Rabu, 22 Mei 2019

MENIKAHI SEPUPU SENDIRI


—Saiful Islam—

“Jadi Nabi menikahi sepupunya sendiri?”

Sebenarnya sudah cukup lama, seorang kawan menanyakan soal ini. Zainab. Kesannya memang kontroversial. “Nabi menikahi menantunya sendiri,” sekan-akan ia mau bilang begitu. Tapi jangan gegabah dulu. Itu baru kesan. Marilah kita lihat.

Nabi itu pernah punya anak angkat. Namanya Zaid bin Haritsah. Awalnya ia adalah budak yang dihadiahkan oleh Khadijah kepada Nabi. Kemudian oleh Nabi dibebaskan dan menjadi anak angkat sekaligus sahabat yang sangat loyal kepada Nabi. Kalau sekarang, ya seperti seorang santri yang amat taat pada kiainya. Khodam-nya kiai.

Saking dekatnya dengan Nabi, orang-orang sampai akan menasabkan namanya dengan Nabi. Zaid bin Muhammad. Namun ini tidak diperbolehkan oleh Allah dalam QS. Al Ahzab ayat 5. Seorang anak harus tetap dinasabkan kepada orang tua kandungnya. Makanya namanya tetap, Zaid bin Haritsah (Zaid putranya Haritsah).

Nah, Nabi menikahkan Zaid ini dengan Zainab. Jadi, Zainab itu sejatinya bukan menantu Nabi. Karena status Zaid hanyalah anak angkat. Bukan anak kandung. Kalau pun maksa mengatakan menantu, ok lah. Menantu angkat.

Orang-orang lebih mengenalnya sebagai Zainab binti Jahsy. Nama aslinya, sebelum diganti oleh Nabi, adalah Barrah. Ia punya nama lengkap, Zainab binti Jahsy bin Ri’ab al Asadiyyah. Lahir pada tahun 33 sebelum Hijriyah. Atau kira-kira tahun 590 Masehi.

Ibunya bernama Umaimah. Dilihat silsilah dari ibunya ini, Zainab adalah sepupu Nabi. Sebab Umaimah ini adalah putri Abdul Muthalib. Dengan kata lain, Umaimah adalah saudara ayah Nabi, Abdullah. Karena Umaimah dan Abdullah adalah putra kakek Nabi, Abdul Muthallib.

Dalam perjalanannya, ternyata rumah tangga Zaid dan Zainab tak seindah yang terbayangkan. Tak sekali Zaid mengadukan masalah rumah tangganya itu kepada Nabi. Tentu saja, Nabi menasehatinya supaya bersabar. Agar mempertahankan rumah tangganya. Namun ringkas cerita, keduanya bercerai.

Setelah bercerai dengan anak angkatnya itu, Nabi menikahi Zainab. Allah yang menikahkan Nabi dengannya. Ayat berikut ini mengindikasikan demikian.

QS. Al Ahzab[33] ayat 37
وَإِذْ تَقُولُ لِلَّذِي أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَنْعَمْتَ عَلَيْهِ أَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللَّهَ وَتُخْفِي فِي نَفْسِكَ مَا اللَّهُ مُبْدِيهِ وَتَخْشَى النَّاسَ وَاللَّهُ أَحَقُّ أَنْ تَخْشَاهُ ۖ فَلَمَّا قَضَىٰ زَيْدٌ مِنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنَاكَهَا لِكَيْ لَا يَكُونَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ حَرَجٌ فِي أَزْوَاجِ أَدْعِيَائِهِمْ إِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًا ۚ وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ مَفْعُولًا

Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: "Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya. Dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami nikahkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (menikahi) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya pada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.

Agaknya sebelum turun ayat ini, masyarakat Arab di sekitar Nabi itu, menyangka bahwa aib menikahi mantan istri anak angkatnya. “Muhammad kawin dengan bekas istri anaknya,” ribut mereka. Makanya digambarkan Nabi pun khawatir dengan cibiran orang-orang. Nah, dengan turun ayat ini, sudah clear bahwa menikahi mantan istri anak angkat itu boleh. Halal. Ya kan memang tak ada hubungan darah?!

“Berarti Nabi menikah dengan sepupunya sendiri dong?”

Iya! Memang dalam masyarakat umum, tidak terbayang kebolehan itu. Seperti di lingkungan ibu saya misalnya di Banyuwangi. Karena komunitas abangan, mereka tidak punya rujukan. Nyaris tidak ada yang menikah dengan sepupunya sendiri. Kecuali orang Arab pendatang bisa jadi.

Tapi kalau di lingkungan ayah saya, di Batang-Batang Sumenep, santri sudah paham soal ini. Makanya di sana banyak ditemukan anak-anak sudah punya bekal. Dari Bahasa Indonesia yang berarti akan. Alias calon. Atau tunangan kalau di Surabaya. Secara hukum Islam (fikih) memang boleh menikah dengan sepupu. Bagi keluarga yang mempertahankan keturunan (nasab), biasanya masih mempraktekkannya.

Perempuan yang terampil dan gemar sekali memberi itu, wafat pada tahun 20 Hijriyah di usia 53 tahun. Di Madinah. Tepatnya pada pemerintahan Umar bin Khaththab.

Salam…






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...