Selasa, 01 September 2020

CARA MEMULIAKAN QUR’AN


—Saiful Islam*—

“Banyak orang sudah merasa memuliakan Qur’an. Padahal belum…”

Qur’an ini adalah sebuah buku yang sangat mulia. Bagaimana tidak mulia. Itu bukan kalimat-kalimat biasa. Itu kalimat-kalimat luar biasa. Itu bukan ucapan manusia. Itu adalah ucapan Tuhan yang menciptakan manusia, binatang, tumbuhan, langit, laut, gunung, matahari, bulan, bintang, panas, hujan, alam semesta dan segala isinya. Subhaanah.

“Sesungguhnya, Al Qur’an itu adalah Kitab yang mulia,” QS. Fushshilat[41]: 41. “Demi Al Qur’an yang mulia,” QS. Qaf[50]: 1. Qur’an ini “Diturunkan dari Tuhannya alam semesta. Apakah kamu anggap remeh saja Qur’an ini?!” QS. Al-Waqi’ah[56]: 77, 80 dan 81. Firman Allah itu “Pada lembaran-lembaran yang dimuliakan, ditinggikan dan disucikan,”  ‘Abasa[80]: 13-14.

Saking mulianya Qur’an itu, sampai-sampai Allah melarang pergi semua berperang. Sebaliknya, Allah perintahkan supaya ada yang fokus memahami Qur’an. Sampai menjadi pakar. Menguasai Qur’an. Lantas menjadi bermanfaat kepada manusia yang lain dengan Qur’an itu. Diceritakan pada ayat di bawah ini.

QS. Al-Tawbah[9]: 122
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
TIDAK SEPATUTNYA bagi Mukminin itu PERGI SEMUANYA (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang UNTUK MEMPERDALAM AGAMA (AL QUR’AN) dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.

Dengan Qur’an yang mulia itu, Allah dan Rasul-Nya akan mengentas manusia dari kegelapan menuju cahaya (QS.5:16; 14:1; 33:43; 57:9 dan QS.65:11).

QS. Al-Maidah[5]: 16
يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلَامِ وَيُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Dengan Al Qur’an itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhoan-Nya ke jalan keselamatan, dan MENGELUARKAN ORANG-ORANG ITU DARI GELAP GULITA KEPADA CAHAYA YANG TERANG BENDERANG dengan seizin-Nya serta menunjuki mereka ke jalan yang lurus.

Orang yang mengakrabi Qur’an, maka akan ikut mulia. Qur’an mengandung sebab-sebab yang jika dipahami dan diamalkan, maka pasti akan membuat orang itu menjadi mulia (QS.21:10). Akan selamat, sukses dan bahagia dunia akhirat.

QS. Al-Anbiya’[21]: 10
لَقَدْ أَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ كِتَابًا فِيهِ ذِكْرُكُمْ ۖ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah KITAB (AL QUR’AN) yang di dalamnya terdapat sebab-sebab KEMULIAAN bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya?

Maka tak heran kalau Rasul itu disebut orang yang mulia. Bahkan jabatan Rasul itu langsung dikaitkan dengan Qur’an (QS.69:40 dan QS.81:19). Kenapa? Karena beliau pasti memahami semua isi Qur’an dan sekaligus mempraktikkan dalam kehidupan nyata sehari-hari. Sampai-sampai disebut, “Kaana khuluquhu al-Qur’aan,” akhlak Nabi adalah Al Qur’an.

Seperti Ratu Saba’, Balqis, yang menyebut surat dari Nabi Sulaiman itu sebagai surat yang mulia. Surat dari Nabi Sulaiman itu isinya tidak lain adalah ucapan Allah: “Bismillaahirrohmaanirrohiim: Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,” QS.27: 29-30. Persis seperti yang tercantum dalam Qur’an Surat Al-Fatihah[1] ayat 1.

Bagaimana cara memuliakan Qur’an itu? Pertama, terus berusaha memahaminya sepanjang usia kita. Dan kedua, terus berusaha mengamalkannya, sepanjang usia kita. Silakan belajar Ilmu Tajwidnya, Ilmu Bahasa Arabnya, Ilmu Lagunya, dan seterusnya. Dengan syarat semua itu harus mengantarkan kita pada dua itu tadi: memahami dan mempraktikkan kepahaman itu dalam kehidupan nyata sehari-hari.

Banyak orang yang merasa sudah memuliakan Qur’an, ternyata belum memuliakan Qur’an. Seperti orang memanah atau menembak, ternyata belum pas sasaran. Arahnya yang dibidik sudah betul, tetapi masih meleset. Seperti Qur’an hanya diletakkan di atas lemari. Dibaca hanya setahun sekali—waktu Ramadan saja. Itu pun membaca tanpa paham.

Ada pula Qur’an hanya dihafal teksnya. Tanpa dipahami maknanya. Ini juga menurut saya, masih meleset. Belum benar-benar tepat sasaran tembak. Tetapi sudah lumayan. Sudah hampir sekali right on target. Jaraknya sudah setipis benang. Malah orang yang sudah hafal Qur’an 30 juz apalagi bisa Bahasa Arab pula, itu hanya tinggal ‘klik’ saja untuk memahami Qur’an.

Ada lagi, Qur’an tidak boleh disentuh kecuali wajib wudhu dulu, mandi besar dulu, wajib tidak dalam keadaan haid bagi perempuan. Menurut saya, itu belum memuliakan Qur’an dengan arti yang sesungguhnya. Sebab Qur’an itu untuk jiwa (psikis). Maka jiwanya yang mesti disucikan. Supaya bisa paham Qur’an. Lantas bisa mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Qur’an itu santapan ruhani. Bukan jasmani (fisik). Qur’an disebut ruh (misalnya QS.16:2; QS.40:15 dan QS.42:52). Untuk manusia yang mempunyai ruh karena ditiup Ruh Allah (QS.32:9). Yang membawa Qur’an turun ke akal (hati) Nabi, itu Jibril yang juga disebut sebagai Ruhul Qudus (QS.16:102). Jadi hubungan antar ruh. Yaitu Ruh Allah, Ruhul Qudus, ruh Qur’an, dan ruh manusia.

QS. Al-Syura[42]: 52
وَكَذَٰلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا ۚ مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلَا الْإِيمَانُ وَلَٰكِنْ جَعَلْنَاهُ نُورًا نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا ۚ وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Demikianlah KAMI WAHYUKAN KEPADAMU RUH (AL QUR’AN) dengan perintah kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apa itu Al Kitab (Al Qur’an). Dan tidak pula mengetahui apa iman itu. Tetapi Kami menjadikan AL QUR’AN ITU CAHAYA, YANG KAMI TUNJUKI DENGANNYA siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. Dan Sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.

Ada lagi, Qur’an untuk mengusir setan atau melariskan dagangan. Misalnya orang yang akan menghuni rumah baru. Mengundang ustadz untuk hataman Qur’an di rumah tersebut. Atau ruko yang akan dibuat usaha. Tujuannya supaya laris. Qur’an dihatamkan tanpa dipahami, dirapal dari Surat Al-Fatihah sampai Surat Al-Nas. Tentu ini juga belum memuliakan Qur’an.

Belum cukup, Qur’an dibuat hadiah orang mati. Qur’an untuk orang mati. Tentu ini juga belum memuliakan Qur’an. Qur’an ini untuk orang hidup (QS.36:70). Qur’an bukan untuk orang mati. Tidak pernah ada satu ayat pun yang menyebut bahwa Qur’an untuk orang mati. Qur’an Allah turunkan kepada Nabi yang hidup. Nabi pun memahamkan Qur’an untuk umatnya yang hidup. Semua audiens Qur’an ini adalah orang-orang yang hidup.

Dan lain seterusnya. Sudah saatnya kita menata ulang niat. Mengepaskan bidikan kita. ‘Sasaran tembak’ kita dalam membaca Qur’an. Memperlakukan dan menghormati Qur’an dengan semestinya. Dengan selayaknya. Sesuai tuntunan Allah.

Semoga bermanfaat. Walloohu a’lam bishshowaab…

*Penulis buku ‘Ayat-Ayat Kemenangan’, dll.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...