—Saiful Islam—
“Terjemah
kemasukan, kerasukan, kesurupan, itu ternyata sesat…Hehe”
Suatu hari saya shalat Jum’at di
sebuah masjid yang indah. Saat mendengarkan khutbah, sang khatib mengutip ayat
di bawah ini. Dan ternyata ayat itu diterjemahkan dengan kesurupan. Yakni Jin
atau setan masuk ke dalam diri seseorang, lantas mengendalikan kesadarannya. Kemudian
orang yang bersangkutan menjadi lupa diri. Benarkah demikian? Berikut saya
kutipkan ayatnya.
QS. Al-Baqarah[2]: 275
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ
الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ
مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ
مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ
وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ
مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ
ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Orang-orang yang makan (mengambil)
riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan
setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu,
adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama
dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus
berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum
datang larangan). Dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali
(mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka. Mereka kekal
di dalamnya.
Kita akan fokuskan pada kalimat yatakhobbathuhu
al-syaythoon min al-mass yang diterjemahkan di atas, “kemasukan setan
lantaran penyakit gila”. Terjemah itu ambigu. Orang sempoyongan (sebab
makan riba) itu karena kemasukan setan? Ataukah karena penyakit gila? Jika
mengikuti terjemahan ini, jelas sekali bahwa kemasukan setannya itu hanya
permisalan: Seperti kemasukan setan. Hanya seperti. Sebabnya? Karena penyakit
gila. Jadi jelas, karena penyakit gila!
Sayangnya, kebanyakan kita malah
fokus sebabnya itu kemasukan setannya. Menurut saya, totally wrong. Salah
total. Disamping itu, redaksi ayatnya tidak ada kata kemasukan. Kerasukan. Atau
kesurupan. Terjemah kemasukan atau kesurupan itu, jelas sekali dipaksakan. Untuk
membenarkan dugaannya yang keliru (zhann) bahwa setan itu sosok yang
bisa masuk dalam diri manusia, sehingga membuat seseorang menjadi tidak sadar
diri sampai menjadi gila.
Kata yang diterjemahkan kemasukan atau
kesurupan adalah yatakhobbathu. Padahal dari kamus yang kecil saja, kita
langsung tahu bahwa kata ini berarti memukul dengan keras. Bukan kemasukan! Arti-arti
yang lain seperti menimpakan sesuatu yang menyakitkan atau membahayakan;
terserang penyakit salesma atau flu; bertindak dengan tanpa petunjuk alias
serampangan atau ngawur; sakit seperti gila; dan lain-lain. Baca
misalnya Kamus Al-Munawwir. Sekali lagi, tidak ada arti kemasukan! Tidak
ada arti kerasukan! Tidak ada arti kesurupan!!!
Ayat itu sebaiknya diterjemahkan
cukup begini: Seperti orang yang terserang setan. Yaitu penyakit gila…
Ingat, di awal sudah kita
ceritakan. Arti asalnya, setan itu adalah yang berjauhan. Atau yang jauh. Jauh
dari apa? Jauh dari kebenaran. Jauh dari rahmat Allah. Jauh dari surga. Jauh
dari kekuatan. Jauh dari kecerdasan dan kepintaran. Jauh dari kekayaan (seperti
penyair Arab berkata, “Tidak ada malam-malamnya orang fakir itu kecuali
setan”). Jauh dari semangat belajar dan bekerja. Intinya jauh dari
kebaikan-kebaikan, seperti malas; iri; sombong; dengki; zalim; curang;
khawatir, takut, menunda-nunda, bakhil, lemah, dan ragu-ragu untuk kebaikan,
dan lain seterusnya. Termasuk jauh dari kesehatan!
Ingat pula. Bahwa setan itu kata
sifat. Tidak ada satu ayat pun yang menyebut bahwa setan itu sosok. Qur’an
tidak pernah menyebut material setan. Setan memang adalah sifat yang masuk
dalam sosok. Yang mengatakan setan itu makhluk terbuat dari api dengan dasar
QS.55:15, itu lemah. Yang terbuat dari api itu jin. Bukan setan. Setan adalah
sifat merusak yang sudah diaktualisasikan baik oleh manusia al-ins,
manusia al-jinn, hewan (termasuk virus), dan seterusnya.
“Loh. Kok setan artinya gila?”
Jelas sekali di redaksi ayat itu
bahwa orang yang makan riba itu seperti terserang setan, yakni peyakit gila. Yatakhobbathuhu
al-syaythoon min al-mass. Kata massun berarti junuun. Yakni gila.
Nah, gila itu memang bagian dari setan. Yaitu yang menjauhkan seseorang dari
sehat (baca lagi pengertian setan di atas). Jadi kalau kita sedikit perjelas
terjemah ayat di atas adalah begini: hidup orang yang makan riba itu akan seperti
orang gila. Yakni kacau hatinya, semrawut akalnya, akan berantakan hidupnya.
Gambaran paling sederhana dari
orang gila itu, ia bersikap dan bertindak tanpa kontrol. Karena kendali utama
dirinya, yakni akalnya, rusak. Karena pemahaman salah yang kemudian diyakini. Dalam
waktu yang lama. Potensi akalnya yang merupakan nikmat Allah yang luar biasa,
itu disia-siakan. Hanya mengikuti dugaan dan persangkaan belaka, yang menurut
Allah dugaan itu tidak akan bisa sampai pada kebenaran. Bahkan dugaan itu bisa
menjadi dosa.
QS. Al-A’raf[7]: 179
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا
لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ
أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ
ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk
(isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati,
tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah). Mereka mempunyai
mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan
Allah). Mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar
(ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih
sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.
Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung,
inysa Allah…
Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar