Senin, 17 Februari 2014

NIKAH MUDA, ASYIK JUGA TUH...



Kebanyakan orang tentu pertimbangkan ribuan kali mungkin untuk nikah muda. Ada dua sisi yang mesti kita cermati dalam masalah ini. Mengapa kita harus nikah muda? Kapan kita harus nikah muda? Mengapa kita tidak harus nikah muda? Bagaimana kita nikah muda? Dan seterusnya dan selanjutnya.
            Keputusan untuk menikah  muda, memang amat sangat berat. Rata-rata dari pihak laki-laki berpikir, “Aku harus punya pekerjaan dulu, aku harus mapan dulu”. Sedangkan pihak wanita, tidak mesti seperti itu. Paling, pertimbangannya adalah usia. Berbeda kalangan artis. Mereka juga lebih aktif untuk menjemput karir terlebih dahulu.
         Memang menikah itu sendiri, adalah keputusan besar. Karena kita akan memilih pendamping sejati yang menemani suka duka sepanjang hidup kita. Sehingga memang tidak boleh sembarangan memilih calon belahan jiwa.
            Namun, menikah juga bukan seberat yang kita bayangkan. Kalau kita niatnya lurus, pastikan akan ditolong Allah. Salah satu janji-Nya, “Nikahkanlah orang lajang dan orang salih dari hamba sahayamu, jika mereka fakir, Allah lah yang mencukupinya”. Jadi, untuk urusan jaminan rezeki, pastikan dua sejoli bakal ditolong oleh Allah. Tentu saja, asal keduanya mau bahu membahu menjemput rezeki itu.
            Sebenarnya, masalahnya ada pada usia. Sedangkan usia, biasanya berdampak pada kematangan seseorang. Meskipun tidak selalu. Contoh mudahnya adalah Nabi Muhammad SAW, usia 25 tahun waktu itu menikah dengan ibunda Khadijah. Setelah Khadijah wafat, Nabi menikah dengan Aisyah.
            Pada usia itu, pribadi Nabi Muhammad sudah matang. Karena tempaan hidup yang keras membuat beliau matang premature. Untuk urusan kerja, beliau sudah tertempa sejak kecil. Beliau bukan pribadi yang manja, cengeng. Tapi memang seorang pemuda yang enerjik, sangat antusias.
            Bagi yang sudah matang seperti itu, memang disarankan segera menikah. Ini tentu saja, mengobati kegalauan. Membuat seseorang menjadi lebih mantap menjalani kehidupannya. Ini juga menyelamatkan pemuda-pemudi, yang memang nafsunya menggebu-gebu, pengen coba-coba hal baru sesaat.
        Untuk yang masih ingusan, sebaiknya memang menahan diri. Sebagaimana firman-Nya, “Hendaklah orang-orang yang belum mampu menikah, menahan diri hingga Allah memampukannya”.
           Jangan pernah membayangkan, di dalam rumah tangga selalu manis, selalu indah, selalu suka. Tidak! Arti kata sakinah, itu adalah ketenangan setelah terjadi gejolak. Sudah wajar suami isteri cekcok. Tapi jangan heran, setelah “debat” tersebut, keduanya semakin mesra.
        Nah, ini bisa jadi berbahaya kalau salah satunya belum matang, atau malah dua-duanya masih ingusan. Terutama pada pihak laki-laki. Dikhawatirkan, tidak mampu mengontrol gejolak emosi sesaat yang menjurus kepada perceraian. Sesuatu yang halal, tapi dibenci oleh Allah adalah perceraian.
            Ada yang berpendapat bahwa cerai tidak semudah diucapkan begitu saja. Karena pernikahan itu sendiri adalah “mitsaqan ghalizha” alias janji yang berat, dan terlembaga, juga dilaksanakan di depan saksi, maka cerai juga harus demikian. Cerai mestinya juga disaksikan oleh saksi dan juga terlembagakan, atau paling tidak sulitnya persis seperti mau akad yang semuanya mesti benar-benar dipersiapkan. Apalagi akibat dari kemarahan sesaat.
     Banyak sudah buktinya, menikah dalam keadaan belum matang mentalnya, menyebabkan korban perceraian berjatuhan dimana-mana. Maka, untuk bisa nikah muda, seorang perjaka atau seorang gadis, mesti menempa dirinya terlebih dahulu. Ingat, lebih pada pendewasaan dan kesiapan mental.
            Maka, kalau memang masih belajar, masih nyantri, masih kuliah, sudahlah jangan keburu-buru pacaran. Karena urusan hati, itu bisa menarik segalanya. Kalau sudah jatuh cinta, baca buku jadi tidak nyaman, belajar jadi buyar, merenung ilmu sudah pasti nggak bermutu (karena ingat si dia). Di masa ini, memang paling pas adalah menempa mental, spiritual, fisikal hingga intelektual.
            Jadi, mengapa kita harus nikah muda? Agar hidup kita segera seimbang. Kesuksesan pun segera didapatkan. Semakin dewasa. Semakin terjaga. Segera selamat. Apalagi di zaman sudah seperti ini.
            Lalu, kapan kita harus nikah muda? Ketika matang mentalnya, matang spiritualnya, matang intelektualnya, matang fisikalnya. Sekali lagi, contohlah cara hidup Nabi saat muda!
          Mengapa kita tidak harus nikah muda? Ya, sekali lagi kita harus mematangkan mental, spiritual, fisikal hingga intelektual dulu. Ya, atau paling tidak cukup matang. Nilainya minimal 7 bagi laki-lai, 6 bagi wanita. Karena memang, kematangan itu bisa lebih dimatangkan saat setelah menikah. Menjalani hidup dengan belahan jiwa kita.
            Jangan sampai, sudah pekerjaan belum punya, diri masih manja, cengeng, masih manggil-manggil, Emmak, Eppak... sekali lagi, kita harus sudah belajar mandiri. Belajar melakukan aktivitas sendiri. Dan membiasakan untuk tanggungjawab setiap keputusan yang diambil.
            Bagaimana kita nikah muda? Caranya, berani. Berani memutuskan! Percuma teori ini kalau Anda tidak berani menantang diri Anda sendiri. Kalau sudah terbiasa menempa diri, kalau sudah terbiasa mandiri, apalagi yang ditakutkan? Apalagi Allah telah menjamin rezeki-Nya untuk dua sejoli itu!

        NB: Silahkan IZIN kepada penulis di: ahmadsaifulislam@gmail.com (085733847622), bila berminat menerbitkan artikel-artikel di blog resmi ini. Terimakasih, Salam Menang…J)

        Yuk diskusi juga di @ipoenkchampion, dapatkan kultweet yang menyegarkan intelektual, emosional dan spiritual.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...