Selasa, 23 Juli 2019

MENGRITISI SANAD HADIS SIHIR


—Saiful Islam—

“Ingat. Mengritisi Hadis itu TIDAK sama dengan mengritik Nabi…”

Pernah seorang kawan ketika berdiskusi dengan saya nyeletuk, “Urusan menshahihkan atau mendhaifkan Hadis, itu bukan kapasitas kita lah..”

Wajar. Kawan satu ini tidak kuliah Tafsir Hadis. Kalau kalian belajar Tafsir Hadis di Fakultas Ushuluddin di UINSA misalnya, kalian akan dilatih (ya pelatihan—workshop) mentrakhrij Hadis. Kira-kira satu semester (6 bulan). Yaitu latihan ‘menilai sendiri’ kualitas sanad bahkan matan sebuah Hadis dari jalan referensi yang benar dan ilmiah. Saya beri tanda kutip, sebenarnya tetap saja kita mesti merujuk pendapat ulama’. Dan itu gampang! Ya, kritik sanad Hadis itu mudah!! (Sssttt… kalau butuh workshop bisa hubungi saya. Hehe). Seperti yang akan saya tunjukkan langsung berikut ini!!!

Baiklah. Kita akan mulai dari redaksi Hadis sebagai fokus yang akan kita kaji. Berkut ini.

حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى ، أَخْبَرَنَا عِيسَى ، عَنْ هِشَامٍ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا ، قَالَتْ : سُحِرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَقَالَ اللَّيْثُ : كَتَبَ إِلَيَّ هِشَامٌ أَنَّهُ سَمِعَهُ وَوَعَاهُ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ عَائِشَةَ ، قَالَتْ : سُحِرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى كَانَ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهُ يَفْعَلُ الشَّيْءَ ، وَمَا يَفْعَلُهُ حَتَّى كَانَ ذَاتَ يَوْمٍ دَعَا وَدَعَا ، ثُمَّ قَالَأَشَعَرْتِ أَنَّ اللَّهَ أَفْتَانِي فِيمَا فِيهِ شِفَائِي أَتَانِي رَجُلَانِ فَقَعَدَ أَحَدُهُمَا عِنْدَ رَأْسِي وَالْآخَرُ عِنْدَ رِجْلَيَّ ، فَقَالَ : أَحَدُهُمَا لِلْآخَرِ مَا وَجَعُ الرَّجُلِ ، قَالَ : مَطْبُوبٌ ، قَالَ : وَمَنْ طَبَّهُ ، قَالَ : لَبِيدُ بْنُ الْأَعْصَمِ ، قَالَ : فِيمَا ذَا ، قَالَ : فِي مُشُطٍ وَمُشَاقَةٍ وَجُفِّ طَلْعَةٍ ذَكَرٍ ، قَالَ : فَأَيْنَ هُوَ ؟ ، قَالَ : فِي بِئْرِ ذَرْوَانَ فَخَرَجَ إِلَيْهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، ثُمَّ رَجَعَ ، فَقَالَ : " لِعَائِشَةَ حِينَ رَجَعَ نَخْلُهَا كَأَنَّهُ رُءُوسُ الشَّيَاطِينِ ، فَقُلْتُ : اسْتَخْرَجْتَهُ ، فَقَالَ : لَا أَمَّا أَنَا فَقَدْ شَفَانِي اللَّهُ وَخَشِيتُ أَنْ يُثِيرَ ذَلِكَ عَلَى النَّاسِ شَرًّا ، ثُمَّ دُفِنَتِ الْبِئْرُ "

Berikut ini kurang lebih terjemahnya.

Telah menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Musa. Telah mengabarkan kepada kami, ‘Isa dari Hisyam dari bapaknya dari ‘Aisyah ra. berkata, “Nabi SAW telah disihir.” Dan Al-Layts berkata, “Hisyam menulis surat kepadaku bahwa dia mendengarnya, dia anggap dari bapaknya, dari ‘Aisyah ra. berkata: ‘Nabi SAW telah disihir. Hingga terbayang oleh beliau seolah-olah berbuat sesuatu padahal tidak. Hingga pada suatu hari beliau memanggil-manggil kemudian berkata: "Apakah kamu menyadari bahwa Allah telah memutuskan tentang kesembuhanku?. Telah datang kepadaku dua orang, satu diantaranya duduk dekat kepalaku dan yang satu lagi duduk di dekat kakiku. Yang satu bertanya kepada yang lainnya; "Sakit apa orang ini?"

Yang lain menjawab; "Kena sihir". Yang satu bertanya lagi; "Siapa yang menyihirnya?". Yang lain menjawab; "Labid bin Al A'sham". Yang satu bertanya lagi; "Dengan cara apa?". DIjawab; "Dengan cara melalui sisir, rambut yang rontok saat disisir dan putik kembang kurma jantan". Yang satu bertanya lagi; "Sekarang sihir itu diletakkan dimana?". Yang lain menjawab; "Di sumur Dzarwan". Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pergi mendatangi tempat tersebut kemudian kembali dan berkata kepada 'Aisyah setelah kembali; "Putik kurmanya bagaikan kepala-kepala setan". Aku bertanya; "Apakah telah baginda keluarkan?". Beliau berkata: "Tidak, karena Allah telah menyembuhkan aku. Namun aku khawatir bekasnya itu dapat mempengaruhi manusia maka sumur itu aku urug (timbun) ".

Jika menggunakan aplikasi Ensiklopedi Hadis Kitab 9 Imam, Hadis Bukhari No.3028 ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah No.3535. Untuk mudahnya, sebenarnya dari aplikasi ini kita langsung tahu kualitas sanadnya (rangkaian orang-orang yang meriwayatkan Hadis tersebut). Ingat ya, sanad-nya! Yang versi Bukhari disebut berkualitas sahih menurut Ijma’ Ulama. Sedangkan yang versi Ibnu Majah tertulis sahih menurut Muhammad Nashiruddin Al Albani.

Namun bagi yang tidak gampang puas (seperti saya, hehehe) bisa ‘mengritisinya sendiri’. Melihat langsung setiap perawi Hadisnya. Biografinya. Sampai penilaian ulama terhadap kualitas kepribadiannya maupun kecerdasan dan daya ingatnya. Secara manual, kalian bisa menggunakan buku Tahdzib al-Tahdzib, Tahdzib al-Kamal, dan lain-lain. Versi digital, bisa merujuk Maktabah al-Syamilah, Islamweb.net, dan lain-lain.

Mari kita perhatikan sanad Hadis Bukhari ini sekali lagi. Yaitu Bukhari dari Ibrahim bin Musa, dari ‘Isa, dari Hisyam, dari bapaknya (‘Urwah bin al-Zubayr), dari ‘Aisyah, dari Nabi SAW. Untuk Imam Bukhari dan Bunda ‘Aisyah tidak perlu ditinjau lebih jauh. Kita telah sepakat tentang kualitas dan kredibilitasnya.

Saya menggunakan versi digital Islamweb.net. Pertama adalah Ibrahim bin Musa. Adalah guru Imam Bukhari, al-Thabariy, al-Nasa’iy, dan lain-lain. Nama lengkapnya adalah Ibrahim bin Musa bin Yazid bin Zadzan. Terkenal dengan nama Ibrahim bin Musa al-Tamimiy. Tidak diketahui tahun wafatnya. Abu Hatim al-Raziy, Abu Zar’ah al-Raziy, al-Hakim al-Naysaburiy, Abu Ya’la al-Khaliliy, Ahmad bin Hambal, Ibnu Hajar al-Astsqolaniy, Al-Dzahabiy dan lain-lain, rata-rata ulama menilainya tsiqah (adil dan dhabith: akhlaknya baik dan kuat hafalannya).

Kedua, adalah ‘Isa. Nama lengkapnya, ‘Isa bin Yunus bin ‘Amr bin ‘Abdillah. Umum dikenal sebagai ‘Isa bin Yunus al-Sabi’iy. Wafat pada tahun 187 Hijriyah. Beliau memang adalah guru dari rawi sebelumnya itu, Ibrahim bin Musa bin Yazid bin Zadzan. Ahmad bin Hambal, Al-Nasa’iy, Ibnu Hajar al-‘Asqolaniy, Al-Dzahabiy dan lain-lain, rata-rata ulama menilainya tsiqah.

Rawi berikutnya adalah Hisyam. Mempunyai nama lengkap Hisyam bin ‘Urwah bin al-Zubayr bin al-‘Awam bin Khuwaylid bin Asad bin ‘Abd al-‘Uza bin Qushay bin Kilab. Terkenal dengan sebutan Hisyam bin ‘Urwah al-Asadiy. Wafat di Baghdad pada tahun 145 Hijriyah. Beliau adalah memang guru dari ‘Isa bin Yunus bin ‘Amr bin ‘Abdillah (rawi sebelumnya). Rata-rata ulama seperti Ibnu Hajar al-‘Asqolaniy, Abu Hatim al-Raziy, Ibnu Shalih al-Jiliy, Al-Dzahabiy dan lain-lain, menilai Hisyam ini sebagai pribadi yang tsiqah.

Rawi berikutnya adalah bapaknya Hisyam. Yakni yang bernama lengkap ‘Urwah bin al-Zubayr bin al-‘Awam bin Khuwaylid bin Asad bin ‘Abd al-‘Uza bin Qushay bin Kilab. Dia terkenal dengan nama ‘Urwah bin al-Zubayr al-Asadiy. Wafat pada tahun 94 Hijriyah. Rawi sebelumnya, yakni Hisyam, selain anaknya juga adalah muridnya. Ahmad bin Shalih al-Jiliy, Ibnu Hajar al-‘Atsqolaniy, Ibnu Syihab al-Zuhriy, dan Muhammad bin Sa’ad Katib al-Waqidiy, rata-rata memberi predikat rawi ini sebagai pribadi yang tsiqah.

Dengan kritik sanad lansgsung seperti saya tunjukkan di atas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa sanad Hadis sihir ini sahih. Ya, sahih. Sudah? Oh, belum. Belajar Ulumul Hadis itu, meninjau Hadis tidak cukup dari sisi sanadnya saja. Masih ada lagi, sisi matannya. Analisis dari sisi redaksi Hadis tersebut. Insya Allah di depan.

Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung, insya Allah…

Walloohu a’lam bishshowaab. Salam


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...