Jumat, 31 Juli 2020

KETIKA QUR’AN MENJELASKAN


—Saiful Islam*—

“Penjelasan, itu bukan hanya ayat qowliyah bil ayat qowliyah, tetapi juga ayat qowliyah bil ayat kawniyah…”

Terkait tema QUR’AN INSPIRASI LITERASI, ini rasanya penting untuk diceritakan di sini kata al-bayaan.

Qur’an sendiri yang memproklamirkan dirinya sebagai penjelas. Atau penjelasan. Juga bisa disebut penerang. Penerangan. Keterangan. Jika diibaratkan, Qur’an itu seperti cahaya atau sinar yang menerangi. Menerangi apa? Menerangi pikiran kita, hati kita, akal kita. Tentu saja yang namanya penjelasan, itu memang harus dipikir-pikirkan, direnungkan, dipahami maknanya. Buahnya adalah keputusan dan langkah kita dalam perjalanan hidup menuju pulang kepada-Nya ini.

QS. Ali Imran[3]: 138
هَٰذَا بَيَانٌ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَمَوْعِظَةٌ لِلْمُتَّقِينَ
(Al Qur’an) ini adalah PENERANGAN bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.

Jadi menurut ayat di atas, Qur’an ini merupakan penerangan atau penjelasan malah bukan hanya untuk Kaum Muslimin-Mukminin saja. Bahkan untuk seluruh umat manusia. Sehingga termasuk Non Muslim juga bukan hanya dipersilakan. Tetapi seperti diundang untuk meneliti Qur’an itu. Mulai dari orang awam sampai profesor.

Menurut Al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an, kata al-bayyinah itu berarti petunjuk (dalaalah) yang jelas. Baik secara akal, maupun rasa.

Sedangkan al-bayaan, itu berarti penyingkap (pembuka tabir) sesuatu. Yang awalnya masih abu-abu atau remang-remang, maka dengan al-bayaan menjadi tampak jelas, dan terang.

Menurut Lisan al-‘Arab, kata al-bayaan, itu artinya adalah penjelas suatu dalil (petunjuk) dan yang semisalnya. Dengan al-bayaan, itu sebuah petunjuk menjadi semakin jelas. Bisa juga berarti keterangan. Dengan al-bayaan, sebuah dalil menjadi semakin terang. Semakin gamblang dan tampak. Baana, istabaana, tabayyana, abaana, dan bayyana, itu berarti satu. Artinya sama.

Al-tabyiin, itu berarti menerangkan atau keterangan-keterangan. Begitu juga al-tibyaan, mubiin, mubayyinah, artinya kurang lebih sama. Titik tekannya adalah kata al-bayaan dan yang semisalnya itu, lebih pada berupa kalimat-kalimat. Atau kata-kata. Nah, kalimat atau kata-kata, itu ada yang diucapkan dan ada yang tertulis.

Qur’an itu, memang adalah kalimat-kalimat. Qur’an adalah kata-kata. Qur’an pertama kali diterima dan diucapkan oleh Nabi, lantas kemudian ditulis sehingga sampai kepada kita. Salah satu penjagaan Allah terhadap Qur’an selain penghafalan, adalah dengan penulisan.

Qur’an sebagai penerangan atau penjelasan, itu bukan hanya untuk satu masalah. Tetapi bahkan untuk banyak masalah—kalau tidak disebut semua masalah. Mungkin kasus spesifiknya bisa tidak dituturkan oleh Qur’an. Tetapi prinsip-prinsipnya, insya Allah ada semua di dalam Qur’an untuk semua urusan dunia ini. Qur’an memang bukan hanya untuk masa lalu, tetapi juga untuk sekarang dan masa depan.

QS. Al-Nahl[16]: 89
وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا عَلَيْهِمْ مِنْ أَنْفُسِهِمْ ۖ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَىٰ هَٰؤُلَاءِ ۚ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ
(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) untuk MENJELASKAN SEGALA SESUATU dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.

Menurut ayat di bawah ini, ayat-ayat Qur’an itu bisa saling menjelaskan. Alias ayat yang satu, itu dijelaskan oleh ayat yang lain.

QS. Al-Baqarah[2]: 185
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ
Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai PETUNJUK bagi manusia dan PENJELAS MENGENAI PETUNJUK TERSEBUT dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).

Jadi, untuk masalah apa pun di muka bumi ini—terutama untuk Kaum Mukminin, carilah penjelasannya dari Qur’an. Insya Allah ada. Kalau ayat satu kurang jelas, coba cari di ayat yang lain. Yang setema. Inilah cara terbaik menafsiri Qur’an itu. Tafsir ayat bil ayat, istilahnya. Secara tematik (mawdhu’iy, istilahnya).

Jangan belum apa-apa, langsung ujug-ujug, gegabah, terburu-buru, tiba-tiba menyimpulkan bahwa tidak ada ayatnya. Padahal belum mencari. Belum menelusuri. Belum melacak ayat-ayat Qur’an itu sendiri. Lalu ujug-ujug lari kepada Hadis-Hadis, bahkan pendapat-pendapat yang tidak jelas dasarnya. Sambil menyangka semua yang selain Qur’an itu adalah penjelasan yang terbaik.

Pernah seorang kawan, meskipun dengan nada yang lembut dan halus seperti belut, mengatakan bahwa saya liar. Padahal saya mengutamakan merujuk Qur’an. Ini merujuk Qur’an disebut liar. Orang yang ujug-ujug lari kepada Hadis-Hadis dan pendapat-pendapat tanpa diketahui dasarnya, malah dianggap jinak. Padahal tali Allah (Al Qur’an) inilah yang justru berfungsi ‘mengikat’ kita semua supaya jinak. Jadi siapa sebenarnya yang liar itu?!

QS. Ali Imran[3]: 103
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Dan BERPEGANG TEGUHLAH KAMU SEMUANYA KEPADA TALI ALLAH (AL QUR’AN). Dan JANGANLAH BERCERAI BERAI. Ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan. Maka Allah mempersatukan hatimu. Lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara. Dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.

Sebenarnya tidak masalah semua rujukan yang berusaha menjelaskan Qur’an. Tetapi prinsipnya tentu saja: Jangan sampai bertentangan dengan Qur’an itu sendiri. Posisikan Qur’an itu semestinya—yang pertama dan utama.

QS. Al-Qiyamah[75]: 19
ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ
Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah PENJELASANNYA.

Ayat di atas, Allah menggunakan redaksi ‘Kami’. Biasanya itu menunjukkan Allah melibatkan pihak lain dalam penjelasan itu. Kalau sampainya Qur’an kepada Nabi, jelas pihak lain itu adalah Jibril (QS.26:193-194). Dan untuk masa kita, pihak lain itu bisa berupa Sains (ilmu alam dan sosial) dan Teknologi yang disusun oleh para pakarnya masing-masing. Alias menjelaskan ayat qowliyah dengan ayat kawniyah.

Ambil contoh misalnya QS.51:21 yang berbunyi: “Wa fii anfusikum afalaa tubshiruun: Apakah kalian tidak mengamati apa yang ada dalam diri kalian.” Tentu kita butuh ulama Biologi, ulama Kimia, ulama Psikologi, ulama Neurosains, dan seterusnya. Yang menjelaskan tentang DNA, inti sel, sel, jaringan, organ, reaksi-reaksi Kimia apa saja yang terjadi, hormon-hormon, sirkuit dan gelombang otak dan lain seterusnya.

Tentu saja, sekali lagi, semua penjelasan itu harus dan wajib dipahami. Bukan penjelasan atau keterangan namanya kalau tidak ada upaya memahami. Orang yang hanya membaca Qur’an tanpa ada upaya memahami, saya jamin orang seperti itu tidak akan mendapatkan ‘cahaya’ dari Qur’an.

Semoga bermanfaat. Walloohu a’lam bishowaab....

*Penulis buku ‘Ayat-Ayat Kemenangan’, dll.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...