—Saiful Islam—
Kita sudah ketahui material
penyusun jin itu sampai paling dasarnya. Ringkasnya begini: jin itu dari api. Api
dari elektron. Elektron yang bermuatan negatif, punya antipartikelnya yang
bernama positron. Ketika elektorn dan positron bertumbukan, musnah dan berubah
menjadi foton sinar gama. Sedangkan proton dan neutronnya berasal dari quark. Maka
material paling halus keduanya adalah foton sinar gama dan quark. Jadi, yang
awalnya materi berubah menjadi energi.
Pada dasarnya, api itu adalah
reaksi rantai kimia. Bisa disebut pembakaran. Api terjadi, harus ada tiga hal
ini: bahan bakar, oksigen (O2), dan sumber-sumber panas. Bahan bakar bisa
padat, cair, dan gas. Yang padat seperti kayu, kertas, kapas, dll. Yang cair
misalnya minyak tanah, bensin, solar, spirtus, dan seterusnya. Yang gas seperti
karbit dan lpg.
Yang namanya pembakaran, itu selalu
butuh O2. Alias oksigen. Kalau kita belajar Kimia, apapun zatnya, jika untuk
pembakaran pastilah harus ditambah oksigen itu. Paling tidak kadarnya 16%. Yang
kemudian menghasilkan energi baru dan uap air (H2O). Pembakaran tidak akan pernah
terjadi di ruang hampa. Dalam tubuh kita pun terjadi pembakaran itu. Zat
seperti karbohidrat, lemak, protein, ini dibakar dengan O2. Kita bernapas, memang
menghirup O2. Baru kemudian menghasilkan energi yang kita gunakan untuk
aktivitas sehari-hari.
Adapun sumber-sumber panas bisa
dari gesekan, benturan, bunga api listrik, busur api las, listrik statis,
faktor alam, dan lain seterusnya. Jadi, terjadinya api itu harus ada bahan
bakar yang mencapai titik nyala. Kemudian udara yang cukup oksigennya, serta
sumber panas juga yang cukup. Reaksi rantai kimianya, bahan bakar yang
dipanaskan mengeluarkan uap. Uap bergabung untuk menciptakan senyawa baru. Nah,
senyawa baru itu bergabung dengan oksigen dan baru lantas menyala.
Setelah mengetahui material
penyusun jin itu, penting kiranya kita mengetahui dulu sifat-sifat dari
material tersebut. Karena setiap sesuatu itu pasti punya sifat dasarnya. Yang kemarin
secara sekilas saya sebut, ‘dari sononya’. Sifat-sifat alami. Sedangkan kata ‘al-jinn’
atau ‘al-jaann’, atau ‘al-jinnah’, ini adalah ism. Atau noun
kalau dalam Bahasa Inggris. Kata benda, jika dalam Bahasa Indonesia. Tapi ada
bedanya. Al-ism, kalau Bahasa Arab, itu berarti dua: kata benda dan kata
sifat. Jadi, bukan hanya kata benda!
Dalam Al Qur’an sendiri, Allah
menyebut jin itu dengan menggunakan kata al-jinn (6:100; 6:128; 6:130;
7:38; 7:179; 18:50; 27:17; 27:39; 34:12; dan lain-lain), atau jaann/al-jaann
(55:15; 55:39, 15:27, dan lain-lain) atau al-jinnah (11:119, 32:13,
114:6). Tiga-tiganya adalah al-ism. Yang menggunakan kata ‘al-jinn’,
misalnya dalam QS. Al-An’am[6] ayat 130.
يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ
يَقُصُّونَ عَلَيْكُمْ آيَاتِي وَيُنْذِرُونَكُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَٰذَا ۚ قَالُوا شَهِدْنَا عَلَىٰ أَنْفُسِنَا
ۖ وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا
وَشَهِدُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ أَنَّهُمْ كَانُوا كَافِرِينَ
Hai golongan jin dan manusia,
apakah belum datang kepadamu rasul-rasul dari golongan kamu sendiri, yang
menyampaikan kepadamu ayat-ayat-Ku dan memberi peringatan kepadamu terhadap
pertemuanmu dengan hari ini? Mereka berkata: "Kami menjadi saksi atas diri
kami sendiri", kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka menjadi
saksi atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir.
Yang menggunakan kata jaann atau
al-jaann, misalnya dalam Qur’an surat Al-Rahman[55] ayat 39 dan QS.
Al-Hijr[15] ayat 7 berikut ini:
فَيَوْمَئِذٍ لَا يُسْأَلُ عَنْ ذَنْبِهِ إِنْسٌ وَلَا جَانٌّ
Pada waktu itu manusia dan jin
tidak ditanya tentang dosanya.
وَالْجَانَّ خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ مِنْ نَارِ السَّمُومِ
Dan Kami telah menciptakan jin
sebelumnya dari api yang sangat panas.
Jin yang menggunakan kata al-jinnah,
sebagaimana yang disebut Allah dalam Qur’an, misalnya surat Hud[11] ayat 119
sebagai berikut.
إِلَّا مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ ۚ وَلِذَٰلِكَ خَلَقَهُمْ ۗ وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ
لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
Kecuali orang-orang yang diberi
rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Tuhanmu
(keputusan-Nya) telah ditetapkan: sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka
Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.
Maka paling tidak, sifat api itu
tidak tahan air. Meski sama-sama ada unsur oksigennya, tapi kalau sudah
berbentuk api, ia akan padam dengan air. Jadi di sini, kita tidak hanya melihat
api itu di tingkat seluler dan kuantum. Penting juga ditinjau di tingkat
fisiknya itu. Tidak hanya di sisi paling dalamnya, sisi tengah dan sisi
dangkalnya kita lihat juga. Sehingga kita punya beberapa sudut pandang ketika
menafsiri kata-kata jin di dalam Al Qur’an nantinya.
Selain itu, api juga mengantarkan
panas. Atau energi panas. Sekali lagi, panasnya api ini, tidak bisa kita lihat.
Kita hanya bisa merasakannya. Sama seperti listrik. Kalau orang pernah kesetrum
(seperti saya dulu hampir mati, hehehe), pasti tahu. Karena panas dan listrik
ini adalah energi, maka hanya bisa dirasakan. Dan juga bisa diukur. Dalam kehidupan
nyata, selalu begitu. Di balik setiap materi, itu ada energinya. Pasti itu. Di
tingkat seluler dan kuantum, kita sudah lihat itu.
Maka, hipotesis kita semakin
menemukan pijakannya. Semakin terang. Bahwa jin itu adalah energi panas. Energi
panas ini bisa ‘malih rupo’. Pun energi panas ini bisa menjalar kemana-mana. Termasuk
ke dalam diri manusia! Apakah jin ini, ternyata manusia itu sendiri? Atau manusia
yang bersifat jin, mengingat jin itu juga bisa kata sifat? Dan sifat itu bisa
menempel pada apa pun, termasuk pada manusia? Nanti kita akan lihat.
Sementara itu dulu. Semoga
bermanfaat. Bersambung, insya Allah…
Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar