—Saiful Islam*—
“Tidak tepat disebut MTQ. Lebih
pasnya sebut saja LMQ. Lomba Melagukan Qur’an…”
Istilah rancu berikutnya yang
sering kita dengar adalah Musabaqoh Tilawatil Qur’an. Disingkat MTQ. Biasanya
didefinisikan sebagai acara sebuah festival pemuliaan kitab suci umat Islam (Al
Qur’an).
Musabaqah Tilawatil Qur’an, itu
istilah Arab yang di-Indonesiakan. Jadi per katanya, itu diambil dari Bahasa
Arab. Kemudian dirangkai-rangkai sendiri. Susunannya berupa frase. Mudhoof
ilayh, istilah Arab-nya. Phrase, kalau Inggris-nya. Tampaknya yang
membuat istilah itu bermaksud lomba membaca Qur’an. Ternyata praktiknya, yang
dilombakan itu lebih kepada kemerduan suaranya. Lagunya.
Lagu-lagu yang dipakai antara lain
Bayati, Syika, Nahwand, Rost, Jiharka, dan lain seterusnya. Untuk lebih
detailnya silakan baca ulasan terdahulu.
Musaabaqoh, itu kata
dasarnya adalah sabaqo. Yang menurut Lisan al-Arab artinya adalah
yang paling depan dalam aliran, barisan, atau apa pun. Menjadi musaabaqoh,
itu mengikuti bentuk faa’ala, mufaa’alah (panjang fa’-nya). Musaabaqoh
adalah bentuk mashdar (semacam kata benda atau sifat) dari saabaqo.
Artinya adalah saling mendahului, berlomba, balapan, dan yang semisalnya.
Bentuk mashdar-nya yang lain adalah sibaaq.
Kemudian kata musaabaqoh itu
dirangkai dengan kata tilaawah al-Qur’aan. Yang secara sekilas diartikan
dengan Membaca Al Qur’an. Tampaknya ada yang meleset kalau ternyata yang
dilombakan itu adalah lagunya, nadanya, suaranya, cengkoknya, merdunya, dan
seterusnya.
Padahal kalau menelisik kamus-kamus
Arab yang kredibel. Membaca dengan kata talaa, itu maksudnya adalah
membaca dengan kata qoro’a. Sebagaimana disebut oleh Lisan al-Arab.
Sedangkan kata qoro’a, itu sendiri bermakna MEMIKIR-MIKIRKAN ATAU
MEMPERTIMBANGKAN MAKNANYA, sebagaimana disebut oleh Al-Mufradat fi
Gharib al-Qur’an. Apalagi, talaa itu umum yang juga meliputi qoro’a.
Ayat-ayat Qu’an sendiri yang
relevan yang semuanya menggunakan kata tilawah, misalnya sebagai berikut.
QS. Al-Baqarah[2]: 121
الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ
الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ أُولَٰئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ ۗ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ
الْخَاسِرُونَ
Orang-orang yang telah Kami berikan
AL-KITAB kepadanya, mereka MEMBACANYA dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu
BERIMAN kepadanya. Dan barangsiapa yang INGKAR kepadanya, maka mereka itulah
orang-orang yang rugi.
Iman (mempercayai atau meyakini)
atau mengingkari, itu tentu merupakan sebuah respon terhadap makna dari sebuah
informasi. Tanggapan terhadap makna yang dikandung oleh teks. Bukan teks yang
dilagukan. Tetapi makna yang ada di balik teks itu.
QS.Al-Hajj[22]: 72
وَإِذَا تُتْلَىٰ
عَلَيْهِمْ آيَاتُنَا بَيِّنَاتٍ تَعْرِفُ فِي وُجُوهِ الَّذِينَ كَفَرُوا
الْمُنْكَرَ ۖ يَكَادُونَ يَسْطُونَ بِالَّذِينَ
يَتْلُونَ عَلَيْهِمْ آيَاتِنَا ۗ قُلْ أَفَأُنَبِّئُكُمْ بِشَرٍّ مِنْ ذَٰلِكُمُ ۗ النَّارُ وَعَدَهَا اللَّهُ الَّذِينَ
كَفَرُوا ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
Dan apabila DIBACAKAN di hadapan
mereka AYAT-AYAT KAMI yang terang, niscaya kamu melihat tanda-tanda KEINGKARAN pada
muka orang-orang yang kafir itu. Hampir-hampir mereka MENYERANG orang-orang
yang MEMBACAKAN ayat-ayat Kami di hadapan mereka. Katakanlah: "Apakah akan
aku kabarkan kepadamu yang lebih buruk daripada itu, yaitu neraka?" Allah
telah mengancamkannya kepada orang-orang yang kafir. Dan neraka itu adalah seburuk-buruknya
tempat kembali.
