Selama
kita tetap mau belajar dan membuka hati dan pikiran, saat itu pula hidayah
Allah semakin mendekat kepada kita. Ibarat parasut, hati dan pikiran itu. Kalau
tidak dibuka, bisa membunuh pemiliknya.
Dengan
hidayah itu pula: rezeki, jodoh, dan kebahagiaan pun juga secara
berangsur-angsur menghampiri kita. Tentu saja, navigatornya adalah kebaikan,
kebenaran dan keindahan. Ini bisa menjadi sebuah kekuatan tak terpatahkan.
Asal,
sekali lagi: tetap mau membuka hati, pikiran dan nggak pernah berhenti belajar.
Ingat kata seorang pembicara, “Biar otak Amerika, asal hati tetap Ka’bah”. Otak
semakin canggih dengan iptek, sedangkan hati semakin hebat dengan imtak.
Semua
orang masuk surga kecuali yang tidak mau. Yaitu yang kafir (menutup). Yang jauh
dari hidayah, yang hobinya bilang “Aku sudah tahu”. Ini sudah jadi tanda, bahwa
pemahamannya masih dangkal.
Ibarat
gelas, sudah dibalik. Hujan sederas apapun air tidak bakalan masuk. Air itu
kita misalkan hidayah.
Tidak
ada yang paling pintar, tidak ada yang paling alim. Ada rumput di atas gunung.
Sumber hidayah itu bisa datang darimana pun. Bahkan dari mulut “anjing”
sekalipun. Dan itu disuruh ambi oleh Rasulullah.
Tidak
dibedakan ilmu agama dengan ilmu alam, terutama kimia, biologi, yang notabene
selalu berbasis riset empiris. Keduanya ilmu Allah. Apalagi urusan dunia.
Rasulullah menegaskan, “Kalian lebih tahu urusan dunia kalian”.
Sudah
tidak sepatutnya meremehkan orang lain. Semua itu adalah manifestasi Tuhan
untuk menjadi ibrah bagi kita. Melihat yang bawah, bisa menjadi media
bersyukur. Melihat yang atas, bisa menjadi media tafakur.
Ibadah pun jangan disalahartikan,
atau disempitkan maknanya. Ibadah bukan hanya soal shalat, puasa, dan haji.
Tapi juga yang tak kalah pentingnya adalah terus belajar. Terus menimba ilmu.
“Tuntulah ilmu dari buaian hingga liang lahat”, begitu sabda Nabi kita.
“Ah, gue kan gak sekolah. Ah, gue
kan nggak nyanti. Ah, gue kan nggak kuliah”, mungkin ada yang mengaku seperti
itu. Tidak. Rasulullah tuh nggak pernah nyanti, nggak pernah sekolah, nggak
pernah jadi mahasiswa. Belajar, tidak mesti di pesantren, sekolah formal,
ataupun kampus. Meski itu sangat-sangat penting. Kunjungi perpustakaan, dekati
para ilmuwan.
Jangan pernah berharap, hatam dalam
proses belajar. Tidak usah mikiri hatamnya kapan. Yang penting, kita belajar,
pahami, sudah. Begitu seterusnya. Allah tidak memberi yang nyantri saja, yang
sekolah saja, yang ngampus saja, tapi yang belajar. Tidak sedikit, nyantri tapi
kerjanya tidur di kamarnya. Atau kuliah memang, tapi banyak tidur di kamar
kosnya. Yang sekolah formal? Ah juga sama saja: suka nonton Oplosan.
Allah menjanjikan mengangkat derajat
orang yang beriman dan diberi ilmu. Lihat saja tuh, Galilia Galileo, Thomas
Alfa Edison, misalnya. Dan ilmuwan-ilmuwan Eropa lainnya. Meskipun kafir, tetap
diangkat derajatnya oleh Allah di dunia. Apalagi yang plus beriman dalam
hatinya.
Kita juga melihat para penemu
science justru dirintis oleh ilmuwan muslim. Sudah banyak contohnya. Misalnya
Abn al-Nafis yang ahli soal sirkulasi darah dalam tubuh manusia. Dan banyak
lagi.
Saya kadang aneh, masih muda yang
dikutip Ghazali dan Ghazali. Parahnya, pemikiran Ghazali setelah “tobat’-nya.
Yaitu ketika dia sudah konsen dengan teori-teori tasawwuf. Sekedar catatan,
Ghazali masa mudanya alim logika dan dia termasuk pemuda yang tasyahhur dan
tidak mau dikalahkan soal intelektualitas.
Tuhan, telah memberikan potensi luar
bisa dalam diri setiap insan. Ada hati, ada otak, ada jantung, ada paru-paru,
ada liver, adan organ-organ penting lainnya. Ilmuwan sampai saat ini masih
kebingungan dengan simfoni harmonisnya. Siapa yang menggerakkan semua itu serba
teratur? Subhanallah...
Jiwa itu semakin dewasa menuju
kesempurnaannya, bila digunakan untuk kebaikan. Akan merosot bila untuk
keburukan. Nah, salahsatu nutrisinya adalah terus belajar. Belajar memang
kebutuhan. Seperti makan dan minuman yang enak dan lezat.
NB: Silahkan IZIN kepada penulis di:
ahmadsaifulislam@gmail.com (085733847622), bila berminat menerbitkan
artikel-artikel di blog resmi ini. Terimakasih, Salam Menang…J)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar