Jumat, 31 Juli 2020

MEMBACA SEJARAH & REALITAS


—Saiful Islam*—

“Justru ‘ibroh, itu berada di balik teks dan realitas…”

Kita pun sering mendengar orang-orang di sekitar kita yang mengatakan, “Kita ambil ibrohnya.” Nah, kata ibroh itu memang ada dalam Qur’an.

Dari ‘abaro, menurut Al-Mufrodat fi Gharib al-Qur’an, kata ini asalnya berarti melintas dari satu kondisi ke kondisi yang lain. Al-‘ubuur itu berarti khusus untuk melintasi atau melewati air, baik dengan berenang, naik kapal, naik unta, atau semacam dengan perahu beratap. Orang yang berjalan di tepi sungai, itu juga bisa menggunakan redaksi ‘abaro itu.

Diambil dari makna di atas, adalah redaksi ‘abaro al-‘ayn. Karena mata bisa mengalirkan airnya. Yaitu ketika menangis. Al-‘abroh itu seperti aliran air mata. Dan menurut satu pendapat, ‘aabir sabiil, yakni yang lewat. Seperti makna QS.4:43. Begitu juga dijumpai kalimat ‘naaqoh ‘ubr asfaar’. Artinya kurang lebih sama: melewati atau melintasi.

Adapun kalimat ‘abaro al-qowm idzaa maatuu: kaum itu telah melintas ketika wafat,’ itu maknanya adalah seakan-akan kaum tersebut telah melintasi atau telah melewati kungkungan dunia.

Sedangkan al-‘ibaaroh itu artinya khusus untuk kalimat yang melintasi udara dari lisannya orang yang berbicara menuju pendengaran orang yang mendengar. Gampangnya, al-‘ibaaroh itu adalah kalimat yang diucapkan oleh seseorang dan didengar oleh audiens yang dituju.

Al-I’tibaar dan al-‘ibroh, itu dengan keadaan yang menjadi media pengetahuan terhadap sesuatu yang tidak tampak. Disebutkan, “Inna fii dzaalika la’ibroh,” (QS.3:13) dan “Fa’tabiruu yaa ulil abshoor,” (QS.59:2).

Adapun al-ta’biir itu tertentu untuk menakwil mimpi. Yaitu melintas dari yang tampak menuju yang tidak tampak. Jadi semacam mengambil pelajaran atau pesan dari aktor, lingkungan (setting) dan adegan dalam sebuah film. Pemahaman tersebut, itu seperti tertera pada QS.12:42. Ceritanya tampak. Tetapi pesan atau pelajaran di balik cerita tersebut memang tidak tampak.

Sedangkan Lisan al-Arab menjelaskan begini. Al-‘ibroh itu takjub. I’tabaro minhu berarti menjadi takjub. Adapun makna “Fa’tabiruu yaa ulil abshor,” pada QS.59:2, itu adalah pelajari dan pahamilah (tadabbaruu) isi ayat tersebut, perhatikanlah dengan penuh penghayatan dan penghormatan, qiyaskanlah (analogikanlah) perbuatan mereka itu serta ambillah pelajaran dari siksa yang menimpa mereka.

Al-‘ibar itu bentuk plural dari ‘ibroh. Yaitu semacam pelajaran yang diambil oleh seseorang kemudian diamalkan atau diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, kemudian ia berdalil dengannya. Disebutkan pula bahwa ‘ibroh itu adalah mengambil pelajaran dari peristiwa yang telah berlalu.

Jadi secara bahasa, i’tibaar itu adalah proses mengkaji, mempelajari, memikir-mikirkan, merenung-renungkan, untuk mendapatkan sebuah pemahaman terhadap sebuah pesan yang dikandung di dalam teks atau kejadian. Sedangkan ‘ibroh, itu adalah pelajaran yang berhasil diraih dari i’tibaar itu. I’tibaar adalah prosesnya, sedangkan ‘ibroh adalah hasilnya.

Kata ta’buruun dalam Al Qur’an, itu terulang hanya sekali (QS.12:43). Kata fa’tabiruu juga hanya sekali (QS.59:2). Kata ‘aabiriy pun sekali (QS.4:43). Sedangkan kata ‘ibroh, itu terulang enam kali. Yaitu pada QS.3:13; QS.12:111; QS.16:66; QS.23:21; QS.24:44 dan QS.79:26.

Marilah kita pahami kata i’tibaar dan ‘ibroh itu dalam konteks ayat-ayat Qur’an itu sendiri.

QS. Al-Hasyr[59]: 2
هُوَ الَّذِي أَخْرَجَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مِنْ دِيَارِهِمْ لِأَوَّلِ الْحَشْرِ ۚ مَا ظَنَنْتُمْ أَنْ يَخْرُجُوا ۖ وَظَنُّوا أَنَّهُمْ مَانِعَتُهُمْ حُصُونُهُمْ مِنَ اللَّهِ فَأَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ يَحْتَسِبُوا ۖ وَقَذَفَ فِي قُلُوبِهِمُ الرُّعْبَ ۚ يُخْرِبُونَ بُيُوتَهُمْ بِأَيْدِيهِمْ وَأَيْدِي الْمُؤْمِنِينَ فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ
Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. Kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar. Mereka pun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah. Maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka. (Sehingga) mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang Mukmin. MAKA AMBILLAH (KEJADIAN ITU) UNTUK MENJADI PELAJARAN, hai orang-orang yang MEMPUNYAI WAWASAN.

QS. Ali Imran[3]: 13
قَدْ كَانَ لَكُمْ آيَةٌ فِي فِئَتَيْنِ الْتَقَتَا ۖ فِئَةٌ تُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَأُخْرَىٰ كَافِرَةٌ يَرَوْنَهُمْ مِثْلَيْهِمْ رَأْيَ الْعَيْنِ ۚ وَاللَّهُ يُؤَيِّدُ بِنَصْرِهِ مَنْ يَشَاءُ ۗ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَعِبْرَةً لِأُولِي الْأَبْصَارِ
Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur). Segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat (seakan-akan) orang-orang Muslimin dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya PADA YANG DEMIKIAN ITU TERDAPAT PELAJARAN bagi orang-orang yang MEMPUNYAI MATA HATI.

QS. Yusuf[12]: 111
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ ۗ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَىٰ وَلَٰكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Sesungguhnya pada SEJARAH mereka itu terdapat PENGAJARAN bagi orang-orang yang MEMPUNYAI AKAL. Al Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya, menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.

QS. Al-Nahl[16]: 66
وَإِنَّ لَكُمْ فِي الْأَنْعَامِ لَعِبْرَةً ۖ نُسْقِيكُمْ مِمَّا فِي بُطُونِهِ مِنْ بَيْنِ فَرْثٍ وَدَمٍ لَبَنًا خَالِصًا سَائِغًا لِلشَّارِبِينَ
Dan sesungguhnya pada BINATANG TERNAK itu benar-benar terdapat PELAJARAN bagi kamu. Kami memberimu minum dari apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya.

QS. Al-Nur[24]: 44
يُقَلِّبُ اللَّهُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَعِبْرَةً لِأُولِي الْأَبْصَارِ
Allah mempergantikan MALAM DAN SIANG. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat PELAJARAN YANG BESAR bagi orang-orang yang MEMPUNYAI PANDANGAN.

QS. Al-Nazi’at[79]: 20-26

20. Lalu Musa memperlihatkan kepadanya ayat yang agung.

21. Tetapi Fir´aun mendustakan dan mendurhakai.

22. Kemudian dia berpaling seraya berusaha menantang (Musa).

23. Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya.

24. (Seraya) berkata: “Akulah Tuhanmu yang paling tinggi.”

25. Maka Allah mengazabnya dengan azab di akhirat dan azab di dunia.

إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَعِبْرَةً لِمَنْ يَخْشَىٰ
26. Sesungguhnya pada yang DEMIKIAN ITU terdapat PELAJARAN bagi orang yang takut (kepada Tuhannya).

Jadi i’tibar itu semacam mengambil pelajaran dari sebuah kejadian atau realitas alam. Atau mengambil pelajaran dari sejarah yang dikisahkan oleh teks Qur’an. Semacam sebab akibat dari sebuah realitas dan sejarah. Kalau begini, maka begitu. Kenapa? Karena sebab akibat itu berulang. Nah dari kejadian sejarah dan realitas yang berulang sebab akibatnya itu, kemudian manusia mengambil ‘ibrah (pelajaran). Yakni menyesuaian diri supaya selamat, sukses, dan bahagia dunia akhirat.

Misalnya, mengapa ada orang yang sakit-sakitan dan cepat mati, sedangkan yang lain sehat dan panjang umur? Mengapa ada orang yang harmonis rumah tangganya, sedangkan yang lain berantakan (broken home)? Mengapa ada orang yang arif, berilmu, dan bijak, sedangkan yang lain sebaliknya? Mengapa ada orang yang beruntung secara finansial, sedangkan yang lain banyak hutang? Mengapa ada orang yang selamat, sukses dan bahagia, sedangkan yang lain sengsara dan celaka?

Tentu saja mengambil pelajaran itu dengan akal. Tidak seorang pun yang bisa mengambil pelajaran itu, kecuali orang yang menggunakan akalnya (QS.2:269). Maka membaca dengan redaksi i’tibaar yang hasilnya adalah ‘ibroh, ini pun mengharuskan kita berupaya untuk memahami teks (ayat qowliyah) dan realitas (ayat kawniyah). Tidak akan mendapatkan ‘ibroh, siapa pun yang membaca tanpa ada upaya memahami itu.

Semoga bermanfaat. Walloohu a’lam bishowaab....

*Penulis buku ‘Ayat-Ayat Kemenangan’, dll.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...