Minggu, 19 Mei 2019

JANGAN SEPERTI DAUN KERING


—Saiful Islam—

“Nikah sirri itu tidak sah…”

“Jadi begini, Bapak-Bapak sekalian,” Misbah mulai berbicara. Suasana hening sesaat. Ada yang sambil nyeruput kopinya. Ada yang mencomot pisang goreng. Ada yang membetulkan kopiahnya. Tampak mereka mulai fokus mendengarkan.

“Artinya, dalam bernegara ini semua ada mekanisme hukumnya. Yang paling penting adalah, sistem dan mekanisme hukum di negara kita ini sudah disepakati. Penting sekali di sini kata ‘disepakati’. Pancasila misalnya. Ini adalah ideologi bangsa kita yang sudah disepakati.

“Seperti Rasulullah SAW. Beliau mendirikan negara Madinah. Beliau membuat perjanjian yang kemudian disepati. Namanya, Piagam Madinah. Sebagai sebuah bangsa, beliau mengayomi bukan hanya kaum Muslim. Tapi juga Nasrani dan Yahudi yang telah bersepakat dengan Piagam Madinah itu.

“Jadi, Rasul memang tidak mendirikan negara agama. Beliau tidak mendirikan negara Islam. Tapi negara Madinah. Negara bangsa. Ini berbeda sekali dengan Vatikan, di Roma misalnya. Kalau Vatikan, ini adalah negara agama. Dipimpin oleh seorang Paus. Diwajibkan bagi seluruh masyarakat yang tinggal di Vatikan itu, untuk beragama Nasrani. Aturan negara, rakyat harus beragama Nasrani.

“Jadi, Indonesia ini sudah mirip apa yang dilakukan oleh Rasulullah. Sebagai sebuah sistem, Indonesia sudah islami. Berdasar musyawarah. “Dan bermusyawarahlah kalian dalam urusan kalian,” kata Allah. Pancasila secara tekstual, seakan-akan bukan Islam. Tapi secara substansial, adalah Islami. Coba perhatikan saja kelima silanya. Ketuhanann Yang Maha Esa, misalnya. Itu kan qul huwallohu ahad. Kemanusiaan yang adil dan beradab. Ini kan juga pesan Qur’an, I’dilu. Iqshithu. Dan seterusnya.

“Memang secara sistem, Qur’an tidak pernah secara eksplisit menyuruh supaya sebuah negara harus khilafah. Soal sistem negara, ini memang urusan dunia. Antum a’lam bi umur dunyakum. Kalian lebih tahu urusan dunia kalian, jelas Rasul. Alias bukan urusan mahdhah. Maka, umat memang harus kreatif dan inovatif di sini. Disesuaikan dengan konteks budaya masyarakat setempat.

“Jadi, perangkat negara yang sudah disepakati, ini penting untuk disadari. Setiap elemennya sudah diberi hak dan wewenang untuk mengurusi bidang tertentu. KPU, Bawaslu, sampai MK, itu adalah SKPD yang sudah disepakati hak dan wewenangnya. Sudah punya tugasnya. Ingat ya, sudah disepakati. Bisa dibayangkan kacaunya kalau tiba-tiba keberadaan mereka sekaligus fungsinya tiba-tiba dicuekin begitu saja.

“Jujur. Kemarin itu, aku nyoblos Prabowo-Sandi. Kalau memang harus berpolitik, marilah berpolitik. Hanya berpolitik yang anggun nan elegan. Yang gentle. Siap menang, juga siap kalah. Kalau tidak puas dengan keputusan KPU, ada indikasi kecurangan dan lain seterusnya, itu sudah ada mekanismenya. Sudah ada jalan hukumnya. Ya mesti melewati jalan itu. Soal mengungkap kecurangan, itu juga sudah ada ahli dan pakarnya.

“Bisa dibayangkan betapa kacaunya bangsa ini, kalau hukum dan mekanismenya itu tidak ditaati di tengah jalan. Akan terjadi chaos yang mengerikan. Semua SKPD itu dibentuk dan disepakati memang supaya terjadi keteraturan dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan keteraturan, akan lahir ketenangan dan kedamaian. Orang jahat tidak semena-mena berbuat kriminal. Kenapa? Karena ada petugas yang melindungi hak-hak orang-orang baik yang lemah. Ada hukum. Yang diimplementasikan oleh polisi, hakim, dan seterusnya.

“Kita, masyarakat awam ini, tidak perlu seperti daun kering yang dibakar. Aku sudah nyoblos. Kalah menang, serahkan sepenuhnya kepada Allah. Jangan sampai kita tidak tahu fakta-fakta kecurangan, tidak paham bukti-bukti, tidak ngerti persis, tiba-tiba secara emosional ikut-ikut. “Janganlah kalian mengikuti apa-apa yang kalian tidak ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan diminta pertanggung jawabannya,” tegas Allah. Ingat ya, pertanggung jawaban kelak di pengadilan Allah itu individual. Satu per satu.

“Jadi begini. Sekarang soal nikah sirri. Tidak bisa dipungkiri bahwa cara beragama kita ini hampir selalu mengacu tradisi kuno (salaf), alias tradisional. Acuannya selalu adalah imam mazhab. Dari kitab-kitab beliau itu. Imam Syafii misalnya. Yang wafat tahun 204 H, tinggal di Iraq-Mesir. Seperti yang mengatakan bahwa nikah sirri itu sah kalau sudah ada walinya, maharnya, dan ijab qobul-nya (ucapan angkahtuka… yang dibalas qobiltu nikahaha… dan seterusnya). Meski tidak perlu dicatatkan. Sah walau tidak ada hitam di atas putih.

“Itu baru satu pendapat, Pak. Jadi begini, sebagai pengantar. Bahwa kesimpulan hukum itu bisa berbeda karena perbedaan keadaan, waktu, dan tempat (ketupat). Perbedaan situasi dan kondisi. Rata-rata produk hukum Islam yang sudah jadi itu dari abad ke-2 Hijriyah atau abad ke-9 Masehi dan seterusnya. Dari Timur Tengah. Kita sekarang (1440 Hijiriyah atau 2019 Masehi) di Indonesia. Alias sudah kira-kira seribu lima ratus tahun yang lalu (15 abad). Iya kan?

“Contoh misal. Zaman Rasul dulu, perempuan dilarang keluar rumah sendirian. Right? Kenapa? Sebab sistem sosial dan keamanan pada saat itu masih sederhana. Rawan kejahatan dan kejahatan seksual. Perempuan nilainya seperti barang. Masih ada perbudakan yang bisa diperjualbelikan. Maka lalu, apakah perempuan sekarang di Indonesia harus mengikuti Hadis seperti itu? Tentu tidak harus! Kenapa? Karena sistem sosial dan keamanan di Indonesia lebih baik. Jangan macam-macam seseorang mencolek perempuan yang lewat. Kalau lapor ke polsek terdekat, pasti dipenjara. Atau didenda. Iya kan?

“Contoh lagi. Hadis terkenal menyebut bahwa suatu kaum yang dipimpin oleh seorang perempuan, maka kaum itu akan hancur. Tunggulah kehancurannya. Betul? Nah, apakah teks Hadis itu kita telan mentah-mentah? Tentu saja tidak. Mesti dipikirkan. Kita di Surabaya. Sekarang. Kita punya pemimpin perempuan. Bu Risma. Lihat. Rentetan penghargaan prestasi beliau. Tingkat dunia bahkan. Saya saja yang membacanya di Jawa Pos langsung kepengin mengucapkan langsung di depan Bu Risma: I do love you, Mak… Siapa yang berani menutup Dolly? Tidak lain dan tidak bukan ya perempuan pemberani itu!

“Gubernur kita juga perempuan, Bu Khafifah Indar Parawansyah. Kita juga punya menteri hebat yang sudah menenggelamkan ratusan kapal illegal. Bu Susi namanya. Dan perempuan-perempuan hebat lainnya. Kenapa kok ada perempuan hebat seperti ini? Sebab pendidikan! Ilmu yang membuat mereka hebat. Para perempuan itu menerapkan perintah Qur’an: Iqra’. Baca tulislah! Sangat beda jauh 180 derajat dengan perempuan-perempuan abad jahiliyah di Arab saat itu!!

“Sama dengan nikah sirri itu. Sirri itu artinya, rahasia. Agaknya istilah yang diciptakan oleh masyarakat kita sendiri. Maksudnya, sebuah pernikahan yang tidak dicatatkan ke Dispendukcapil dan KUA. Di kampung-kampung memang masih kita temui praktek ini. Justru SKPD seperti Dispendukcapil dan KUA itu berfungsi untuk membantu penerapan agama Islam.

“Iya kalau semua laki-laki itu baik. Kalau tidak, siapa yang bertanggungjawab? Misalnya, ada seorang laki-laki yang hobi kawin. Main-main dengan pernikahan karena bodohnya. Ia membayar 750 ribu seperti yang sampeyan contohkan tadi. Kemudian ia meninggalkan istrinya yang sedang hamil. Pergi tanpa sebab. Karena memang lelaki bejat. Lalu, kepada siapa dan bagaimana caranya si perempuan dan anaknya itu menuntut hak-haknya, kalau tidak ada hitam di atas putih? Maka ada pendapat yang mengatakan bahwa nikah sirri itu tidak sah! Zaman sekarang nikah itu selain terpenuhi syarat dan rukunnya, juga mesti dicatatkan di KUA!!

“Itulah yang saya maksud dengan perubahan ketupat itu, bisa menghasilkan kesimpulan hukum yang berbeda. Kata ahli hukum memang, pasti semua kesimpulan hukum itu ada alasannya. Jika alasannya berubah, maka kesimpulannya bisa ikut berubah.

“Spirit Qur’an adalah memberdayakan perempuan. Bukan memperdayanya. Juga membatasi poligami. Bukan memotivasi…”




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...