuatu yang melampaui kodrat alam. Sakti atau kesaktian juga dipahami sebagai mempunyai kuasa gaib, bertuah, keramat dan kebal. Sakti mandraguna, itu sakti yang luar biasa.

Tentang ayat Qur’an untuk ruqyah, sudah pernah saya tulis dan bagikan sebelumnya. Yaitu kisah konyol gadis kesurupan yang kemudian dibacakan ayat Qur’an. Tujuannya untuk mengusir ‘setan yang masuk’ pada gadis itu. Ternyata gadis yang ‘kesurupan’ itu malah mengoreksi tajwid bacaan si ‘ustadz’.

Kini cerita yang lain. Pernah di Banyuwangi. Beberapa anak muda iseng mendatangi dukun yang berdandan ala kiai. Dukun itu memakai sarung, kopiah haji, baju koko putih, surban (atau semacam siyal), tasbih dan asesoris lain untuk meyakinkan korban.

Wong pinter,” orang awam biasa menyebut. Anak-anak muda itu minta solusi bagaimana supaya memelet gadis-gadis. “Aji-aji jarang goyang,” itu nama salah satu pelet yang sangat terkenal di kota gandrung.

Oleh dukun tadi mereka diminta membeli spidol tinta emas. Ditulis dengan aksara Arab, semacam potongan ayat, di atas selembar kertas SIDU. Lalu dilipat-lipat. Biasanya diberi pantangan: tidak boleh dibawa masuk toilet. Jimat!

Hasilnya? Bukannya gadis-gadis itu terpelet. Malah anak-anak muda itu yang semakin galau. Stres. Pikirannya berharap gadis pujaan hatinya datang bertekuk lutut mengemis cintanya. Padahal si gadis sendiri cuek. Fokus dengan pelajaran sekolah.

Di masyarakat awam, juga banyak praktik menyimpang itu. Kerap kita mendengar, “Kalau ingin memelet anak gadis orang, atau supaya dicintai banyak orang, bacalah Surat Yusuf sekian kali.”

“Kalau ingin cepat kaya, bacalah Surat Al-Waqi’ah sekian kali.” Tentu tanpa perlu mengerti artinya.

“Kalau ingin pintar, bacalah Surat Al-Kahfi sekian kali.”

“Kalau ingin selamat, ingin mengusir setan, bacalah Ayat Kursi sekian kali.”

“Kalau ingin berkuasa, bacalah Surat Al-Mulk sekian kali.”

“Kalau ingin laris dagangan, bacalah Surat Yasin sekian kali.”

“Caleg mengundang ustadz untuk menghatamkan Qur’an dengan tujuan supaya menang.”

Begitu juga orang berharap mengusir setan-setan yang ada di rumahnya dengan mengundang ustadz untuk menghatamkan Qur’an. Tentu semua itu tanpa perlu dimengerti artinya.

Bahkan sampai mengajari murid untuk kurang ajar kepada gurunya. Tepatnya ketika ujian. Murid itu disuruh membaca, “Shummun bukmun ‘umyun fahum laa yarji’uun,” untuk gurunya. Baik dukunnya maupun muridnya soalnya sama-sama tidak tahu artinya.

Padahal itu potongan QS.2:18 yang artinya: “Mereka tuli, bisu dan buta. Maka mereka tidak akan kembali (ke jalan yang benar).” Jadi tujuannya dukun dan murid tadi berharap gurunya yang menjaga ujian itu menjadi tuli, bisu dan buta. Sehingga ia bisa mencontek sebebas-bebasnya. Kurang ajar sekali!

Contoh sepadan, yaitu ketika ada razia polisi. Operasi gabungan kelengkapan surat-surat kendaraan bermotor. Itu juga disuruh membaca potongan QS.2:18 tadi. Tujuannya supaya polisinya menjadi tuli, bisu, buta. Sehingga ia bisa lolos razia meskipun surat-suratnya tidak lengkap. Hasilnya? Tetap ditilang! Ini kalau polisinya sampai membaca tulisan ini, terus menemui orang yang ‘komat-kamit’ saat ditilang, bisa-bisa ditempeleng orang itu.

Di rumah-rumah kaum Mukminin, juga kerap dijumpai kaligrafi. Yaitu potongan ayat Qur’an yang ditulis secara artistik. Biasanya Ayat Kursi. Tentu kalau tujuannya sekadar seni, itu boleh-boleh saja. Apalagi yang punya rumah mengerti arti dan maknanya. Sehingga bisa mengingatkannya pada substansi ayat itu. Ini malah baik sekali. Tetapi kalau tujuannya ‘Mengusir Setan’ tentu itu penyalahgunaan ayat.

Saya rasa masih banyak cerita-cerita konyol seperti itu yang terjadi di sekitar umat Islam. Mereka menyalahgunakan fungsi Qur’an. Al-Qur’an hanya dirapal layaknya mantra tanpa diketahui artinya. Fungsi Qur’an telah menyimpang sudah terlalu jauh. Umat kehilangan pedoman hidup sejatinya.

Intinya, baik pengertian maupun praktik di atas, itu tidak ada tuntunannya dari Qur’an itu sendiri. Tidak pernah ada satu pun ayat Qur’an yang menyuruh melakukan praktik konyol seperti contoh di atas. Tidak pernah ada satu pun ayat Qur’an yang mengatakan bahwa ayat-ayat Qur’an itu dibaca tanpa dipahami. Lalu menjadi mantra dan jimat yang menggelikan seperti kasus-kasus itu.

Karena memang, Qur’an itu bukan untuk jimat. Bukan untuk azimat. Bukan untuk dibaca tanpa dimengerti artinya. Bukan untuk ditulis tanpa dimengerti maknanya. Kemudian ujug-ujug berharap akan ada dampak baik dari praktik konyol jimat itu. Apalagi dengan tujuan-tujuan yang melanggar ajaran Qur’an itu sendiri. Kalau bahasa Fikih-nya, jelas itu haram!

Berkali-kali saya kutipkan. Bahwa tujuan Qur’an, itu adalah petunjuk. Mustahil Qur’an bisa menjadi petunjuk, kalau Qur’an diperlakukan seperti praktik-praktik konyol di atas. Sebagai petunjuk, itu Qur’an mesti dimengerti artinya. Kalau hanya dirapal, ditulis, tanpa dimengerti artinya, lantas dibuat jimat, itu jelas teladan dukun. Bukan teladan Nabi!

QS. Al-Baqarah[2]: 2
ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
“Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya. MENJADI PETUNJUK bagi mereka yang bertaqwa.”

QS. Yunus[10]: 108
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ ۖ فَمَنِ اهْتَدَىٰ فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا ۖ وَمَا أَنَا عَلَيْكُمْ بِوَكِيلٍ
Katakanlah: "Hai manusia. Sesungguhnya teIah datang kepadamu KEBENARAN (AL QUR’AN) DARI TUHANMU. Sebab itu barangsiapa yang mendapat PETUNJUK, maka sesungguhnya (petunjuk itu) untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang sesat, maka sesungguhnya kesesatannya itu mencelakakan dirinya sendiri. Dan aku bukanlah seorang penjaga terhadap dirimu.”

QS. Naml[27]: 92
وَأَنْ أَتْلُوَ الْقُرْآنَ ۖ فَمَنِ اهْتَدَىٰ فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ ضَلَّ فَقُلْ إِنَّمَا أَنَا مِنَ الْمُنْذِرِينَ
Dan supaya aku MEMBACAKAN AL QUR’AN (KEPADA MANUSIA). Maka barangsiapa yang mendapat PETUNJUK (QUR’AN ITU), maka sesungguhnya ia hanyalah mendapat petunjuk untuk (kebaikan) dirinya. Dan barangsiapa yang sesat, maka katakanlah: "Sesungguhnya aku (ini) tidak lain HANYALAH salah seorang PEMBERI PERINGATAN.”

Soal ayat sakti, itu tidak ada ayat Qur’an yang sakti secara gaib metafisika. Ayat-ayat Qur’an, itu tidak ada yang mempunyai kuasa gaib yang melampaui kodrat alam. Apalagi yang dianggap sakti secara gaib antah berantah itu teksnya. Semua itu hanya dugaan belaka dukun yang sedang sakit psikologis.

QS. Yunus[10]: 36 & 66
وَمَا يَتَّبِعُ أَكْثَرُهُمْ إِلَّا ظَنًّا ۚ إِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا يَفْعَلُونَ
36. Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali PERSANGKAAN BELAKA. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikit pun berguna untuk mencapai KEBENARAN. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.

أَلَا إِنَّ لِلَّهِ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ ۗ وَمَا يَتَّبِعُ الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ شُرَكَاءَ ۚ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ
66. Ingatlah. Sesungguhnya kepunyaan Allah semua yang ada di langit dan semua yang ada di bumi. Dan orang-orang yang menyeru sekutu-sekutu selain Allah, tidaklah mengikuti (suatu keyakinan). Mereka tidak mengikuti kecuali PRASANGKA BELAKA. Dan mereka hanyalah MENDUGA-DUGA.

‘Kesaktian’ Qur’an, itu justru ada pada maknanya. Yang kemudian dipahami. Nilai-nilai dan prinsipnya dipedomani. Lantas dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Barulah akan membuahkan dampak-dampak baik dan manfaat bagi hidup dan kehidupan manusia itu sendiri.

Semoga bermanfaat. Walloohu a’lam bishowaab....

*Penulis buku ‘Ayat-Ayat Kemenangan’, dll.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...