Kamis, 25 Juli 2019

MENDISKUALIFIKASI HADIS SIHIR


—Saiful Islam—

“Kesahihan sanad, tidak menjamin kesahihan Hadis…”

Kawan saya, Pendekar Hadis, mengomentari tulisan saya kemarin: Menguji Matan Hadis Sihir. Pertama, dengan tulus saya ucapkan terimakasih dulu sudah mau menjadi sparring partner dengan saya. Begini komentarnya:

PERTAMA. Mengatakan sihir tidaklah masuk akal, adalah kesimpulan yang tergesa-gesa dan subyektif. Mendekati kebenaran sihir, tidak bisa hanya mengandalkan paradigma positivis saja, perlu paradigma lain yang lebih komprehensif, karena faktanya dunia ini terbangun dalam dua bentuk, pertama (syahadah) fisik, kedua, (ghaib) metafisik. Jadi, ketidakpercayaan atas wujud syihir, tidak lantas serta merta menganggap janggal (menolak) atas matan Hadis yang memiliki fondasi sanad yang shahih (bahkan muttafaq alaih). Pada kenyataannya, kalau kaidah tertolaknya Hadis yang matannya tidak masuk akal ini diterapkan secara tergesa-gesa, akibatnya banyak sekali Hadis-hadis yang tertolak gara-gara kaidah ini. Contoh matan Hadis; (Muslim makan dengan 1 usus, dan Kafir makan dengan 7 usus) sekilas teks Hadis ini tidak masuk akal. Masak panjang pendek usus ditentukan oleh keimanan? lalu apakah matan tertolak? tentu tidak, perlu kajian Balaghah dalam menafsirkan matan Hadis ini, yang intinya sesungguhnya panjang pendeknya usus adalah simbol keserakahan.

KEDUA. Kasus terkenanya sihir Nabi, bukan berarti bertentangan dengan Al-Qur'an. Hal ini justru malah memperkuat al-Qur'an. Bahwa sebagaimana manusia biasa, Nabi adalah manusia biasa, Nabi sakit,kena panah saat perang, diludahi kaum kafir, dipukul, dianiaya, bahkan disihir sekalipun. Inti dari Hadis sihir ini, prinsip utamanya bukan pada fakta bahwa sihir itu benar dan ada, akan tetapi lebih pada "Petunjuk" bagaimana teladan Nabi ketika mendapatkan musibah. Seperti dicontohkan dalam Hadis tersebut, bahwa ketika Nabi mendapatkan sakit, maka yang dilakukan Nabi adalah terus menerus memanjatkan doa, dan dengan doa itulah maka diberikan kesembuhan dengan perantara malaikat Jibril yang turun langsung menyelesaikan sihir Nabi. Ada juga wasiat keungulan surat muawidzatain yang bermanfaat untuk penyembuhan kasus-kasus sihir, serta untuk meningkatkan keimanan bahwa sesungguhnya gangguan jin sihirpun pasti akan musnah dengan kekuatan Allah

================
Berikut tanggapan saya:

Pertama. Soal paradigma positivis saja. Positivis atau positivisme dalam Filsafat, adalah ilmu alam (Sains) dianggap sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik (gaib). Tentu, ini salah. Disamping menggunakan Sains, saya juga tidak menolak metafisik. Saya pro metafisik. Tapi metafisik menurut Qur’an dan Hadis yang sahih. Kalau metafisik dari keyakinan animisme—dinamisme, saya memang menolak! Ya, m-e-n-o-l-a-k, menolak!!!

Justru yang coba saya telusuri ini adalah paradigma komprehensif. Bukan hanya ranah positif saja. Sebagian besar kita ini memang berurusan dengan dunia fisik. Mengungkap kebenaran fisik. Qur’an mengajarkan, “Tunjukkan bukti kebenaranmu,” (misalnya QS.2:111; 21:24; 27:64; 28:75). “Jika ada informasi datang kepadamu, ceklah. Telitilah. Fatabayyanu,” (QS.49:6). Ulama Ushul juga telah memberi rumus malah, “Kami menghukumi yang tampak-tampak saja. Nahnu nahkum bi al-zhowaahir.”

Tapi juga metafisiknya. Namun jangan lupa rumus ini: urusan metafisik (gaib) kita HANYA TAHU SEBATAS informasi dari Qur’an. Jangankan kita. Nabi saja, itu tahu hal gaib SEBATAS informasi dari Allah. Yakni dari Qur’an. Tidak mengarang, tidak menghayal. Jadi, urusan gaib pun, kita mesti mempunyai rujukan. Bukan antah-berantah.

QS. Al-A’raf[7]: 188
قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ ۚ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ ۚ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang gaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya. Dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain HANYALAH pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.”

Dari Aisyah ra. riwayat Bukhari dan Muslim menegaskan, “Barangsiapa yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW mengetahui apa yang akan terjadi esok hari, maka sungguh dia telah dusta yang besar kepada Allah.” Kemudian beliau mengutip ayat di bawah ini.

QS. Al-Naml[27]: 65
قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ ۚ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ
Katakanlah: "TIDAK ADA SEORANG PUN di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah.” Dan mereka tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitkan.

Kita beda dengan Nabi. Kalau kita (Jawa, Madura, Sunda, atau rata-rata Indonesia lah), itu memahami sihir magis ini berdasar HAYALAN BELAKA. Referensinya film horor melalui TV sejak kecil. Kita ini memang suvi (suka nonton tivi, hehe). Referensi kita adalah fiksi. Keyakinan turunan nenek moyang animisme—dinamisme. Kita masih mewarisi pemikiran primitif. Terutama soal sihir magis ini.

Sihir magis, atau santet, ini urusan fisik atau metafisik? Jelas, metafisik. Urusan gaib. Maka referensi pertama dan paling utama mestinya Qur’an dulu. Qur’an first. Jelas telah disebutkan, hanya Allah yang tahu soal gaib. Para rasul pun itu mendapat info hanya dari Allah. Nah. Kalau Labid itu diceritakan bisa menyihir magis Nabi, maka sudah jelas sekali, ini bertentangan dengan ayat di atas.

Juga bertentangan dengan ayat di bawah ini. Jangankan menyuruh Jin atau setan, atau iblis untuk menyihir Nabi. Melihat saja loh, Labid itu tidak bisa.

QS. Al-A’raf[7]: 27
يَا بَنِي آدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْآتِهِمَا ۗ إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْ ۗ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ لِلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ
Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga. Ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya. SESUNGGUHNYA IA DAN PENGIKUT-PENGIKUTNYA MELIHAT KAMU DAN SUATU TEMPAT YANG KAMU TIDAK BISA MELIHAT MEREKA. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman.

Dari awal seri tulisan ini (dengan ini sudah tulisan ke-51, mudah-mudahan dia membaca semua), saya sudah mencoba menelusuri informasi sihir ini dari banyak sisi. Kalau perlu sudut-sudut kecil pun berusaha saya pikirkan. Terutama ayat-ayat Qur’an. Sebab HANYA di sinilah sumber-sumber informasi kegaiban itu. Semua informasi tentang kegaiban, HARUS dikroscek dengan Qur’an. Begitu juga dari sisi bahasa, sampai teori-teori Sains, dan lain-lain. Jadi, insya Allah sudah komprehensif. Banget malah. Hehe.

Kedua adalah soal muttafaq ‘alaih bahkan. Alias diriwayatkan Bukhari dan Muslim. Ingat! Muttafaq ‘alaih, itu tidak menjamin kesahihan Hadis. Muttafaq ‘alaih itu, baru tinjaun sanad. Sudah saya ceritakan di tulisan sebelumnya. Secara sanad, Hadis ini memang sahih. Tapi jangan lupa, selain sanad, Hadis itu juga perlu diuji secara matan-nya. Kaidah-kaidahnya, atau rumus-rumusnya, sudah diberikan mayoritas (jumhur) ulama. Juga sudah saya ceritakan. Kesahihan sanad, belum menjamin kesahihan Hadis!

Bukan hanya muttafaq ‘alaih. Hadis Ahad. Bahkan Hadis Mutawatir sekalipun, itu harus diuji matannya. Dan sudah saya buktikan, dari diskusi sebelumnya, bahwa ternyata Hadis Mutawatir sekalipun itu ada yang bermasalah matannya. Terutama ketika dikroscek dengan Qur’an. Sekali lagi, hati-hatilah menyampaikan Hadis! Sekali lagi, Qur’an first!! OK Bro? OK lah. Hehehe!!!

Itulah alasan kenapa saya mendiskualifikasi matan Hadis sihir ini. Ya, Hadis sihir ini menurut saya, terindikasi rekayasa musuh Nabi. Bisa kafir Quraisy, Nasrani, dan terutama Yahudi. Tujuannya memperburuk citra Nabi kita tercinta, Muhammad SAW. Memperburuk citra Islam. Seakan-akan mereka bilang, “Itu loh Nabi kalian kena santet oleh orang kami. Nabi kok kena disihir. Nabi apa itu?! Nabi kok makan. Nabi macam apa itu?! Nabi kok jalan-jalan di pasar. Nabi cap apa itu?!” Ya, Hadis ini mengindikasikan mau memperolok-olok baginda Rasul SAW. Persis digambarkan ayat di bawah ini.

QS. Al-Isra’[17]: 47
نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَسْتَمِعُونَ بِهِ إِذْ يَسْتَمِعُونَ إِلَيْكَ وَإِذْ هُمْ نَجْوَىٰ إِذْ يَقُولُ الظَّالِمُونَ إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلَّا رَجُلًا مَسْحُورًا
Kami lebih mengetahui dalam Keadaan bagaimana mereka mendengarkan sewaktu mereka mendengarkan kamu, dan sewaktu mereka berbisik-bisik (yaitu) ketika orang-orang zalim itu berkata: "KAMU TIDAK LAIN HANYALAH MENGIKUTI SEORANG LAKI-LAKI YANG KENA SIHIR.”

QS. Al-Furqan[25]: 7 - 8
وَقَالُوا مَالِ هَٰذَا الرَّسُولِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِي فِي الْأَسْوَاقِ ۙ لَوْلَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَلَكٌ فَيَكُونَ مَعَهُ نَذِيرًا
7. Dan mereka berkata: "Mengapa Rasul itu memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang Malaikat agar Malaikat itu memberikan peringatan bersama- sama dengan dia?”

أَوْ يُلْقَىٰ إِلَيْهِ كَنْزٌ أَوْ تَكُونُ لَهُ جَنَّةٌ يَأْكُلُ مِنْهَا ۚ وَقَالَ الظَّالِمُونَ إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلَّا رَجُلًا مَسْحُورًا
8. “Atau (mengapa tidak) diturunkan kepadanya perbendaharaan, atau (mengapa tidak) ada kebun baginya, yang dia dapat makan dari (hasil)nya?" Dan orang-orang yang zalim itu berkata: "KAMU SEKALIAN TIDAK LAIN HANYALAH MENGIKUTI SEORANG LELAKI YANG KENA SIHIR".

Setelah meninjau dari banyak sudut pandang itu, mantap sekali: saya menolaknya!

Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung, insya Allah…

Walloohu a’lam bishshowaab. Salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...