Selasa, 14 Mei 2019

NGGENDENGI TAS


            —Saiful Islam—

“Iku wong gendeng. Jerea oreng gile..,” hehehe.

Untuk menjadi luar biasa di bidang tertentu, sudah pasti harus cinta pada bidang tersebut. Cinta adalah energi terbesar. Jangankan ahli. Terbayang saja tidak bagi orang yang tidak cinta. Orang yang cinta pada bidang tertentu, seakan-akan bidang itu terasa adalah dirinya sendiri. Bagian dari hidupnya.

Cintanya itu membuatnya terhantui setiap saat oleh bidang tersebut. Hanya dengan cinta, berkorban menjadi sebuah kenikmatan. Baik itu berkorban waktu, harta, tenaga, bahkan nyawa. Cinta akan membuahkan pemberian dengan kerelaan. Ketulusan. Kenikmatan. Kepuasan. Lantas, kebahagiaan yang sejati.

Harus bangga. Rasa bangga juga bisa menjadi trigger yang membuat orang ahli di bidangnya. Rasa bangga itu bisa muncul karena seseorang melihat nilai prestise terhadap sesuatu yang ditekuninya. Ada sebuah nilai yang sangat tinggi pada bidang tersebut. Kalau bidang ini adalah dirinya, tentu saja ia akan bangga.

Selanjutnya, kebanggaan itu bisa juga apresiasi dari orang lain. Baik sekadar ucapan selamat, terimakasih, pujian, sehingga membuat baik namanya. Diterima di masyarakat. Dibutuhkan dan lantas dihormati. Atau bahkan sampai berupa penghargaan materi. Semua apresiasi dari sesamanya itu lantas membuat dirinya merasa hidup. Calling. Terpanggil.

Atau rasa bangga ini, berasal dari keyakinannya. Dia yakin. Seyakin-yakinnya bahwa Allah tersenyum dan bangga pada dirinya dengan aktivitasnya itu. Dengan bidang yang digelutinya itu. Manusia memang, bukan hanya makhluk material dan emosional. Ia juga adalah insan spiritual. Semakin dia melakukan bidangnya tersebut, semakin dia merasa puas. Karena yakin, Allah selalu puas kepadanya.

Harus nyaman. Rasa nyaman melakukan sesuatu juga merupakan syarat bagi seseorang menjadi ahli di suatu bidang. Terutama rasa nyaman ini harus hadir ketika berlatih. Karena nyaman, ia akan berlatih. Lagi dan lagi. Apa yang dilakukannya itu benar-benar membuatnya nyaman.

Dia benar-benar menikmati setiap detiknya ketika berlatih. Semua aspek dirinya tersentuh rasa nyaman ini. Mulai dari fisiknya, intelektualnya, emosionalnya, sampai spiritualnya. Bahkan sampai sel-sel dalam dirinya. Semua menikmatinya. Karena nyaman pula, membuat seseorang bertahan lama dalam melakukan performance. Dia mampu berlama-lama. Merasakan kenyamanan itu.

Rasa asyik, juga akan membuat seseorang menjadi ahli di bidangnya. Terutama ketika berlatih. Ketika ia sedang melakukan apa yang menjadi bidangnya itu. Tatkala ia mencobanya. Tatkala ia berimprovisasi dengan kreativitas-kreativitas, serta inovasi-inovasi baru. Sebuah rasa asyik ketika ia mencoba: antara berhasil dan gagal. Dia akan terus melakukan eksperimennya langsung. Berulang-ulang dengan rasa asyik.

Maka latihan dalam proses menuju ahli, seperti bermain. Lihatlah anak kecil yang sedang bermain. Bebas lepas. Tanpa beban sama sekali. Lupa tempat, lupa waktu, lupa semuanya, bahkan lupa dirinya sendiri adalah sesuatu yang biasa terjadi pada anak-anak. Dirinya sedang melebur menyatu dengan apa yang dilakukannya.

Anak yang gandrung dengan game gadget misalnya. Bahkan seharian pun dia mampu. Lupa makan. Lupa mandi. Berhentinya itu, baru kalau tertidur. Hanya ngantuk dan kelelahan tubuhnya saja membuat kesadarannya hilang dengan sendirinya. Yang tentunya ia tidak berniat menahan atau sengaja melawan kantuknya itu.

Nggendengi, istilah yang kujumpai di Surabaya. Nggendengi tas misalnya. Waktunya, uangnya, tenaganya, selalu untuk tas. Tas lagi. Tas lagi. Bahkan suami dan anak-anaknya kalah menarik dengan tas. Siang malam serchingnya ya tentang tas. Tahu semua sudah ia tentang tas. Mulai dari bahannya, modelnya, harganya, produksi kota dan negara mana. Siapa saja orang-orang yang memili tas itu.

Setiap ada orang lewat menggunakan tas, langsung ngiler. Arisan PKK, perkumpulan Fatayat-Muslimat, Aisyiyah, bukan memperhatikan orang-orang yang ditemuinya. Malah melirik tas-tas yang bergelantungan. Seakan-akan memanggil-manggilnya: mama… mama… mama. Sampai malamnya, mimpinya pun tentang tas. Suara selembut apa pun, langsung terdengar kalau berbicara soal tas.

Sebaliknya, orang yang hanya motivasinya materi, tidak akan pernah bisa menjadi ahli. Energi kita tidak akan pernah cukup kalau motivasinya hanya materi atau pujian orang lain semata. Ia tidak akan berlatih kalau tidak ada yang memuji. Atau kalau tidak ada yang membayar. Maka ciri orang yang akan menjadi ahli adalah, ia tetap mau berlatih di kala sendiri. Di saat tidak ada pujian dari siapa pun.

“Setiap diri PUNYA KIBLATNYA (tujuan hidupnya) sendiri. BERLOMBA-LOMBALAH dalam kebaikan..,” begitu kata Allah dalam QS. Al-Baqarah[2]: 148.

Salam…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...