Selasa, 09 Juli 2019

SALAH KAPRAH KESURUPAN


—Saiful Islam—

“Kesurupan, itu caper. Cari perhatian…”

Tangkong, Banyuwangi. Terkenal ‘kota santet’. Kira-kira 7 kilo meter selatan pelabuhan Ketapang. Di sini lah saya menghabiskan masa kecil hingga remaja, kira-kira sampai 17 tahun. Beberapa kali kalau saya sakit, dengan cemas Mak saya bergumam, “Kesaaambet lare kaiii…” Anak ini kesurupan atau kerasukan makhluk halus jahat. Dibawalah saya ke para normal (gak normal, hehe) terdekat. Dukun. Mak saya itu, dan masyarakat sekitar menyebutnya, “wong pinter” alias orang pintar. “Weroh barang alus,” tahu makhluk halus.

Kesurupan ini didefinisikan oleh KBBI sebagai kemasukan (setan, roh) sehingga bertindak yang aneh-aneh. Atau kerasukan yang diartikan kemasukan roh jahat dan sebagainya. Agaknya referensi KBBI ini adalah dugaan atau opini umum yang diyakini masyarakat. Menggambarkan fenomena seseorang yang berkata dan bertingkah tidak lumrah secara tidak sadar. Kehilangan kontrol pada dirinya sendiri. Contoh mudahnya seperti kuda lumping. “Jaranan”.

Kesurupan itu memang nggak ada kaitannya dengan ‘makhluk halus’. Medis menyebut fenomena kesurupan ini dengan istilah Dissosiative Trance Disorder (DTD). Alias gangguan disosiatif. Yaitu termasuk dari gangguan psikologis (kejiwaan), dimana penderitanya tidak mampu mengendalikan pikiran dan perilakunya. Jadi, kesurupan ini adalah gangguan kejiwaan. Alias penyakit!

Ada yang mengistilahkan kesurupan ini dengan trans disosiatif. Yaitu perubahan dalam kesadaran yang bersifat temporer atau hilangnya perasaan identitas diri tanpa kemunculan identitas baru. Ada juga yang mengistilahkan trance possession dissosiative. Yakni, perubahan kesadaran yang dicirikan dengan penggantian identitas personal yang selama ini dengan identitas baru.

Pada dasarnya, kesurupan merupakan sebuah kondisi neuropsikologis yang melibatkan beberapa sirkuit di otak. Ilmu kedokteran menganggap kesurupan ini sebagai sebuah keadaan patologis. Yakni sebuah kondisi yang menimbulkan efek nefatif atau mengganggu. Sekali lagi, penyakit.

Kesurupan ini seperti kondisi terhipnotis. Yaitu amygdala (bagian otak yang menyimpan memori emosional) membajak sistem limbik otak. Sehingga hippocampus tidak bekerja dengan baik. Ingat, hippocampus adalah wilayah penyimpanan memori rasional. Nah, orang kesurupan ini ditandai dengan mulai malasnya bagian rasional otak teresebut untuk bekerja. Akibatnya, filter logikanya lumpuh.

Neurosains terkini memang mendapati kesurupan itu sebagai akibat konflik temporer (sementara) beberapa sirkuit otak emosi yang dimenangkan nucleus accumbent di amygdala itu.

Gejala orang yang terjangkit penyakit ini adalah bertindak nyeleneh dan lepas kontrol. Hilang kesadaran terhadap lingkungan sekitarnya dan tidak sadar pada dirinya sendiri. Juga sulit membedakan antara kenyataan dan fantasi pada waktu bersamaan. Selain itu, nada suaranya berubah. Susah berkonsentrasi, sampai hilang ingatan.

Baik religius maupun tidak, setiap orang berpotensi mengalami kesurupan atau DTD ini. Penyakit itu telah menyebar luas di seluruh dunia. Ada penelitian yang menunjukkan bahwa kasus kesurupan ini banyak ditemukan sejak taun 1988 di negara-negara Asia, Afrika, Amerika, dan Eropa.

Pada dasarnya, kesurupan itu dipengaruhi beberapa faktor. Seperti faktor sosial, spiritual, psikologis, dan lain-lain. Penyebab utama kesurupan ini adalah stres sosial dan mental yang ditekan ke alam bawah sadar sehingga mempengaruhi kondisi emosional. Apalagi jika stres sosial dan mental itu terjadi bertahun-tahun.

Tekanan sosial dan mental itu, misalnya seperti pengangguran, upah kecil, ketidakadilan, banjir, tsunami, gizi buruk, kesenjangan yang sangat kontras, frustasi dan kegagalan yang disikapi secara salah dan lain semisalnya.

Sebuah pendapat menyatakan bahwa kesurupan ini adalah sebuah kondisi psikologis yang merupakan cara mendapatkan keuntungan untuk lepas dari tekanan mental yang tak disadari. Dalam kondisi kesurupan itu, penderita memang bisa melakukan gerakan-gerakan yang terjadi secara otomatis, tidak ada beban mental, dan muncul dengan bebas.

Sesaat setelah kesurupan, biasanya fisik orang yang bersangkutan merasa lelah. Namun mental mereka mendapat kepuasan. Akibat dari melepas hormon oksitosin.

Selain kepuasan mental karena banjirnya hormon oksitosin dalam sirkuit-sirkuit tertentu di otaknya itu, pelaku kesurupan mendapatkan keuntungan yang lain. Yaitu diperhatikan orang. Inilah alasan, mengapa kesurupan tidak pernah terjadi pada saat orang sedang sendirian di kamar. Selalu terjadi di depan orang lain. Mencari perhatian.

Pendapat yang lain menyebut bahwa kesurupan adalah sebuah bentuk mekanisme pembelaan ego. Tindakan ini merupakan cara lari dari masalah dan mengurangi stres sementara waktu.

Begitu dulu. Bersambung, insya Allah…

Salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...