Tentu keingkaran orang kafir, itu
bukan karena lagunya. Tetapi karena informasi di balik ayat-ayat Qur’an yang
dibacakan kepada mereka. Mereka hampir menyerang, tentu juga bukan karena
merdunya suara dan indahnya lagu ayat. Kalau dibaca bak syair yang mendayu-dayu
dan penuh ekspresif tanpa mereka paham, sangat bisa jadi orang kafir itu malah
senang, nyaman, dan damai.
QS. Al-Ankabut[29]: 51
أَوَلَمْ يَكْفِهِمْ أَنَّا
أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ يُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَرَحْمَةً وَذِكْرَىٰ
لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Dan apakah tidak cukup bagi mereka
bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu AL-KITAB (AL QUR’AN) sedang ia
DIBACAKAN kepada mereka? Sesungguhnya dalam (Al Qur’an) itu terdapat RAHMAT
yang besar dan PELAJARAN bagi orang-orang yang beriman.
QS. Al-Shaffat[37]: 3
فَالتَّالِيَاتِ ذِكْرًا
Dan demi (rombongan) yang
MEMBACAKAN PELAJARAN.
Dua ayat di atas (QS.29:51 dan
QS.37:3) jelas sekali kaitan antara membaca (tilawah) itu dengan pelajaran. Nah,
pelajaran itulah fokusnya. Al Qur’an itu dibaca untuk dipelajari. Dimengerti
informasinya. Bukan pada indahnya lagu teksnya. Bukan. Tetapi justru muatan isi
dari rangkaian teks ayat-ayat Qur’an itu.
Begitu juga ayat di bawah ini.
Ketika Qur’an itu dibacakan kepada orang beriman, maka informasinya itu akan
membuat Kaum Mukminin bertambah imannya. Semakin kokoh imannya setelah mengerti
dan paham pesan yang ada di dalam rangkaian ayat-ayat Qur’an itu. Tentu saja,
tambahnya iman, itu tidak ada kaitannya dengan lagu, nada, suara, cengkok, dan
seterusnya. Kecuali beriringan dengan kepahaman.
QS. Al-Anfal[8]: 2
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ
الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ
آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang
beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka. Dan
apabila DIBACAKAN AYAT-AYAT-NYA BERTAMBAHLAH IMAN MEREKA (KARENANYA), dan hanya
kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.
Yang jelas, musaabaqoh tilaawah
al-Qur’aan, itu tidak ada tuntunannya dalam Qur’an. Festival seperti itu, juga
tidak pernah dilakukan oleh Nabi dan para Sahabatnya. Meski begitu, MTQ itu
tidak langsung haram. MTQ hanyalah sebuah budaya khas Indonesia. Ingat kaidah
Ushul Fikih-nya: “Asal dari budaya (al-asyaa’) itu boleh-boleh saja.
Sampai ada dalil yang melarang.” Asalkan jangan sampai MTQ, malah menjauhkan
umat dari tujuan dan fungsi Qur’an yang paling intinya. Paling pentingnya. Ruhnya.
Yaitu sebagai petunjuk!
Jadi kalau hanya lomba kemerduan
suara, nada, lagu, dan semisalnya, maka itu tidak tepat disebut MTQ. Lebih
pasnya mungkin Lomba Melagukan Qur’an (LMQ). Atau kalau yang dimaksud fokusnya
adalah melagukannya, menurut saya LMQ itu lebih tepat daripada MTQ. Pakai
Bahasa Indonesia saja. Umat supaya mudah memahami. Daripada ke-Arab-Arab-an,
tetapi tidak mengerti istilah yang dibuat sendiri. Umat apalagi. Semakin tidak
mengerti.
MTQ, lebih pasnya menurut saya, itu
adalah lomba memahami Qur’an. Misalnya juri melontarkan satu ayat. Boleh
dibacakan dengan lagu yang indah dulu sebagai pendahuluan. Kemudian juri
meminta setiap peserta untuk memahaminya sesuai ilmu-ilmu yang mereka kuasai.
Bebas secanggih akal kecerdasan masing-masing peserta lomba. Mempersembahkan
kemampuan dan kepahaman terbaik mereka kepada audiens. Tentu, itu tidak hanya
akan indah. Tetapi juga akan seru dan bermanfaat!
Semoga bermanfaat. Walloohu
a’lam bishowaab....
*Penulis buku ‘Ayat-Ayat Kemenangan’,
dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar