—Saiful
Islam—
“Iku
wong gendeng. Jerea oreng gile..,”
hehehe.
Untuk
menjadi luar biasa di bidang tertentu, sudah pasti harus cinta pada bidang
tersebut. Cinta adalah energi terbesar. Jangankan ahli. Terbayang saja tidak
bagi orang yang tidak cinta. Orang yang cinta pada bidang tertentu, seakan-akan
bidang itu terasa adalah dirinya sendiri. Bagian dari hidupnya.
Cintanya
itu membuatnya terhantui setiap saat oleh bidang tersebut. Hanya dengan cinta,
berkorban menjadi sebuah kenikmatan. Baik itu berkorban waktu, harta, tenaga,
bahkan nyawa. Cinta akan membuahkan pemberian dengan kerelaan. Ketulusan. Kenikmatan.
Kepuasan. Lantas, kebahagiaan yang sejati.
Harus
bangga. Rasa bangga juga bisa menjadi trigger yang membuat orang ahli di
bidangnya. Rasa bangga itu bisa muncul karena seseorang melihat nilai prestise
terhadap sesuatu yang ditekuninya. Ada sebuah nilai yang sangat tinggi pada
bidang tersebut. Kalau bidang ini adalah dirinya, tentu saja ia akan bangga.
Selanjutnya,
kebanggaan itu bisa juga apresiasi dari orang lain. Baik sekadar ucapan
selamat, terimakasih, pujian, sehingga membuat baik namanya. Diterima di
masyarakat. Dibutuhkan dan lantas dihormati. Atau bahkan sampai berupa penghargaan
materi. Semua apresiasi dari sesamanya itu lantas membuat dirinya merasa hidup.
Calling. Terpanggil.
Atau
rasa bangga ini, berasal dari keyakinannya. Dia yakin. Seyakin-yakinnya bahwa
Allah tersenyum dan bangga pada dirinya dengan aktivitasnya itu. Dengan bidang
yang digelutinya itu. Manusia memang, bukan hanya makhluk material dan
emosional. Ia juga adalah insan spiritual. Semakin dia melakukan bidangnya
tersebut, semakin dia merasa puas. Karena yakin, Allah selalu puas kepadanya.
Harus
nyaman. Rasa nyaman melakukan sesuatu juga merupakan syarat bagi seseorang
menjadi ahli di suatu bidang. Terutama rasa nyaman ini harus hadir ketika
berlatih. Karena nyaman, ia akan berlatih. Lagi dan lagi. Apa yang dilakukannya
itu benar-benar membuatnya nyaman.
Dia benar-benar
menikmati setiap detiknya ketika berlatih. Semua aspek dirinya tersentuh rasa
nyaman ini. Mulai dari fisiknya, intelektualnya, emosionalnya, sampai
spiritualnya. Bahkan sampai sel-sel dalam dirinya. Semua menikmatinya. Karena nyaman
pula, membuat seseorang bertahan lama dalam melakukan performance. Dia mampu
berlama-lama. Merasakan kenyamanan itu.
Rasa
asyik, juga akan membuat seseorang menjadi ahli di bidangnya. Terutama ketika
berlatih. Ketika ia sedang melakukan apa yang menjadi bidangnya itu. Tatkala ia
mencobanya. Tatkala ia berimprovisasi dengan kreativitas-kreativitas, serta
inovasi-inovasi baru. Sebuah rasa asyik ketika ia mencoba: antara berhasil dan
gagal. Dia akan terus melakukan eksperimennya langsung. Berulang-ulang dengan
rasa asyik.
Maka
latihan dalam proses menuju ahli, seperti bermain. Lihatlah anak kecil yang
sedang bermain. Bebas lepas. Tanpa beban sama sekali. Lupa tempat, lupa waktu,
lupa semuanya, bahkan lupa dirinya sendiri adalah sesuatu yang biasa terjadi
pada anak-anak. Dirinya sedang melebur menyatu dengan apa yang dilakukannya.
Anak
yang gandrung dengan game gadget misalnya. Bahkan seharian pun dia mampu. Lupa makan.
Lupa mandi. Berhentinya itu, baru kalau tertidur. Hanya ngantuk dan kelelahan
tubuhnya saja membuat kesadarannya hilang dengan sendirinya. Yang tentunya ia
tidak berniat menahan atau sengaja melawan kantuknya itu.
Nggendengi, istilah yang kujumpai di Surabaya. Nggendengi tas misalnya. Waktunya,
uangnya, tenaganya, selalu untuk tas. Tas lagi. Tas lagi. Bahkan suami dan anak-anaknya
kalah menarik dengan tas. Siang malam serchingnya ya tentang tas. Tahu semua
sudah ia tentang tas. Mulai dari bahannya, modelnya, harganya, produksi kota
dan negara mana. Siapa saja orang-orang yang memili tas itu.
Setiap
ada orang lewat menggunakan tas, langsung ngiler. Arisan PKK, perkumpulan Fatayat-Muslimat,
Aisyiyah, bukan memperhatikan orang-orang yang ditemuinya. Malah melirik
tas-tas yang bergelantungan. Seakan-akan memanggil-manggilnya: mama… mama…
mama. Sampai malamnya, mimpinya pun tentang tas. Suara selembut apa pun,
langsung terdengar kalau berbicara soal tas.
Sebaliknya,
orang yang hanya motivasinya materi, tidak akan pernah bisa menjadi ahli. Energi
kita tidak akan pernah cukup kalau motivasinya hanya materi atau pujian orang
lain semata. Ia tidak akan berlatih kalau tidak ada yang memuji. Atau kalau
tidak ada yang membayar. Maka ciri orang yang akan menjadi ahli adalah, ia
tetap mau berlatih di kala sendiri. Di saat tidak ada pujian dari siapa pun.
“Setiap
diri PUNYA KIBLATNYA (tujuan hidupnya) sendiri. BERLOMBA-LOMBALAH dalam
kebaikan..,” begitu kata
Allah dalam QS. Al-Baqarah[2]: 148.
Salam…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar