Jumat, 12 Juli 2019

MISUNDERSTANDING AYAT KESURUPAN


            —Saiful Islam—

            “Terjemah kemasukan, kerasukan, kesurupan, itu ternyata sesat…Hehe”

Suatu hari saya shalat Jum’at di sebuah masjid yang indah. Saat mendengarkan khutbah, sang khatib mengutip ayat di bawah ini. Dan ternyata ayat itu diterjemahkan dengan kesurupan. Yakni Jin atau setan masuk ke dalam diri seseorang, lantas mengendalikan kesadarannya. Kemudian orang yang bersangkutan menjadi lupa diri. Benarkah demikian? Berikut saya kutipkan ayatnya.

QS. Al-Baqarah[2]: 275
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan). Dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.

Kita akan fokuskan pada kalimat yatakhobbathuhu al-syaythoon min al-mass yang diterjemahkan di atas, “kemasukan setan lantaran penyakit gila”. Terjemah itu ambigu. Orang sempoyongan (sebab makan riba) itu karena kemasukan setan? Ataukah karena penyakit gila? Jika mengikuti terjemahan ini, jelas sekali bahwa kemasukan setannya itu hanya permisalan: Seperti kemasukan setan. Hanya seperti. Sebabnya? Karena penyakit gila. Jadi jelas, karena penyakit gila!

Sayangnya, kebanyakan kita malah fokus sebabnya itu kemasukan setannya. Menurut saya, totally wrong. Salah total. Disamping itu, redaksi ayatnya tidak ada kata kemasukan. Kerasukan. Atau kesurupan. Terjemah kemasukan atau kesurupan itu, jelas sekali dipaksakan. Untuk membenarkan dugaannya yang keliru (zhann) bahwa setan itu sosok yang bisa masuk dalam diri manusia, sehingga membuat seseorang menjadi tidak sadar diri sampai menjadi gila.

Kata yang diterjemahkan kemasukan atau kesurupan adalah yatakhobbathu. Padahal dari kamus yang kecil saja, kita langsung tahu bahwa kata ini berarti memukul dengan keras. Bukan kemasukan! Arti-arti yang lain seperti menimpakan sesuatu yang menyakitkan atau membahayakan; terserang penyakit salesma atau flu; bertindak dengan tanpa petunjuk alias serampangan atau ngawur; sakit seperti gila; dan lain-lain. Baca misalnya Kamus Al-Munawwir. Sekali lagi, tidak ada arti kemasukan! Tidak ada arti kerasukan! Tidak ada arti kesurupan!!!

Ayat itu sebaiknya diterjemahkan cukup begini: Seperti orang yang terserang setan. Yaitu penyakit gila…

Ingat, di awal sudah kita ceritakan. Arti asalnya, setan itu adalah yang berjauhan. Atau yang jauh. Jauh dari apa? Jauh dari kebenaran. Jauh dari rahmat Allah. Jauh dari surga. Jauh dari kekuatan. Jauh dari kecerdasan dan kepintaran. Jauh dari kekayaan (seperti penyair Arab berkata, “Tidak ada malam-malamnya orang fakir itu kecuali setan”). Jauh dari semangat belajar dan bekerja. Intinya jauh dari kebaikan-kebaikan, seperti malas; iri; sombong; dengki; zalim; curang; khawatir, takut, menunda-nunda, bakhil, lemah, dan ragu-ragu untuk kebaikan, dan lain seterusnya. Termasuk jauh dari kesehatan!

Ingat pula. Bahwa setan itu kata sifat. Tidak ada satu ayat pun yang menyebut bahwa setan itu sosok. Qur’an tidak pernah menyebut material setan. Setan memang adalah sifat yang masuk dalam sosok. Yang mengatakan setan itu makhluk terbuat dari api dengan dasar QS.55:15, itu lemah. Yang terbuat dari api itu jin. Bukan setan. Setan adalah sifat merusak yang sudah diaktualisasikan baik oleh manusia al-ins, manusia al-jinn, hewan (termasuk virus), dan seterusnya.

“Loh. Kok setan artinya gila?”

Jelas sekali di redaksi ayat itu bahwa orang yang makan riba itu seperti terserang setan, yakni peyakit gila. Yatakhobbathuhu al-syaythoon min al-mass. Kata massun berarti junuun. Yakni gila. Nah, gila itu memang bagian dari setan. Yaitu yang menjauhkan seseorang dari sehat (baca lagi pengertian setan di atas). Jadi kalau kita sedikit perjelas terjemah ayat di atas adalah begini: hidup orang yang makan riba itu akan seperti orang gila. Yakni kacau hatinya, semrawut akalnya, akan berantakan hidupnya.

Gambaran paling sederhana dari orang gila itu, ia bersikap dan bertindak tanpa kontrol. Karena kendali utama dirinya, yakni akalnya, rusak. Karena pemahaman salah yang kemudian diyakini. Dalam waktu yang lama. Potensi akalnya yang merupakan nikmat Allah yang luar biasa, itu disia-siakan. Hanya mengikuti dugaan dan persangkaan belaka, yang menurut Allah dugaan itu tidak akan bisa sampai pada kebenaran. Bahkan dugaan itu bisa menjadi dosa.

QS. Al-A’raf[7]: 179
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah). Mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah). Mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.

Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung, inysa Allah…

Salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...