Jumat, 31 Juli 2020

GENERASI AKAL SEHAT


—Saiful Islam*—

“Allah murka kepada orang-orang yang tidak menggunakan akalnya…” (QS.10:100)

Suatu hari, secara tidak sengaja, saya pernah menemukan pepatah Arab. Bunyinya: “Idzaa tamma al-‘aql qolla al-kalaam.” Arti bebasnya kira-kira begini: “Ketika menyempurna akal seseorang, maka semakin sedikit bicaranya.”

Digambarkan dalam Al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an. Bahwa al-‘aql itu merupakan sebuah kekuatan yang membuat seseorang siap menerima ilmu. Ada lagi yang menyebutkan bahwa sebuah ilmu yang dimanfaatkan oleh manusia dengan kekuatan tersebut, itu adalah ‘aql. Jadi, yang pertama menunjuk pada kekuatannya. Dari dalam (internal). Sedangkan yang kedua menunjuk pada ilmunya. Dari luar (eksternal).

Menurut Al-Ashfahaniy, semua celaan Allah kepada orang kafir karena tidak berakal, itu menunjuk pada makna yang kedua. Bukan yang pertama. Seperti pada QS.2:171 dan lain-lain. Sedangkan semua kewajiban agama yang dibebaskan oleh Allah dari seorang yang tidak berakal, itu menunjuk pada makna yang pertama.

Al-‘aql itu asalnya berarti menahan diri dari sesuatu. Mengontrol diri. Alias mengendalikan diri. Seperti mengikat unta dengan tali kekang. ‘Aqolat al-mar’ah sya’roha: perempuan itu mengikat rambutnya. Sehingga tidak terburai. ‘Aqola lisaanahu: ia mengendalikan lidahnya. Yakni tidak ngomong sembarangan. Makanya benteng kerajaan itu disebut ma’qil.

Adapun Lisan al-Arab panjang lebar melukiskan kata al-‘aql ini. Saya kutip yang sekiranya nyambung (relevan) dengan tema yang sedang kita bahas saja. Bahwa al-‘aql itu artinya adalah pantangan dan larangan. Lawan kata bodoh atau idiot. Bentuk pluralnya adalah ‘uquul.

Dikatakan bahwa al-‘aaqil (orang yang berakal) itu adalah orang yang menahan dirinya dari memperturutkan hawa nafsunya. Ini diambil dari perkataan orang-orang Arab, “Qod u’tuqila lisaanuhu.” Yakni ketika lidahnya ditahan dan dibungkam untuk tidak berbicara.

Adapun al-ma’quul adalah sesuatu yang dipikirkan dengan otak (maa ta’qiluhu bi qolbik). Disebutkan juga bahwa al-‘aql itu adalah yang membuat sesuatu menjadi kokoh. Al-‘aql juga bisa berarti al-qalb (otak). Dan sebaliknya, al-qalb adalah akal. Al-‘aql dinamai tali kekang, itu karena menahan orang sehingga tidak terjerumus pada kecelakaan dan kehancuran.

Menurut satu pendapat, al-‘aql itu adalah pembeda yang membedakan manusia dari binatang. Jika ada seseorang yang dikatakan qolbun ‘aquulun, maka orang itu paham. Nama obat sakit perut itu al-‘aquul. Mungkin yang awalnya mual-mual, dengan obat itu menjadi semacam ‘diikat’ sehingga normal dan stabil.

Dituturkan sebuah Hadis bahwa Al Qur’an itu seperti unta yang diikat erat (al-ibil al-mu’aqqolah). Maksudnya orang yang berprinsip dengan Qur’an, perbuatannya akan terjaga dari perbuatan yang berdampak celaka.

Menurut saya penting untuk dicatat di sini, adalah bahwa akal itulah yang merupakan pembeda antara manusia dengan binatang. Baik secara fisik, maupun secara psikis. Secara fisik, manusia memang mirip dengan binatang. Bahkan ada definisi manusia, itu adalah binatang yang berakal. Layaknya binatang, kalau cuma tidur, manusia itu tidur. Juga makan dan kawin. Lahir dan mati. Qur’an pun menyindir orang yang tidak menggunakan akalnya, itu layaknya binatang ternak saja (QS.25:44).

Tetapi akal manusia itu khas dan unik. Karenanya manusia menjadi berbudaya. Menjadi makhluk individual sekaligus sosial. Makhluk spiritual, emosional, serta intelektual. Bisa membuat tanda-tanda. Serta simbol-simbol. Berbahasa. Berbicara. Menulis. Bercerita. Berpikir. Menemukan, membuat dan mengembangkan Sains dan Teknologi. Sekaligus sebagai makhluk estetika yang menyukai seni dan keindahan.

Dengan akalnya pula, lantas menusia bisa memahami konsekuensi. Sebab akibat. Kalau melakukan ini, maka akibatnya begitu. Dilengkapi bukan hanya dengan mata, tetapi langsung lima indra: penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, dan perasa. Akal manusia juga, tak hanya bisa menyimpan memori masa lalu. Tetapi juga bisa memprediksi masa depan.

Dan ternyata baik Al Qur’an, maupun realitas alam dan sosial, ini dihamparkan oleh Allah tidak lain untuk akal itu. Supaya manusia yang sadar konsekuensi, itu menyesuaikan dirinya melakukan hal-hal yang menyelamatkan, mensukseskan, dan membahagiakan dirinya dalam kehidupan di dunia ini sampai di akhirat kelak. Maka Sungguh sayang, ayat-ayat (qowliyah dan kawniyah) itu hanya dibiarkan lewat begitu saja. Tidak mau memahami.

QS. Yusuf[12]: 105
وَكَأَيِّنْ مِنْ آيَةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَمُرُّونَ عَلَيْهَا وَهُمْ عَنْهَا مُعْرِضُونَ
Dan banyak sekali AYAT-AYAT (kekuasaan Allah) DI LANGIT DAN DI BUMI yang mereka melaluinya, sedang mereka BERPALING dari padanya.

QS. Al-Anbiya’[21]: 24
أَمِ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ آلِهَةً ۖ قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ ۖ هَٰذَا ذِكْرُ مَنْ مَعِيَ وَذِكْرُ مَنْ قَبْلِي ۗ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ الْحَقَّ ۖ فَهُمْ مُعْرِضُونَ
Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan selain-Nya? Katakanlah: "Unjukkanlah hujjahmu! (Al Qur’an) ini adalah peringatan bagi orang-orang yang bersamaku, dan peringatan bagi orang-orang yang sebelumku.” Sebenarnya kebanyakan mereka tiada mengetahui yang hak, maka mereka pun BERPALING.

QS. Al-Hajj[22]: 46
أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا ۖ فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَٰكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai ‘hati’ yang dengan itu mereka dapat MEMAHAMI atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah ‘hati’ yang di dalam dada.

Cukup banyak kata al-‘aql ini tertuang dalam Al Qur’an. kata ‘aqoluuhu disebut sekali. Ta’qiluun diulang sebanyak 24 kali. Kata na’qilu satu kali. Ya’qilu juga sekali. Dan ya’qiluuna sebanyak 22 kali. Secara garis besar isinya adalah perintah untuk memahami ayat-ayat itu dengan akal. Ayat qowliyah (Al Qur’an) mesti dipahami dengan akal. Begitu juga realitas alam dan sosial (ayat kawniyah) juga mesti dipahami dengan akal.

Saya berikan contohnya beberapa saja. Memahami dengan akal terkait ayat-ayat qowliyah. Dan memahami dengan akal terkait ayat-ayat kawniyah.

Memahami ayat-ayat sebagai wahyu, seperti berikut ini.

QS. Yusuf[12]: 2
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Qur’an dengan berbahasa Arab, SUPAYA KALIAN MEMAHAMINYA.

QS. Al-Anbiya’[21]: 10
لَقَدْ أَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ كِتَابًا فِيهِ ذِكْرُكُمْ ۖ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada MEMAHAMINYA?!

QS. Al-Baqarah[2]: 170
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا ۗ أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ
Apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah." Mereka menjawab: "(Tidak). Kami hanya mengikuti apa yang telah Kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.” (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak MEMAHAMI suatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk?

Memahami realitas sosial, seperti berikut ini.

QS. Al-Baqarah[2]: 76
وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَا بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ قَالُوا أَتُحَدِّثُونَهُمْ بِمَا فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ لِيُحَاجُّوكُمْ بِهِ عِنْدَ رَبِّكُمْ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata:" Kami telah beriman." Tetapi apabila mereka berada sesama mereka saja, lalu mereka berkata: "Apakah kamu menceritakan kepada mereka (Kaum Mukminin) apa yang telah diterangkan Allah kepadamu, supaya dengan demikian mereka dapat mengalahkan hujjahmu di hadapan Tuhanmu; tidakkah kamu MENGERTI?"

QS. Al-An’am[6]: 151
قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۖ وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ ۖ وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ۖ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji—baik yang nampak di maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu MEMAHAMI(NYA).

Mehami realitas alam, seperti berikut ini.

QS. Al-Mu’minun[23]: 80
وَهُوَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ وَلَهُ اخْتِلَافُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Dia-lah Yang Menghidupkan dan Mematikan. Dan Dia-lah Yang (Mengatur) pertukaran malam dan siang. Maka apakah kamu tidak MEMAHAMINYA?

QS. Yasin[36]: 62
وَلَقَدْ أَضَلَّ مِنْكُمْ جِبِلًّا كَثِيرًا ۖ أَفَلَمْ تَكُونُوا تَعْقِلُونَ
Sesungguhnya setan itu telah menyesatkan sebagian besar di antara kalian. Maka apakah kalian tidak MEMIKIRKAN?

QS. Al-Baqarah[2]: 164
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, kapal yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang MEMIKIRKAN.

Semoga bermanfaat. Walloohu a’lam bishshowaab…

*Penulis buku ‘Ayat-Ayat Kemenangan’, dll.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...