—Saiful Islam—
“Ingat. Mengritisi Hadis itu TIDAK
sama dengan mengritik Nabi…”
Pernah seorang kawan ketika
berdiskusi dengan saya nyeletuk, “Urusan menshahihkan atau mendhaifkan Hadis,
itu bukan kapasitas kita lah..”
Wajar. Kawan satu ini tidak kuliah
Tafsir Hadis. Kalau kalian belajar Tafsir Hadis di Fakultas Ushuluddin di UINSA
misalnya, kalian akan dilatih (ya pelatihan—workshop) mentrakhrij Hadis.
Kira-kira satu semester (6 bulan). Yaitu latihan ‘menilai sendiri’ kualitas sanad
bahkan matan sebuah Hadis dari jalan referensi yang benar dan ilmiah. Saya beri
tanda kutip, sebenarnya tetap saja kita mesti merujuk pendapat ulama’. Dan itu
gampang! Ya, kritik sanad Hadis itu mudah!! (Sssttt… kalau butuh workshop bisa
hubungi saya. Hehe). Seperti yang akan saya tunjukkan langsung berikut ini!!!
Baiklah. Kita akan mulai dari redaksi
Hadis sebagai fokus yang akan kita kaji. Berkut ini.
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى ، أَخْبَرَنَا عِيسَى ، عَنْ هِشَامٍ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهَا ، قَالَتْ : سُحِرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
، وَقَالَ اللَّيْثُ : كَتَبَ
إِلَيَّ هِشَامٌ أَنَّهُ
سَمِعَهُ وَوَعَاهُ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ عَائِشَةَ ، قَالَتْ : سُحِرَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى كَانَ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهُ يَفْعَلُ
الشَّيْءَ ، وَمَا يَفْعَلُهُ حَتَّى كَانَ ذَاتَ يَوْمٍ دَعَا وَدَعَا ، ثُمَّ
قَالَ : أَشَعَرْتِ
أَنَّ اللَّهَ أَفْتَانِي فِيمَا فِيهِ شِفَائِي أَتَانِي رَجُلَانِ فَقَعَدَ
أَحَدُهُمَا عِنْدَ رَأْسِي وَالْآخَرُ عِنْدَ رِجْلَيَّ ، فَقَالَ : أَحَدُهُمَا
لِلْآخَرِ مَا وَجَعُ الرَّجُلِ ، قَالَ : مَطْبُوبٌ ، قَالَ : وَمَنْ طَبَّهُ ،
قَالَ : لَبِيدُ بْنُ الْأَعْصَمِ ، قَالَ : فِيمَا ذَا ، قَالَ : فِي مُشُطٍ
وَمُشَاقَةٍ وَجُفِّ طَلْعَةٍ ذَكَرٍ ، قَالَ : فَأَيْنَ هُوَ ؟ ، قَالَ : فِي
بِئْرِ ذَرْوَانَ فَخَرَجَ إِلَيْهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ ، ثُمَّ رَجَعَ ، فَقَالَ : " لِعَائِشَةَ حِينَ رَجَعَ نَخْلُهَا
كَأَنَّهُ رُءُوسُ الشَّيَاطِينِ ، فَقُلْتُ : اسْتَخْرَجْتَهُ ، فَقَالَ : لَا
أَمَّا أَنَا فَقَدْ شَفَانِي اللَّهُ وَخَشِيتُ أَنْ يُثِيرَ ذَلِكَ عَلَى
النَّاسِ شَرًّا ، ثُمَّ دُفِنَتِ الْبِئْرُ "
Berikut ini kurang lebih
terjemahnya.
Telah menceritakan kepada kami,
Ibrahim bin Musa. Telah mengabarkan kepada kami, ‘Isa dari Hisyam dari bapaknya
dari ‘Aisyah ra. berkata, “Nabi SAW telah disihir.” Dan Al-Layts berkata, “Hisyam
menulis surat kepadaku bahwa dia mendengarnya, dia anggap dari bapaknya, dari ‘Aisyah
ra. berkata: ‘Nabi SAW telah disihir. Hingga terbayang oleh beliau seolah-olah
berbuat sesuatu padahal tidak. Hingga pada suatu hari beliau memanggil-manggil
kemudian berkata: "Apakah kamu menyadari bahwa Allah telah memutuskan
tentang kesembuhanku?. Telah datang kepadaku dua orang, satu diantaranya duduk
dekat kepalaku dan yang satu lagi duduk di dekat kakiku. Yang satu bertanya
kepada yang lainnya; "Sakit apa orang ini?"
Yang lain menjawab; "Kena
sihir". Yang satu bertanya lagi; "Siapa yang menyihirnya?". Yang
lain menjawab; "Labid bin Al A'sham". Yang satu bertanya lagi;
"Dengan cara apa?". DIjawab; "Dengan cara melalui sisir, rambut
yang rontok saat disisir dan putik kembang kurma jantan". Yang satu
bertanya lagi; "Sekarang sihir itu diletakkan dimana?". Yang lain
menjawab; "Di sumur Dzarwan". Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
pergi mendatangi tempat tersebut kemudian kembali dan berkata kepada 'Aisyah
setelah kembali; "Putik kurmanya bagaikan kepala-kepala setan". Aku
bertanya; "Apakah telah baginda keluarkan?". Beliau berkata:
"Tidak, karena Allah telah menyembuhkan aku. Namun aku khawatir bekasnya
itu dapat mempengaruhi manusia maka sumur itu aku urug (timbun) ".
Jika menggunakan aplikasi
Ensiklopedi Hadis Kitab 9 Imam, Hadis Bukhari No.3028 ini juga diriwayatkan
oleh Ibnu Majah No.3535. Untuk mudahnya, sebenarnya dari aplikasi ini kita
langsung tahu kualitas sanadnya (rangkaian orang-orang yang meriwayatkan Hadis
tersebut). Ingat ya, sanad-nya! Yang versi Bukhari disebut berkualitas sahih
menurut Ijma’ Ulama. Sedangkan yang versi Ibnu Majah tertulis sahih menurut
Muhammad Nashiruddin Al Albani.
Namun bagi yang tidak gampang puas
(seperti saya, hehehe) bisa ‘mengritisinya sendiri’. Melihat langsung setiap
perawi Hadisnya. Biografinya. Sampai penilaian ulama terhadap kualitas
kepribadiannya maupun kecerdasan dan daya ingatnya. Secara manual, kalian bisa
menggunakan buku Tahdzib al-Tahdzib, Tahdzib al-Kamal, dan
lain-lain. Versi digital, bisa merujuk Maktabah al-Syamilah, Islamweb.net, dan
lain-lain.
Mari kita perhatikan sanad Hadis
Bukhari ini sekali lagi. Yaitu Bukhari dari Ibrahim bin Musa, dari ‘Isa, dari
Hisyam, dari bapaknya (‘Urwah bin al-Zubayr), dari ‘Aisyah, dari Nabi SAW.
Untuk Imam Bukhari dan Bunda ‘Aisyah tidak perlu ditinjau lebih jauh. Kita telah
sepakat tentang kualitas dan kredibilitasnya.
Saya menggunakan versi digital
Islamweb.net. Pertama adalah Ibrahim bin Musa. Adalah guru Imam Bukhari,
al-Thabariy, al-Nasa’iy, dan lain-lain. Nama lengkapnya adalah Ibrahim bin Musa
bin Yazid bin Zadzan. Terkenal dengan nama Ibrahim bin Musa al-Tamimiy. Tidak diketahui
tahun wafatnya. Abu Hatim al-Raziy, Abu Zar’ah al-Raziy, al-Hakim
al-Naysaburiy, Abu Ya’la al-Khaliliy, Ahmad bin Hambal, Ibnu Hajar
al-Astsqolaniy, Al-Dzahabiy dan lain-lain, rata-rata ulama menilainya tsiqah (adil
dan dhabith: akhlaknya baik dan kuat hafalannya).
Kedua, adalah ‘Isa. Nama
lengkapnya, ‘Isa bin Yunus bin ‘Amr bin ‘Abdillah. Umum dikenal sebagai ‘Isa
bin Yunus al-Sabi’iy. Wafat pada tahun 187 Hijriyah. Beliau memang adalah guru
dari rawi sebelumnya itu, Ibrahim bin Musa bin Yazid bin Zadzan. Ahmad bin
Hambal, Al-Nasa’iy, Ibnu Hajar al-‘Asqolaniy, Al-Dzahabiy dan lain-lain,
rata-rata ulama menilainya tsiqah.
Rawi berikutnya adalah Hisyam. Mempunyai
nama lengkap Hisyam bin ‘Urwah bin al-Zubayr bin al-‘Awam bin Khuwaylid bin
Asad bin ‘Abd al-‘Uza bin Qushay bin Kilab. Terkenal dengan sebutan Hisyam bin ‘Urwah
al-Asadiy. Wafat di Baghdad pada tahun 145 Hijriyah. Beliau adalah memang guru
dari ‘Isa bin Yunus bin ‘Amr bin ‘Abdillah (rawi sebelumnya). Rata-rata ulama
seperti Ibnu Hajar al-‘Asqolaniy, Abu Hatim al-Raziy, Ibnu Shalih al-Jiliy,
Al-Dzahabiy dan lain-lain, menilai Hisyam ini sebagai pribadi yang tsiqah.
Rawi berikutnya adalah bapaknya
Hisyam. Yakni yang bernama lengkap ‘Urwah bin al-Zubayr bin al-‘Awam bin
Khuwaylid bin Asad bin ‘Abd al-‘Uza bin Qushay bin Kilab. Dia terkenal dengan
nama ‘Urwah bin al-Zubayr al-Asadiy. Wafat pada tahun 94 Hijriyah. Rawi
sebelumnya, yakni Hisyam, selain anaknya juga adalah muridnya. Ahmad bin Shalih
al-Jiliy, Ibnu Hajar al-‘Atsqolaniy, Ibnu Syihab al-Zuhriy, dan Muhammad bin Sa’ad
Katib al-Waqidiy, rata-rata memberi predikat rawi ini sebagai pribadi yang
tsiqah.
Dengan kritik sanad lansgsung
seperti saya tunjukkan di atas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa sanad
Hadis sihir ini sahih. Ya, sahih. Sudah? Oh, belum. Belajar Ulumul Hadis itu,
meninjau Hadis tidak cukup dari sisi sanadnya saja. Masih ada lagi, sisi
matannya. Analisis dari sisi redaksi Hadis tersebut. Insya Allah di depan.
Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung,
insya Allah…
Walloohu a’lam bishshowaab. Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar