—Saiful Islam—
“Nikah sirri itu tidak sah…”
“Jadi begini, Bapak-Bapak sekalian,”
Misbah mulai berbicara. Suasana hening sesaat. Ada yang sambil nyeruput
kopinya. Ada yang mencomot pisang goreng. Ada yang membetulkan kopiahnya. Tampak
mereka mulai fokus mendengarkan.
“Artinya, dalam bernegara ini semua
ada mekanisme hukumnya. Yang paling penting adalah, sistem dan mekanisme hukum di
negara kita ini sudah disepakati. Penting sekali di sini kata ‘disepakati’. Pancasila
misalnya. Ini adalah ideologi bangsa kita yang sudah disepakati.
“Seperti Rasulullah SAW. Beliau mendirikan
negara Madinah. Beliau membuat perjanjian yang kemudian disepati. Namanya,
Piagam Madinah. Sebagai sebuah bangsa, beliau mengayomi bukan hanya kaum
Muslim. Tapi juga Nasrani dan Yahudi yang telah bersepakat dengan Piagam
Madinah itu.
“Jadi, Rasul memang tidak
mendirikan negara agama. Beliau tidak mendirikan negara Islam. Tapi negara
Madinah. Negara bangsa. Ini berbeda sekali dengan Vatikan, di Roma misalnya. Kalau
Vatikan, ini adalah negara agama. Dipimpin oleh seorang Paus. Diwajibkan bagi
seluruh masyarakat yang tinggal di Vatikan itu, untuk beragama Nasrani. Aturan
negara, rakyat harus beragama Nasrani.
“Jadi, Indonesia ini sudah mirip
apa yang dilakukan oleh Rasulullah. Sebagai sebuah sistem, Indonesia sudah
islami. Berdasar musyawarah. “Dan bermusyawarahlah kalian dalam urusan kalian,”
kata Allah. Pancasila secara tekstual, seakan-akan bukan Islam. Tapi secara
substansial, adalah Islami. Coba perhatikan saja kelima silanya. Ketuhanann
Yang Maha Esa, misalnya. Itu kan qul huwallohu ahad. Kemanusiaan yang
adil dan beradab. Ini kan juga pesan Qur’an, I’dilu. Iqshithu. Dan
seterusnya.
“Memang secara sistem, Qur’an tidak
pernah secara eksplisit menyuruh supaya sebuah negara harus khilafah. Soal
sistem negara, ini memang urusan dunia. Antum a’lam bi umur dunyakum. Kalian
lebih tahu urusan dunia kalian, jelas Rasul. Alias bukan urusan mahdhah. Maka,
umat memang harus kreatif dan inovatif di sini. Disesuaikan dengan konteks
budaya masyarakat setempat.
“Jadi, perangkat negara yang sudah
disepakati, ini penting untuk disadari. Setiap elemennya sudah diberi hak dan
wewenang untuk mengurusi bidang tertentu. KPU, Bawaslu, sampai MK, itu adalah
SKPD yang sudah disepakati hak dan wewenangnya. Sudah punya tugasnya. Ingat ya,
sudah disepakati. Bisa dibayangkan kacaunya kalau tiba-tiba keberadaan mereka
sekaligus fungsinya tiba-tiba dicuekin begitu saja.
“Jujur. Kemarin itu, aku nyoblos
Prabowo-Sandi. Kalau memang harus berpolitik, marilah berpolitik. Hanya berpolitik
yang anggun nan elegan. Yang gentle. Siap menang, juga siap kalah. Kalau tidak
puas dengan keputusan KPU, ada indikasi kecurangan dan lain seterusnya, itu
sudah ada mekanismenya. Sudah ada jalan hukumnya. Ya mesti melewati jalan itu.
Soal mengungkap kecurangan, itu juga sudah ada ahli dan pakarnya.
“Bisa dibayangkan betapa kacaunya
bangsa ini, kalau hukum dan mekanismenya itu tidak ditaati di tengah jalan. Akan
terjadi chaos yang mengerikan. Semua SKPD itu dibentuk dan disepakati memang
supaya terjadi keteraturan dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan keteraturan,
akan lahir ketenangan dan kedamaian. Orang jahat tidak semena-mena berbuat kriminal.
Kenapa? Karena ada petugas yang melindungi hak-hak orang-orang baik yang lemah.
Ada hukum. Yang diimplementasikan oleh polisi, hakim, dan seterusnya.
“Kita, masyarakat awam ini, tidak
perlu seperti daun kering yang dibakar. Aku sudah nyoblos. Kalah menang,
serahkan sepenuhnya kepada Allah. Jangan sampai kita tidak tahu fakta-fakta
kecurangan, tidak paham bukti-bukti, tidak ngerti persis, tiba-tiba secara
emosional ikut-ikut. “Janganlah kalian mengikuti apa-apa yang kalian tidak
ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan diminta
pertanggung jawabannya,” tegas Allah. Ingat ya, pertanggung jawaban kelak di
pengadilan Allah itu individual. Satu per satu.
“Jadi begini. Sekarang soal nikah
sirri. Tidak bisa dipungkiri bahwa cara beragama kita ini hampir selalu mengacu
tradisi kuno (salaf), alias tradisional. Acuannya selalu adalah imam mazhab. Dari
kitab-kitab beliau itu. Imam Syafii misalnya. Yang wafat tahun 204 H, tinggal
di Iraq-Mesir. Seperti yang mengatakan bahwa nikah sirri itu sah kalau sudah
ada walinya, maharnya, dan ijab qobul-nya (ucapan angkahtuka… yang dibalas
qobiltu nikahaha… dan seterusnya). Meski tidak perlu dicatatkan. Sah walau
tidak ada hitam di atas putih.
“Itu baru satu pendapat, Pak. Jadi begini,
sebagai pengantar. Bahwa kesimpulan hukum itu bisa berbeda karena perbedaan
keadaan, waktu, dan tempat (ketupat). Perbedaan situasi dan kondisi. Rata-rata
produk hukum Islam yang sudah jadi itu dari abad ke-2 Hijriyah atau abad ke-9
Masehi dan seterusnya. Dari Timur Tengah. Kita sekarang (1440 Hijiriyah atau
2019 Masehi) di Indonesia. Alias sudah kira-kira seribu lima ratus tahun yang
lalu (15 abad). Iya kan?
“Contoh misal. Zaman Rasul dulu,
perempuan dilarang keluar rumah sendirian. Right? Kenapa? Sebab sistem sosial
dan keamanan pada saat itu masih sederhana. Rawan kejahatan dan kejahatan
seksual. Perempuan nilainya seperti barang. Masih ada perbudakan yang bisa
diperjualbelikan. Maka lalu, apakah perempuan sekarang di Indonesia harus
mengikuti Hadis seperti itu? Tentu tidak harus! Kenapa? Karena sistem sosial
dan keamanan di Indonesia lebih baik. Jangan macam-macam seseorang mencolek
perempuan yang lewat. Kalau lapor ke polsek terdekat, pasti dipenjara. Atau didenda.
Iya kan?
“Contoh lagi. Hadis terkenal
menyebut bahwa suatu kaum yang dipimpin oleh seorang perempuan, maka kaum itu
akan hancur. Tunggulah kehancurannya. Betul? Nah, apakah teks Hadis itu kita
telan mentah-mentah? Tentu saja tidak. Mesti dipikirkan. Kita di Surabaya. Sekarang.
Kita punya pemimpin perempuan. Bu Risma. Lihat. Rentetan penghargaan prestasi
beliau. Tingkat dunia bahkan. Saya saja yang membacanya di Jawa Pos langsung
kepengin mengucapkan langsung di depan Bu Risma: I do love you, Mak… Siapa yang
berani menutup Dolly? Tidak lain dan tidak bukan ya perempuan pemberani itu!
“Gubernur kita juga perempuan, Bu
Khafifah Indar Parawansyah. Kita juga punya menteri hebat yang sudah
menenggelamkan ratusan kapal illegal. Bu Susi namanya. Dan perempuan-perempuan
hebat lainnya. Kenapa kok ada perempuan hebat seperti ini? Sebab pendidikan! Ilmu
yang membuat mereka hebat. Para perempuan itu menerapkan perintah Qur’an: Iqra’.
Baca tulislah! Sangat beda jauh 180 derajat dengan perempuan-perempuan abad
jahiliyah di Arab saat itu!!
“Sama dengan nikah sirri itu. Sirri
itu artinya, rahasia. Agaknya istilah yang diciptakan oleh masyarakat kita
sendiri. Maksudnya, sebuah pernikahan yang tidak dicatatkan ke Dispendukcapil
dan KUA. Di kampung-kampung memang masih kita temui praktek ini. Justru SKPD
seperti Dispendukcapil dan KUA itu berfungsi untuk membantu penerapan agama
Islam.
“Iya kalau semua laki-laki itu
baik. Kalau tidak, siapa yang bertanggungjawab? Misalnya, ada seorang laki-laki
yang hobi kawin. Main-main dengan pernikahan karena bodohnya. Ia membayar 750
ribu seperti yang sampeyan contohkan tadi. Kemudian ia meninggalkan istrinya
yang sedang hamil. Pergi tanpa sebab. Karena memang lelaki bejat. Lalu, kepada
siapa dan bagaimana caranya si perempuan dan anaknya itu menuntut hak-haknya,
kalau tidak ada hitam di atas putih? Maka ada pendapat yang mengatakan bahwa
nikah sirri itu tidak sah! Zaman sekarang nikah itu selain terpenuhi syarat dan
rukunnya, juga mesti dicatatkan di KUA!!
“Itulah yang saya maksud dengan
perubahan ketupat itu, bisa menghasilkan kesimpulan hukum yang berbeda. Kata ahli
hukum memang, pasti semua kesimpulan hukum itu ada alasannya. Jika alasannya
berubah, maka kesimpulannya bisa ikut berubah.
“Spirit Qur’an adalah memberdayakan
perempuan. Bukan memperdayanya. Juga membatasi poligami. Bukan memotivasi…”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar