—Saiful Islam—
“Kesahihan sanad, tidak menjamin
kesahihan Hadis…”
Kawan saya, Pendekar Hadis,
mengomentari tulisan saya kemarin: Menguji Matan Hadis Sihir. Pertama, dengan
tulus saya ucapkan terimakasih dulu sudah mau menjadi sparring partner dengan
saya. Begini komentarnya:
PERTAMA. Mengatakan sihir tidaklah
masuk akal, adalah kesimpulan yang tergesa-gesa dan subyektif. Mendekati
kebenaran sihir, tidak bisa hanya mengandalkan paradigma positivis saja, perlu
paradigma lain yang lebih komprehensif, karena faktanya dunia ini terbangun
dalam dua bentuk, pertama (syahadah) fisik, kedua, (ghaib) metafisik. Jadi,
ketidakpercayaan atas wujud syihir, tidak lantas serta merta menganggap janggal
(menolak) atas matan Hadis yang memiliki fondasi sanad yang shahih (bahkan
muttafaq alaih). Pada kenyataannya, kalau kaidah tertolaknya Hadis yang
matannya tidak masuk akal ini diterapkan secara tergesa-gesa, akibatnya banyak
sekali Hadis-hadis yang tertolak gara-gara kaidah ini. Contoh matan Hadis;
(Muslim makan dengan 1 usus, dan Kafir makan dengan 7 usus) sekilas teks Hadis
ini tidak masuk akal. Masak panjang pendek usus ditentukan oleh keimanan? lalu
apakah matan tertolak? tentu tidak, perlu kajian Balaghah dalam menafsirkan
matan Hadis ini, yang intinya sesungguhnya panjang pendeknya usus adalah simbol
keserakahan.
KEDUA. Kasus terkenanya sihir Nabi,
bukan berarti bertentangan dengan Al-Qur'an. Hal ini justru malah memperkuat
al-Qur'an. Bahwa sebagaimana manusia biasa, Nabi adalah manusia biasa, Nabi
sakit,kena panah saat perang, diludahi kaum kafir, dipukul, dianiaya, bahkan
disihir sekalipun. Inti dari Hadis sihir ini, prinsip utamanya bukan pada fakta
bahwa sihir itu benar dan ada, akan tetapi lebih pada "Petunjuk"
bagaimana teladan Nabi ketika mendapatkan musibah. Seperti dicontohkan dalam
Hadis tersebut, bahwa ketika Nabi mendapatkan sakit, maka yang dilakukan Nabi
adalah terus menerus memanjatkan doa, dan dengan doa itulah maka diberikan
kesembuhan dengan perantara malaikat Jibril yang turun langsung menyelesaikan
sihir Nabi. Ada juga wasiat keungulan surat muawidzatain yang bermanfaat untuk
penyembuhan kasus-kasus sihir, serta untuk meningkatkan keimanan bahwa
sesungguhnya gangguan jin sihirpun pasti akan musnah dengan kekuatan Allah
================
Berikut tanggapan saya:
Pertama. Soal paradigma
positivis saja. Positivis atau positivisme dalam Filsafat, adalah ilmu alam
(Sains) dianggap sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak
aktifitas yang berkenaan dengan metafisik (gaib). Tentu, ini salah. Disamping
menggunakan Sains, saya juga tidak menolak metafisik. Saya pro metafisik. Tapi metafisik
menurut Qur’an dan Hadis yang sahih. Kalau metafisik dari keyakinan animisme—dinamisme,
saya memang menolak! Ya, m-e-n-o-l-a-k, menolak!!!
Justru yang coba saya telusuri ini
adalah paradigma komprehensif. Bukan hanya ranah positif saja. Sebagian besar
kita ini memang berurusan dengan dunia fisik. Mengungkap kebenaran fisik. Qur’an
mengajarkan, “Tunjukkan bukti kebenaranmu,” (misalnya QS.2:111; 21:24; 27:64;
28:75). “Jika ada informasi datang kepadamu, ceklah. Telitilah. Fatabayyanu,”
(QS.49:6). Ulama Ushul juga telah memberi rumus malah, “Kami menghukumi yang
tampak-tampak saja. Nahnu nahkum bi al-zhowaahir.”
Tapi juga metafisiknya. Namun jangan
lupa rumus ini: urusan metafisik (gaib) kita HANYA TAHU SEBATAS informasi dari
Qur’an. Jangankan kita. Nabi saja, itu tahu hal gaib SEBATAS informasi dari
Allah. Yakni dari Qur’an. Tidak mengarang, tidak menghayal. Jadi, urusan gaib
pun, kita mesti mempunyai rujukan. Bukan antah-berantah.
QS. Al-A’raf[7]: 188
قُلْ لَا أَمْلِكُ
لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ ۚ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ
مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ ۚ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ
يُؤْمِنُونَ
Katakanlah: "Aku tidak
berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan
kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang gaib,
tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya. Dan aku tidak akan ditimpa
kemudharatan. Aku tidak lain HANYALAH pemberi peringatan, dan pembawa berita
gembira bagi orang-orang yang beriman.”
Dari Aisyah ra. riwayat Bukhari dan
Muslim menegaskan, “Barangsiapa yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW mengetahui
apa yang akan terjadi esok hari, maka sungguh dia telah dusta yang besar kepada
Allah.” Kemudian beliau mengutip ayat di bawah ini.
QS. Al-Naml[27]: 65
قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ ۚ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ
يُبْعَثُونَ
Katakanlah: "TIDAK ADA SEORANG
PUN di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah.” Dan
mereka tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitkan.
Kita beda dengan Nabi. Kalau kita
(Jawa, Madura, Sunda, atau rata-rata Indonesia lah), itu memahami sihir magis
ini berdasar HAYALAN BELAKA. Referensinya film horor melalui TV sejak kecil. Kita
ini memang suvi (suka nonton tivi, hehe). Referensi kita adalah fiksi. Keyakinan
turunan nenek moyang animisme—dinamisme. Kita masih mewarisi pemikiran primitif.
Terutama soal sihir magis ini.
Sihir magis, atau santet, ini urusan
fisik atau metafisik? Jelas, metafisik. Urusan gaib. Maka referensi pertama dan
paling utama mestinya Qur’an dulu. Qur’an first. Jelas telah disebutkan, hanya
Allah yang tahu soal gaib. Para rasul pun itu mendapat info hanya dari Allah.
Nah. Kalau Labid itu diceritakan bisa menyihir magis Nabi, maka sudah jelas
sekali, ini bertentangan dengan ayat di atas.
Juga bertentangan dengan ayat di
bawah ini. Jangankan menyuruh Jin atau setan, atau iblis untuk menyihir Nabi. Melihat
saja loh, Labid itu tidak bisa.
QS. Al-A’raf[7]: 27
يَا بَنِي آدَمَ لَا
يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ
يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْآتِهِمَا ۗ إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ
حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْ ۗ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ لِلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ
Hai anak Adam, janganlah sekali-kali
kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu
dari surga. Ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan
kepada keduanya 'auratnya. SESUNGGUHNYA IA DAN PENGIKUT-PENGIKUTNYA MELIHAT
KAMU DAN SUATU TEMPAT YANG KAMU TIDAK BISA MELIHAT MEREKA. Sesungguhnya Kami
telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang
tidak beriman.
Dari awal seri tulisan ini (dengan
ini sudah tulisan ke-51, mudah-mudahan dia membaca semua), saya sudah mencoba
menelusuri informasi sihir ini dari banyak sisi. Kalau perlu sudut-sudut kecil
pun berusaha saya pikirkan. Terutama ayat-ayat Qur’an. Sebab HANYA di sinilah
sumber-sumber informasi kegaiban itu. Semua informasi tentang kegaiban, HARUS
dikroscek dengan Qur’an. Begitu juga dari sisi bahasa, sampai teori-teori
Sains, dan lain-lain. Jadi, insya Allah sudah komprehensif. Banget malah. Hehe.
Kedua adalah soal muttafaq
‘alaih bahkan. Alias diriwayatkan Bukhari dan Muslim. Ingat! Muttafaq ‘alaih,
itu tidak menjamin kesahihan Hadis. Muttafaq ‘alaih itu, baru tinjaun
sanad. Sudah saya ceritakan di tulisan sebelumnya. Secara sanad, Hadis ini
memang sahih. Tapi jangan lupa, selain sanad, Hadis itu juga perlu diuji secara
matan-nya. Kaidah-kaidahnya, atau rumus-rumusnya, sudah diberikan mayoritas (jumhur)
ulama. Juga sudah saya ceritakan. Kesahihan sanad, belum menjamin kesahihan
Hadis!
Bukan hanya muttafaq ‘alaih.
Hadis Ahad. Bahkan Hadis Mutawatir sekalipun, itu harus diuji matannya. Dan sudah
saya buktikan, dari diskusi sebelumnya, bahwa ternyata Hadis Mutawatir
sekalipun itu ada yang bermasalah matannya. Terutama ketika dikroscek dengan
Qur’an. Sekali lagi, hati-hatilah menyampaikan Hadis! Sekali lagi, Qur’an
first!! OK Bro? OK lah. Hehehe!!!
Itulah alasan kenapa saya
mendiskualifikasi matan Hadis sihir ini. Ya, Hadis sihir ini menurut saya,
terindikasi rekayasa musuh Nabi. Bisa kafir Quraisy, Nasrani, dan terutama
Yahudi. Tujuannya memperburuk citra Nabi kita tercinta, Muhammad SAW. Memperburuk
citra Islam. Seakan-akan mereka bilang, “Itu loh Nabi kalian kena santet oleh
orang kami. Nabi kok kena disihir. Nabi apa itu?! Nabi kok makan. Nabi macam apa
itu?! Nabi kok jalan-jalan di pasar. Nabi cap apa itu?!” Ya, Hadis ini
mengindikasikan mau memperolok-olok baginda Rasul SAW. Persis digambarkan ayat
di bawah ini.
QS. Al-Isra’[17]: 47
نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا
يَسْتَمِعُونَ بِهِ إِذْ يَسْتَمِعُونَ إِلَيْكَ وَإِذْ هُمْ نَجْوَىٰ إِذْ
يَقُولُ الظَّالِمُونَ إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلَّا رَجُلًا مَسْحُورًا
Kami lebih mengetahui dalam Keadaan
bagaimana mereka mendengarkan sewaktu mereka mendengarkan kamu, dan sewaktu
mereka berbisik-bisik (yaitu) ketika orang-orang zalim itu berkata: "KAMU
TIDAK LAIN HANYALAH MENGIKUTI SEORANG LAKI-LAKI YANG KENA SIHIR.”
QS. Al-Furqan[25]: 7 - 8
وَقَالُوا مَالِ هَٰذَا
الرَّسُولِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِي فِي الْأَسْوَاقِ ۙ لَوْلَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ
مَلَكٌ فَيَكُونَ مَعَهُ نَذِيرًا
7. Dan mereka berkata:
"Mengapa Rasul itu memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? mengapa
tidak diturunkan kepadanya seorang Malaikat agar Malaikat itu memberikan peringatan
bersama- sama dengan dia?”
أَوْ يُلْقَىٰ إِلَيْهِ
كَنْزٌ أَوْ تَكُونُ لَهُ جَنَّةٌ يَأْكُلُ مِنْهَا ۚ وَقَالَ الظَّالِمُونَ إِنْ تَتَّبِعُونَ
إِلَّا رَجُلًا مَسْحُورًا
8. “Atau (mengapa tidak) diturunkan
kepadanya perbendaharaan, atau (mengapa tidak) ada kebun baginya, yang dia
dapat makan dari (hasil)nya?" Dan orang-orang yang zalim itu berkata: "KAMU
SEKALIAN TIDAK LAIN HANYALAH MENGIKUTI SEORANG LELAKI YANG KENA SIHIR".
Setelah meninjau dari banyak sudut
pandang itu, mantap sekali: saya menolaknya!
Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung,
insya Allah…
Walloohu a’lam bishshowaab. Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar