
Keputusan untuk menikah muda, memang amat sangat berat. Rata-rata
dari pihak laki-laki berpikir, “Aku harus punya pekerjaan dulu, aku harus mapan
dulu”. Sedangkan pihak wanita, tidak mesti seperti itu. Paling, pertimbangannya
adalah usia. Berbeda kalangan artis. Mereka juga lebih aktif untuk menjemput
karir terlebih dahulu.
Memang menikah itu sendiri, adalah
keputusan besar. Karena kita akan memilih pendamping sejati yang menemani suka
duka sepanjang hidup kita. Sehingga memang tidak boleh sembarangan memilih
calon belahan jiwa.
Namun, menikah juga bukan seberat
yang kita bayangkan. Kalau kita niatnya lurus, pastikan akan ditolong Allah.
Salah satu janji-Nya, “Nikahkanlah orang lajang dan orang salih dari hamba
sahayamu, jika mereka fakir, Allah lah yang mencukupinya”. Jadi, untuk urusan
jaminan rezeki, pastikan dua sejoli bakal ditolong oleh Allah. Tentu saja, asal
keduanya mau bahu membahu menjemput rezeki itu.
Sebenarnya, masalahnya ada pada
usia. Sedangkan usia, biasanya berdampak pada kematangan seseorang. Meskipun
tidak selalu. Contoh mudahnya adalah Nabi Muhammad SAW, usia 25 tahun waktu itu
menikah dengan ibunda Khadijah. Setelah Khadijah wafat, Nabi menikah dengan
Aisyah.
Pada usia itu, pribadi Nabi Muhammad
sudah matang. Karena tempaan hidup yang keras membuat beliau matang premature.
Untuk urusan kerja, beliau sudah tertempa sejak kecil. Beliau bukan pribadi
yang manja, cengeng. Tapi memang seorang pemuda yang enerjik, sangat antusias.
Bagi yang sudah matang seperti itu,
memang disarankan segera menikah. Ini tentu saja, mengobati kegalauan. Membuat
seseorang menjadi lebih mantap menjalani kehidupannya. Ini juga menyelamatkan
pemuda-pemudi, yang memang nafsunya menggebu-gebu, pengen coba-coba hal baru
sesaat.
Untuk yang masih ingusan, sebaiknya
memang menahan diri. Sebagaimana firman-Nya, “Hendaklah orang-orang yang belum
mampu menikah, menahan diri hingga Allah memampukannya”.
Jangan pernah membayangkan, di dalam
rumah tangga selalu manis, selalu indah, selalu suka. Tidak! Arti kata sakinah,
itu adalah ketenangan setelah terjadi gejolak. Sudah wajar suami isteri cekcok.
Tapi jangan heran, setelah “debat” tersebut, keduanya semakin mesra.
Nah, ini bisa jadi berbahaya kalau
salah satunya belum matang, atau malah dua-duanya masih ingusan. Terutama pada
pihak laki-laki. Dikhawatirkan, tidak mampu mengontrol gejolak emosi sesaat
yang menjurus kepada perceraian. Sesuatu yang halal, tapi dibenci oleh Allah
adalah perceraian.
Ada yang berpendapat bahwa cerai
tidak semudah diucapkan begitu saja. Karena pernikahan itu sendiri adalah “mitsaqan
ghalizha” alias janji yang berat, dan terlembaga, juga dilaksanakan di depan
saksi, maka cerai juga harus demikian. Cerai mestinya juga disaksikan oleh
saksi dan juga terlembagakan, atau paling tidak sulitnya persis seperti mau
akad yang semuanya mesti benar-benar dipersiapkan. Apalagi akibat dari
kemarahan sesaat.
Banyak sudah buktinya, menikah dalam
keadaan belum matang mentalnya, menyebabkan korban perceraian berjatuhan
dimana-mana. Maka, untuk bisa nikah muda, seorang perjaka atau seorang gadis,
mesti menempa dirinya terlebih dahulu. Ingat, lebih pada pendewasaan dan
kesiapan mental.
Maka, kalau memang masih belajar,
masih nyantri, masih kuliah, sudahlah jangan keburu-buru pacaran. Karena urusan
hati, itu bisa menarik segalanya. Kalau sudah jatuh cinta, baca buku jadi tidak
nyaman, belajar jadi buyar, merenung ilmu sudah pasti nggak bermutu (karena
ingat si dia). Di masa ini, memang paling pas adalah menempa mental, spiritual,
fisikal hingga intelektual.
Jadi, mengapa kita harus nikah muda?
Agar hidup kita segera seimbang. Kesuksesan pun segera didapatkan. Semakin
dewasa. Semakin terjaga. Segera selamat. Apalagi di zaman sudah seperti ini.
Lalu, kapan kita harus nikah muda?
Ketika matang mentalnya, matang spiritualnya, matang intelektualnya, matang
fisikalnya. Sekali lagi, contohlah cara hidup Nabi saat muda!
Mengapa kita tidak harus nikah muda?
Ya, sekali lagi kita harus mematangkan mental, spiritual, fisikal hingga
intelektual dulu. Ya, atau paling tidak cukup matang. Nilainya minimal 7 bagi
laki-lai, 6 bagi wanita. Karena memang, kematangan itu bisa lebih dimatangkan
saat setelah menikah. Menjalani hidup dengan belahan jiwa kita.
Jangan sampai, sudah pekerjaan belum
punya, diri masih manja, cengeng, masih manggil-manggil, Emmak, Eppak... sekali
lagi, kita harus sudah belajar mandiri. Belajar melakukan aktivitas sendiri.
Dan membiasakan untuk tanggungjawab setiap keputusan yang diambil.
Bagaimana kita nikah muda? Caranya,
berani. Berani memutuskan! Percuma teori ini kalau Anda tidak berani menantang
diri Anda sendiri. Kalau sudah terbiasa menempa diri, kalau sudah terbiasa
mandiri, apalagi yang ditakutkan? Apalagi Allah telah menjamin rezeki-Nya untuk
dua sejoli itu!
NB: Silahkan IZIN kepada penulis di:
ahmadsaifulislam@gmail.com (085733847622), bila berminat menerbitkan
artikel-artikel di blog resmi ini. Terimakasih, Salam Menang…J)
Yuk diskusi juga di
@ipoenkchampion, dapatkan kultweet yang menyegarkan intelektual, emosional dan
spiritual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar