—Saiful Islam*—
“Banyak orang sudah merasa
memuliakan Qur’an. Padahal belum…”
Qur’an ini adalah sebuah buku yang
sangat mulia. Bagaimana tidak mulia. Itu bukan kalimat-kalimat biasa. Itu
kalimat-kalimat luar biasa. Itu bukan ucapan manusia. Itu adalah ucapan Tuhan
yang menciptakan manusia, binatang, tumbuhan, langit, laut, gunung, matahari,
bulan, bintang, panas, hujan, alam semesta dan segala isinya. Subhaanah.
“Sesungguhnya, Al Qur’an itu adalah
Kitab yang mulia,” QS. Fushshilat[41]: 41. “Demi Al Qur’an
yang mulia,” QS. Qaf[50]: 1. Qur’an ini “Diturunkan dari Tuhannya alam
semesta. Apakah kamu anggap remeh saja Qur’an ini?!” QS. Al-Waqi’ah[56]: 77,
80 dan 81. Firman Allah itu “Pada lembaran-lembaran yang dimuliakan,
ditinggikan dan disucikan,” ‘Abasa[80]:
13-14.
Saking mulianya Qur’an itu,
sampai-sampai Allah melarang pergi semua berperang. Sebaliknya, Allah
perintahkan supaya ada yang fokus memahami Qur’an. Sampai menjadi pakar.
Menguasai Qur’an. Lantas menjadi bermanfaat kepada manusia yang lain dengan
Qur’an itu. Diceritakan pada ayat di bawah ini.
QS. Al-Tawbah[9]: 122
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ
لِيَنْفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا
فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ
يَحْذَرُونَ
TIDAK SEPATUTNYA bagi Mukminin itu PERGI
SEMUANYA (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di
antara mereka beberapa orang UNTUK MEMPERDALAM AGAMA (AL QUR’AN) dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, supaya mereka
itu dapat menjaga dirinya.
Dengan Qur’an yang mulia itu, Allah
dan Rasul-Nya akan mengentas manusia dari kegelapan menuju cahaya (QS.5:16; 14:1;
33:43; 57:9 dan QS.65:11).
QS. Al-Maidah[5]: 16
يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ
اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلَامِ وَيُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى
النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Dengan Al Qur’an itulah Allah
menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhoan-Nya ke jalan keselamatan, dan MENGELUARKAN
ORANG-ORANG ITU DARI GELAP GULITA KEPADA CAHAYA YANG TERANG BENDERANG dengan
seizin-Nya serta menunjuki mereka ke jalan yang lurus.
Orang yang mengakrabi Qur’an, maka
akan ikut mulia. Qur’an mengandung sebab-sebab yang jika dipahami dan diamalkan,
maka pasti akan membuat orang itu menjadi mulia (QS.21:10). Akan selamat,
sukses dan bahagia dunia akhirat.
QS. Al-Anbiya’[21]: 10
لَقَدْ أَنْزَلْنَا
إِلَيْكُمْ كِتَابًا فِيهِ ذِكْرُكُمْ ۖ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Sesungguhnya telah Kami turunkan
kepada kamu sebuah KITAB (AL QUR’AN) yang di dalamnya terdapat sebab-sebab KEMULIAAN
bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya?
Maka tak heran kalau Rasul itu
disebut orang yang mulia. Bahkan jabatan Rasul itu langsung dikaitkan dengan
Qur’an (QS.69:40 dan QS.81:19). Kenapa? Karena beliau pasti memahami semua isi
Qur’an dan sekaligus mempraktikkan dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Sampai-sampai disebut, “Kaana khuluquhu al-Qur’aan,” akhlak Nabi adalah
Al Qur’an.
Seperti Ratu Saba’, Balqis, yang
menyebut surat dari Nabi Sulaiman itu sebagai surat yang mulia. Surat dari Nabi
Sulaiman itu isinya tidak lain adalah ucapan Allah: “Bismillaahirrohmaanirrohiim:
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,” QS.27: 29-30.
Persis seperti yang tercantum dalam Qur’an Surat Al-Fatihah[1] ayat 1.
Bagaimana cara memuliakan Qur’an
itu? Pertama, terus berusaha memahaminya sepanjang usia kita. Dan kedua,
terus berusaha mengamalkannya, sepanjang usia kita. Silakan belajar Ilmu
Tajwidnya, Ilmu Bahasa Arabnya, Ilmu Lagunya, dan seterusnya. Dengan syarat
semua itu harus mengantarkan kita pada dua itu tadi: memahami dan mempraktikkan
kepahaman itu dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Banyak orang yang merasa sudah
memuliakan Qur’an, ternyata belum memuliakan Qur’an. Seperti orang memanah atau
menembak, ternyata belum pas sasaran. Arahnya yang dibidik sudah betul, tetapi
masih meleset. Seperti Qur’an hanya diletakkan di atas lemari. Dibaca hanya
setahun sekali—waktu Ramadan saja. Itu pun membaca tanpa paham.
Ada pula Qur’an hanya dihafal
teksnya. Tanpa dipahami maknanya. Ini juga menurut saya, masih meleset. Belum
benar-benar tepat sasaran tembak. Tetapi sudah lumayan. Sudah hampir sekali right
on target. Jaraknya sudah setipis benang. Malah orang yang sudah hafal
Qur’an 30 juz apalagi bisa Bahasa Arab pula, itu hanya tinggal ‘klik’ saja
untuk memahami Qur’an.
Ada lagi, Qur’an tidak boleh
disentuh kecuali wajib wudhu dulu, mandi besar dulu, wajib tidak dalam keadaan
haid bagi perempuan. Menurut saya, itu belum memuliakan Qur’an dengan arti yang
sesungguhnya. Sebab Qur’an itu untuk jiwa (psikis). Maka jiwanya yang mesti
disucikan. Supaya bisa paham Qur’an. Lantas bisa mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Qur’an itu santapan ruhani. Bukan
jasmani (fisik). Qur’an disebut ruh (misalnya QS.16:2; QS.40:15 dan QS.42:52). Untuk
manusia yang mempunyai ruh karena ditiup Ruh Allah (QS.32:9). Yang membawa Qur’an
turun ke akal (hati) Nabi, itu Jibril yang juga disebut sebagai Ruhul Qudus (QS.16:102).
Jadi hubungan antar ruh. Yaitu Ruh Allah, Ruhul Qudus, ruh Qur’an, dan ruh
manusia.
QS. Al-Syura[42]: 52
وَكَذَٰلِكَ أَوْحَيْنَا
إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا ۚ مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلَا الْإِيمَانُ وَلَٰكِنْ
جَعَلْنَاهُ نُورًا نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا ۚ وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَىٰ صِرَاطٍ
مُسْتَقِيمٍ
Demikianlah KAMI WAHYUKAN KEPADAMU
RUH (AL QUR’AN) dengan perintah kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apa
itu Al Kitab (Al Qur’an). Dan tidak pula mengetahui apa iman itu. Tetapi Kami
menjadikan AL QUR’AN ITU CAHAYA, YANG KAMI TUNJUKI DENGANNYA siapa yang Kami
kehendaki di antara hamba-hamba kami. Dan Sesungguhnya kamu benar-benar memberi
petunjuk kepada jalan yang lurus.
Ada lagi, Qur’an untuk mengusir
setan atau melariskan dagangan. Misalnya orang yang akan menghuni rumah baru.
Mengundang ustadz untuk hataman Qur’an di rumah tersebut. Atau ruko yang akan
dibuat usaha. Tujuannya supaya laris. Qur’an dihatamkan tanpa dipahami, dirapal
dari Surat Al-Fatihah sampai Surat Al-Nas. Tentu ini juga belum memuliakan
Qur’an.
Belum cukup, Qur’an dibuat hadiah
orang mati. Qur’an untuk orang mati. Tentu ini juga belum memuliakan Qur’an.
Qur’an ini untuk orang hidup (QS.36:70). Qur’an bukan untuk orang mati. Tidak
pernah ada satu ayat pun yang menyebut bahwa Qur’an untuk orang mati. Qur’an
Allah turunkan kepada Nabi yang hidup. Nabi pun memahamkan Qur’an untuk umatnya
yang hidup. Semua audiens Qur’an ini adalah orang-orang yang hidup.
Dan lain seterusnya. Sudah saatnya
kita menata ulang niat. Mengepaskan bidikan kita. ‘Sasaran tembak’ kita dalam
membaca Qur’an. Memperlakukan dan menghormati Qur’an dengan semestinya. Dengan
selayaknya. Sesuai tuntunan Allah.
Semoga bermanfaat. Walloohu
a’lam bishshowaab…
*Penulis buku ‘Ayat-Ayat Kemenangan’,
dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar