—Saiful Islam—
“Kesurupan, itu caper. Cari perhatian…”
Tangkong, Banyuwangi. Terkenal ‘kota santet’. Kira-kira
7 kilo meter selatan pelabuhan Ketapang. Di sini lah saya menghabiskan masa
kecil hingga remaja, kira-kira sampai 17 tahun. Beberapa kali kalau saya sakit,
dengan cemas Mak saya bergumam, “Kesaaambet lare kaiii…” Anak ini
kesurupan atau kerasukan makhluk halus jahat. Dibawalah saya ke para normal (gak
normal, hehe) terdekat. Dukun. Mak saya itu, dan masyarakat sekitar
menyebutnya, “wong pinter” alias orang pintar. “Weroh barang alus,”
tahu makhluk halus.
Kesurupan ini didefinisikan oleh KBBI sebagai
kemasukan (setan, roh) sehingga bertindak yang aneh-aneh. Atau kerasukan yang
diartikan kemasukan roh jahat dan sebagainya. Agaknya referensi KBBI ini adalah
dugaan atau opini umum yang diyakini masyarakat. Menggambarkan fenomena
seseorang yang berkata dan bertingkah tidak lumrah secara tidak sadar. Kehilangan
kontrol pada dirinya sendiri. Contoh mudahnya seperti kuda lumping. “Jaranan”.
Kesurupan itu memang nggak ada kaitannya dengan
‘makhluk halus’. Medis menyebut fenomena kesurupan ini dengan istilah Dissosiative
Trance Disorder (DTD). Alias gangguan disosiatif. Yaitu termasuk dari gangguan
psikologis (kejiwaan), dimana penderitanya tidak mampu mengendalikan pikiran
dan perilakunya. Jadi, kesurupan ini adalah gangguan kejiwaan. Alias penyakit!
Ada yang mengistilahkan kesurupan ini dengan
trans disosiatif. Yaitu perubahan dalam kesadaran yang bersifat temporer atau
hilangnya perasaan identitas diri tanpa kemunculan identitas baru. Ada juga
yang mengistilahkan trance possession dissosiative. Yakni, perubahan
kesadaran yang dicirikan dengan penggantian identitas personal yang selama ini
dengan identitas baru.
Pada dasarnya, kesurupan merupakan sebuah
kondisi neuropsikologis yang melibatkan beberapa sirkuit di otak. Ilmu
kedokteran menganggap kesurupan ini sebagai sebuah keadaan patologis. Yakni sebuah
kondisi yang menimbulkan efek nefatif atau mengganggu. Sekali lagi, penyakit.
Kesurupan ini seperti kondisi terhipnotis. Yaitu
amygdala (bagian otak yang menyimpan memori emosional) membajak sistem limbik
otak. Sehingga hippocampus tidak bekerja dengan baik. Ingat, hippocampus adalah
wilayah penyimpanan memori rasional. Nah, orang kesurupan ini ditandai dengan
mulai malasnya bagian rasional otak teresebut untuk bekerja. Akibatnya, filter
logikanya lumpuh.
Neurosains terkini memang mendapati kesurupan
itu sebagai akibat konflik temporer (sementara) beberapa sirkuit otak emosi
yang dimenangkan nucleus accumbent di amygdala itu.
Gejala orang yang terjangkit penyakit ini
adalah bertindak nyeleneh dan lepas kontrol. Hilang kesadaran terhadap
lingkungan sekitarnya dan tidak sadar pada dirinya sendiri. Juga sulit
membedakan antara kenyataan dan fantasi pada waktu bersamaan. Selain itu, nada
suaranya berubah. Susah berkonsentrasi, sampai hilang ingatan.
Baik religius maupun tidak, setiap orang
berpotensi mengalami kesurupan atau DTD ini. Penyakit itu telah menyebar luas
di seluruh dunia. Ada penelitian yang menunjukkan bahwa kasus kesurupan ini
banyak ditemukan sejak taun 1988 di negara-negara Asia, Afrika, Amerika, dan
Eropa.
Pada dasarnya, kesurupan itu dipengaruhi beberapa
faktor. Seperti faktor sosial, spiritual, psikologis, dan lain-lain. Penyebab
utama kesurupan ini adalah stres sosial dan mental yang ditekan ke alam bawah
sadar sehingga mempengaruhi kondisi emosional. Apalagi jika stres sosial dan
mental itu terjadi bertahun-tahun.
Tekanan sosial dan mental itu, misalnya seperti
pengangguran, upah kecil, ketidakadilan, banjir, tsunami, gizi buruk,
kesenjangan yang sangat kontras, frustasi dan kegagalan yang disikapi secara
salah dan lain semisalnya.
Sebuah pendapat menyatakan bahwa kesurupan ini
adalah sebuah kondisi psikologis yang merupakan cara mendapatkan keuntungan
untuk lepas dari tekanan mental yang tak disadari. Dalam kondisi kesurupan itu,
penderita memang bisa melakukan gerakan-gerakan yang terjadi secara otomatis,
tidak ada beban mental, dan muncul dengan bebas.
Sesaat setelah kesurupan, biasanya fisik orang
yang bersangkutan merasa lelah. Namun mental mereka mendapat kepuasan. Akibat dari
melepas hormon oksitosin.
Selain kepuasan mental karena banjirnya hormon
oksitosin dalam sirkuit-sirkuit tertentu di otaknya itu, pelaku kesurupan
mendapatkan keuntungan yang lain. Yaitu diperhatikan orang. Inilah alasan,
mengapa kesurupan tidak pernah terjadi pada saat orang sedang sendirian di
kamar. Selalu terjadi di depan orang lain. Mencari perhatian.
Pendapat yang lain menyebut bahwa kesurupan
adalah sebuah bentuk mekanisme pembelaan ego. Tindakan ini merupakan cara lari
dari masalah dan mengurangi stres sementara waktu.
Begitu dulu. Bersambung, insya Allah…
Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar