“Menyingkirlah dari orang-orang
bodoh”, begitu salah satu bunyi firman-Nya. Ini disampaikan pertama kali, biar
saya tidak malu-malu mengatakan kata “bodoh”. Jujur, selama ini saya malu-malu
mengatakan kata itu. Dan dalam pergaulan, seingat saya, saya tidak pernah
mengatakan kata itu kepada kawan diskusi saya. Iya khan teman-teman??!
Baiklah kalau begitu. Lanjut. Bodoh
adalah salah satu yang diperangi oleh Nabi Muhammad, selain kemiskinan dan
keterbelakangan. Karena bodohlah yang menyebabkan orang celaka dan mencelakakan
orang lain. Baik di dunia, maupun di akherat kelak. Padahal, Allah telah menjadikan
kita ini sebagai insan sepenuhnya yang dibekali dengan penglihatan, pendengaran
dan hati.
Bodoh bisa dibagi menjadi beberapa.
Pertama, bodoh spiritual. Wajar kalau belum ada kitab suci, atau seorang rasul
yang datang kepada mereka. Menjadi keterlaluan, manusia modern sekarang masih
bodoh soal ini. Karena Alquran sudah jelas. Pewaris para Nabi pun bertebaran
dimana-mana. Ditambah fasilitas teknologi modern lagi.
Kedua, bodoh mental. Bodoh mental,
seperti takut, sedih, was-was, egois, marah, iri, dengki, pelit, hasut,
sombong, tamak, rakus, dan semisalnya. Ada penelitian dan dibenarkan oleh
banyak pakar bahwa 80% kecerdasan emosional berpengaruh besar pada kesuksesan.
Apalah macam kesuksesan itu. Orang bodoh mental, hampir dipastikan bakal selalu
gagal.
Ketiga, bodoh intelektual. Bisa
dibilang intelektual adalah tujuan utama sebuah wahyu Allah. Bahkan intelektual
inilah yang mempengaruhi spiritual dan emosional. Kalau intelektualnya bodoh,
hampir bisa dipastikan spiritual dan mentalnya bakal bodoh. Kecuali kalangan
para rasul yang memang ilmu mereka dapat “transferan” dari Allah. Orang biasa
seperti kita, ngaku dapat “transferan” juga tanpa mau belajar, zaman sekarang
itu bakal jadi lelucon saja.
Apakah langsung orang bodoh semacam
itu kita hindari? Sebentar dulu. Memang ada tiga jenis orang. Pertama, orang
tahu dan tahu bahwa dirinya tahu, ikuti dia. Kedua, orang tidak tahu, dan tidak
tahu bahwa dirinya tidak tahu, bimbing dia. Ketiga, orang tidak tahu dan tidak
tahu bahwa dirinya tidak tahu. Sok tahu lagi. Nah, bodoh yang semacam inilah
yang harus kita hindari.
Orang yang tidak tahu, dan tahu
bahwa dirinya tidak tahu, biasanya dia mau belajar. Maka jangan dihindari. Tapi
bimbing dia. Sebaliknya, orang tahu dan tahu bahwa dirinya tahu, maka jangan
sungkan-sungkan untuk “follow” dia (kayak twitter-an aja, hehehe). Tapi kalau
orang sok tahu, ini yang repot. Kalau bisa merubah ya syukur. Tapi kalau memang
bandel, udah deh. Tinggalin aja. Sepakat??!
Orang pandai, cerdas, baik
intelektual, mental dan spiritualnya sudah pasti menjadi sayangan Allah.
Tandanya, dia selalu menggunakan akalnya. Tidak mudah ikut-ikut orang (la taqfu
ma laisa laka bihi ilm, inna al-sam’a,...dst). Dia suka membaca dan mengamati
baik ayat-ayat qouliyah (Alquran) maupun kauniyah (alam semesta plus
makhluknya).
Memang, di sekitar kita ada orang
yang mudah sekali mendapat ilmu. Wawasannya luas ilmunya pun banyak. Ada lagi,
orang yang mudah sekali mendapatkan uang. Dia pandai mencari uang. Dia pun
kaya. Juga ada, orang yang sabar, pengertian, perhatian, kepribadiannya hangat,
setia dan seterusnya. Teman-temannya pun banyak, dia juga pandai memberi
manfaat kepada sesaama. Nah, memang sebaiknya kita belajar kepada mereka.
Dengan metode ATM (Amati, Tiru, Modifikasi).
Kalau Allah menyuruh agar menyingkir
dari orang bodoh, mafhum mukhalafah-nya berarti kita diperintah untuk
mendekati, menjadikan sahabat orang-orang yang pintar, alim, cerdas, jenius
spiritualnya, mentalnya dan
intelektualnya. Masih ingat toh, tembang “Tombo Ati Iku Limo Perkarane”. Apa
kapeng pisan? Kapeng pindo? Bagus-bagus berarti Sobat masih ingat. Teruskan.
Nyanyi dalam hati saja. Hehehe....
Jangan sudah tahu diri nggak pinter
nyari ilmu, miskin ilmu, nggak pinter nyari uang, miskin uang, malah menjauh
dari yang lebih pinter. Bisa-bisa kita terjebak dalam kesombongan. Kan, sombong
itu menolak kebenaran dan meremehkan orang lain?!
Awas, lingkungan yang bodoh kalau
kita tidak waspada akan membuat kita bodoh juga. Wong orang tua saja kata Nabi,
bisa membuat anak nasrani (yunashshiranih), yahhudi (yuhawwidanih), dan majusi
(yumajjisanih). Apalagi teman dan lingkungan, tambah berpotensi membuat anak
jadi (bajingan) yubajjinganih, atau copet (yucoppettanih), hehehe. Ini yang
bisa ketawa hanya yang paham ilmu nahwu-sharaf. Yang belum belajar, nampaknya
nggak bisa ikut seneng. Hehehe.
Maka,
teruslah belajar. Jangan mau jadi korban. Kita mesti jadi pelakunya. Posisikan
diri sebagai khalifah, yang berani memerintah kebaikan dan melarang keburukan.
Meski kecil! We are the agent of change. Dekatilah buku. Dekatilah ilmu.
Dekatilah orang yang “melek” nuraninya. Dekatilah hikmah (kebijaksanaan),
meskipun keluar dari mulut anjing sekalipun.
Untuk
“sangune turu”, selamat membaca. Semoga mimpi indah...;)
NB: Silahkan IZIN kepada penulis di:
ahmadsaifulislam@gmail.com (085733847622), bila berminat menerbitkan artikel-artikel di blog
resmi ini. Terimakasih, Salam Menang…J)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar