—Saiful Islam*—
“Penjelasan, itu bukan hanya ayat
qowliyah bil ayat qowliyah, tetapi juga ayat qowliyah bil ayat kawniyah…”
Terkait tema QUR’AN INSPIRASI
LITERASI, ini rasanya penting untuk diceritakan di sini kata al-bayaan.
Qur’an sendiri yang memproklamirkan
dirinya sebagai penjelas. Atau penjelasan. Juga bisa disebut penerang.
Penerangan. Keterangan. Jika diibaratkan, Qur’an itu seperti cahaya atau sinar
yang menerangi. Menerangi apa? Menerangi pikiran kita, hati kita, akal kita.
Tentu saja yang namanya penjelasan, itu memang harus dipikir-pikirkan,
direnungkan, dipahami maknanya. Buahnya adalah keputusan dan langkah kita dalam
perjalanan hidup menuju pulang kepada-Nya ini.
QS. Ali Imran[3]: 138
هَٰذَا بَيَانٌ لِلنَّاسِ
وَهُدًى وَمَوْعِظَةٌ لِلْمُتَّقِينَ
(Al Qur’an) ini adalah PENERANGAN
bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang
bertakwa.
Jadi menurut ayat di atas, Qur’an
ini merupakan penerangan atau penjelasan malah bukan hanya untuk Kaum
Muslimin-Mukminin saja. Bahkan untuk seluruh umat manusia. Sehingga termasuk
Non Muslim juga bukan hanya dipersilakan. Tetapi seperti diundang untuk
meneliti Qur’an itu. Mulai dari orang awam sampai profesor.
Menurut Al-Mufradat fi Gharib
al-Qur’an, kata al-bayyinah itu berarti petunjuk (dalaalah)
yang jelas. Baik secara akal, maupun rasa.
Sedangkan al-bayaan, itu
berarti penyingkap (pembuka tabir) sesuatu. Yang awalnya masih abu-abu atau
remang-remang, maka dengan al-bayaan menjadi tampak jelas, dan terang.
Menurut Lisan al-‘Arab, kata
al-bayaan, itu artinya adalah penjelas suatu dalil (petunjuk) dan yang
semisalnya. Dengan al-bayaan, itu sebuah petunjuk menjadi semakin jelas.
Bisa juga berarti keterangan. Dengan al-bayaan, sebuah dalil menjadi
semakin terang. Semakin gamblang dan tampak. Baana, istabaana, tabayyana,
abaana, dan bayyana, itu berarti satu. Artinya sama.
Al-tabyiin, itu berarti
menerangkan atau keterangan-keterangan. Begitu juga al-tibyaan, mubiin,
mubayyinah, artinya kurang lebih sama. Titik tekannya adalah kata al-bayaan
dan yang semisalnya itu, lebih pada berupa kalimat-kalimat. Atau kata-kata.
Nah, kalimat atau kata-kata, itu ada yang diucapkan dan ada yang tertulis.
Qur’an itu, memang adalah
kalimat-kalimat. Qur’an adalah kata-kata. Qur’an pertama kali diterima dan
diucapkan oleh Nabi, lantas kemudian ditulis sehingga sampai kepada kita. Salah
satu penjagaan Allah terhadap Qur’an selain penghafalan, adalah dengan
penulisan.
Qur’an sebagai penerangan atau
penjelasan, itu bukan hanya untuk satu masalah. Tetapi bahkan untuk banyak
masalah—kalau tidak disebut semua masalah. Mungkin kasus spesifiknya bisa tidak
dituturkan oleh Qur’an. Tetapi prinsip-prinsipnya, insya Allah ada semua di
dalam Qur’an untuk semua urusan dunia ini. Qur’an memang bukan hanya untuk masa
lalu, tetapi juga untuk sekarang dan masa depan.
QS. Al-Nahl[16]: 89
وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِي
كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا عَلَيْهِمْ مِنْ أَنْفُسِهِمْ ۖ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَىٰ هَٰؤُلَاءِ
ۚ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ
تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ
(Dan ingatlah) akan hari (ketika)
Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka
sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat
manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) untuk MENJELASKAN
SEGALA SESUATU dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang
yang berserah diri.
Menurut ayat di bawah ini,
ayat-ayat Qur’an itu bisa saling menjelaskan. Alias ayat yang satu, itu
dijelaskan oleh ayat yang lain.
QS. Al-Baqarah[2]: 185
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي
أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ
وَالْفُرْقَانِ
Bulan Ramadhan, bulan yang di
dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai PETUNJUK bagi manusia dan
PENJELAS MENGENAI PETUNJUK TERSEBUT dan pembeda (antara yang hak dan yang
bathil).
Jadi, untuk masalah apa pun di muka
bumi ini—terutama untuk Kaum Mukminin, carilah penjelasannya dari Qur’an. Insya
Allah ada. Kalau ayat satu kurang jelas, coba cari di ayat yang lain. Yang
setema. Inilah cara terbaik menafsiri Qur’an itu. Tafsir ayat bil ayat,
istilahnya. Secara tematik (mawdhu’iy, istilahnya).
Jangan belum apa-apa, langsung
ujug-ujug, gegabah, terburu-buru, tiba-tiba menyimpulkan bahwa tidak ada
ayatnya. Padahal belum mencari. Belum menelusuri. Belum melacak ayat-ayat
Qur’an itu sendiri. Lalu ujug-ujug lari kepada Hadis-Hadis, bahkan
pendapat-pendapat yang tidak jelas dasarnya. Sambil menyangka semua yang selain
Qur’an itu adalah penjelasan yang terbaik.
Pernah seorang kawan, meskipun
dengan nada yang lembut dan halus seperti belut, mengatakan bahwa saya liar. Padahal
saya mengutamakan merujuk Qur’an. Ini merujuk Qur’an disebut liar. Orang yang
ujug-ujug lari kepada Hadis-Hadis dan pendapat-pendapat tanpa diketahui
dasarnya, malah dianggap jinak. Padahal tali Allah (Al Qur’an) inilah yang justru
berfungsi ‘mengikat’ kita semua supaya jinak. Jadi siapa sebenarnya yang liar
itu?!
QS. Ali Imran[3]: 103
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا
وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ
إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ
بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ
فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ
آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Dan BERPEGANG TEGUHLAH KAMU
SEMUANYA KEPADA TALI ALLAH (AL QUR’AN). Dan JANGANLAH BERCERAI BERAI. Ingatlah
akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan. Maka Allah
mempersatukan hatimu. Lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang
yang bersaudara. Dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.
Sebenarnya tidak masalah semua rujukan
yang berusaha menjelaskan Qur’an. Tetapi prinsipnya tentu saja: Jangan sampai
bertentangan dengan Qur’an itu sendiri. Posisikan Qur’an itu semestinya—yang
pertama dan utama.
QS. Al-Qiyamah[75]: 19
ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا
بَيَانَهُ
Kemudian, sesungguhnya atas
tanggungan Kami-lah PENJELASANNYA.
Ayat di atas, Allah menggunakan
redaksi ‘Kami’. Biasanya itu menunjukkan Allah melibatkan pihak lain dalam
penjelasan itu. Kalau sampainya Qur’an kepada Nabi, jelas pihak lain itu adalah
Jibril (QS.26:193-194). Dan untuk masa kita, pihak lain itu bisa berupa Sains
(ilmu alam dan sosial) dan Teknologi yang disusun oleh para pakarnya
masing-masing. Alias menjelaskan ayat qowliyah dengan ayat kawniyah.
Ambil contoh misalnya QS.51:21 yang
berbunyi: “Wa fii anfusikum afalaa tubshiruun: Apakah kalian tidak
mengamati apa yang ada dalam diri kalian.” Tentu kita butuh ulama Biologi,
ulama Kimia, ulama Psikologi, ulama Neurosains, dan seterusnya. Yang
menjelaskan tentang DNA, inti sel, sel, jaringan, organ, reaksi-reaksi Kimia
apa saja yang terjadi, hormon-hormon, sirkuit dan gelombang otak dan lain seterusnya.
Tentu saja, sekali lagi, semua penjelasan
itu harus dan wajib dipahami. Bukan penjelasan atau keterangan namanya kalau
tidak ada upaya memahami. Orang yang hanya membaca Qur’an tanpa ada upaya
memahami, saya jamin orang seperti itu tidak akan mendapatkan ‘cahaya’ dari
Qur’an.
Semoga bermanfaat. Walloohu
a’lam bishowaab....
*Penulis buku ‘Ayat-Ayat Kemenangan’,
dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar