Minggu, 16 Februari 2014

AGAR PANDANGAN HATI SEMAKIN TAJAM



Selama kita tetap mau belajar dan membuka hati dan pikiran, saat itu pula hidayah Allah semakin mendekat kepada kita. Ibarat parasut, hati dan pikiran itu. Kalau tidak dibuka, bisa membunuh pemiliknya.
Dengan hidayah itu pula: rezeki, jodoh, dan kebahagiaan pun juga secara berangsur-angsur menghampiri kita. Tentu saja, navigatornya adalah kebaikan, kebenaran dan keindahan. Ini bisa menjadi sebuah kekuatan tak terpatahkan.
Asal, sekali lagi: tetap mau membuka hati, pikiran dan nggak pernah berhenti belajar. Ingat kata seorang pembicara, “Biar otak Amerika, asal hati tetap Ka’bah”. Otak semakin canggih dengan iptek, sedangkan hati semakin hebat dengan imtak.
Semua orang masuk surga kecuali yang tidak mau. Yaitu yang kafir (menutup). Yang jauh dari hidayah, yang hobinya bilang “Aku sudah tahu”. Ini sudah jadi tanda, bahwa pemahamannya masih dangkal.
Ibarat gelas, sudah dibalik. Hujan sederas apapun air tidak bakalan masuk. Air itu kita misalkan hidayah.
Tidak ada yang paling pintar, tidak ada yang paling alim. Ada rumput di atas gunung. Sumber hidayah itu bisa datang darimana pun. Bahkan dari mulut “anjing” sekalipun. Dan itu disuruh ambi oleh Rasulullah.
Tidak dibedakan ilmu agama dengan ilmu alam, terutama kimia, biologi, yang notabene selalu berbasis riset empiris. Keduanya ilmu Allah. Apalagi urusan dunia. Rasulullah menegaskan, “Kalian lebih tahu urusan dunia kalian”.
Sudah tidak sepatutnya meremehkan orang lain. Semua itu adalah manifestasi Tuhan untuk menjadi ibrah bagi kita. Melihat yang bawah, bisa menjadi media bersyukur. Melihat yang atas, bisa menjadi media tafakur.
            Ibadah pun jangan disalahartikan, atau disempitkan maknanya. Ibadah bukan hanya soal shalat, puasa, dan haji. Tapi juga yang tak kalah pentingnya adalah terus belajar. Terus menimba ilmu. “Tuntulah ilmu dari buaian hingga liang lahat”, begitu sabda Nabi kita.
            “Ah, gue kan gak sekolah. Ah, gue kan nggak nyanti. Ah, gue kan nggak kuliah”, mungkin ada yang mengaku seperti itu. Tidak. Rasulullah tuh nggak pernah nyanti, nggak pernah sekolah, nggak pernah jadi mahasiswa. Belajar, tidak mesti di pesantren, sekolah formal, ataupun kampus. Meski itu sangat-sangat penting. Kunjungi perpustakaan, dekati para ilmuwan.
            Jangan pernah berharap, hatam dalam proses belajar. Tidak usah mikiri hatamnya kapan. Yang penting, kita belajar, pahami, sudah. Begitu seterusnya. Allah tidak memberi yang nyantri saja, yang sekolah saja, yang ngampus saja, tapi yang belajar. Tidak sedikit, nyantri tapi kerjanya tidur di kamarnya. Atau kuliah memang, tapi banyak tidur di kamar kosnya. Yang sekolah formal? Ah juga sama saja: suka nonton Oplosan.
            Allah menjanjikan mengangkat derajat orang yang beriman dan diberi ilmu. Lihat saja tuh, Galilia Galileo, Thomas Alfa Edison, misalnya. Dan ilmuwan-ilmuwan Eropa lainnya. Meskipun kafir, tetap diangkat derajatnya oleh Allah di dunia. Apalagi yang plus beriman dalam hatinya.
            Kita juga melihat para penemu science justru dirintis oleh ilmuwan muslim. Sudah banyak contohnya. Misalnya Abn al-Nafis yang ahli soal sirkulasi darah dalam tubuh manusia. Dan banyak lagi.
            Saya kadang aneh, masih muda yang dikutip Ghazali dan Ghazali. Parahnya, pemikiran Ghazali setelah “tobat’-nya. Yaitu ketika dia sudah konsen dengan teori-teori tasawwuf. Sekedar catatan, Ghazali masa mudanya alim logika dan dia termasuk pemuda yang tasyahhur dan tidak mau dikalahkan soal intelektualitas.
            Tuhan, telah memberikan potensi luar bisa dalam diri setiap insan. Ada hati, ada otak, ada jantung, ada paru-paru, ada liver, adan organ-organ penting lainnya. Ilmuwan sampai saat ini masih kebingungan dengan simfoni harmonisnya. Siapa yang menggerakkan semua itu serba teratur? Subhanallah...
            Jiwa itu semakin dewasa menuju kesempurnaannya, bila digunakan untuk kebaikan. Akan merosot bila untuk keburukan. Nah, salahsatu nutrisinya adalah terus belajar. Belajar memang kebutuhan. Seperti makan dan minuman yang enak dan lezat.

    NB: Silahkan IZIN kepada penulis di: ahmadsaifulislam@gmail.com (085733847622), bila berminat menerbitkan artikel-artikel di blog resmi ini. Terimakasih, Salam Menang…J)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...