Selama hidup di dunia, kita harus siap menerima manis dan getirnya
hidup. Enak dan tidak enaknya hidup di dunia dengan bentuk yang macam-macam.
Sangat tertipu orang hidup ini kalau hanya mengharapkan jalan mulus. Atau hanya
mengharapkan kesakitan terus. Mustahil hidup ini satu warna atau hitam putih
saja. Selama masih hidup di dunia, kita harus siap ikhlas, rela menjumpai dan
merasakan “pelangi”. Resep Alquran simpel untuk dipraktekkan. Manakakala getir
menyentuh seseorang, hendaklah mengucap innalillah wa inna ilaih
raji’un dan meresapinya dalam-dalam dalam qalbu dan tindakan. Dan ketika
manis menghampiri kita, ucap dan resapilah alhamdulillah.
Mau getir, mau manis, silahkan saja. Yang harus tetap kita lakukan
adalah selalu mendekat kepada Allah. Getir mendekat, manis pun mendekat kepada
Allah. Manis dan getir, itu sama saja kalau kita dekat dengan Allah, cinta
Allah dan selalu menganggap Allah itu baik apapun dan bagaimanapun keadaan
kita. Ya memang sebenarnya begitu. Akal kita pun bisa menyimpulkan sebenarnya
bahwa memang manis getir itu sama saja. Itu kan fakta saja. Tergantung kita
meresponnya. Getir dan manis itu memang ada dalam hidup di dunia ini. Kita
hanya berusaha menjauh dan getir agar merasakan manis. Tapi kalau pun toh
menyentuh juga dalam hidup kita, ya biarin aja.
Tidak ada getir terus dalam hidup ini. Pun tidak ada manis abadi di
dunia ini. Manis dan getir itu bumbu kehidupan. Yang terpenting respon kita
kepada keduanya. Ada loh orang yang sebenarnya getir dirasakan orang, tapi
dirinya sendiri merasa manis. Sebaliknya, rasanya manis, tapi bagi orang
tertentu itu malah jadi getir. Sekali lagi, itu tergantung pintar-pintar orang
itu mengolah kegetiran dan kemanisan dalam hatinya. Dan tentu saja kualitasnya
sangat bergantung kedekatannya dengan Allah.
Orang yang sudah terbiasa getir dalam hidupnya, dia akan biasa
saja. Pun orang yang terbiasa hidup dalam kemanisan, dia pun akan merasa biasa.
Getir dan manis akhirnya adalah hal-hal baru yang dirasakan seseorang. Apalagi
kalau kita saksikan dengan mata, ada keindahan yang nampaknya manis sekali. Ada
juga kegetiran yang nampaknya sakit sekali. Tapi ternyata orang itu merasakan
biasa saja. Dia sudah biasa.
Memang manusiawi, ada rasa getir saat masalah menyapa kita. Namun
jangan berlarut-larut dalam rasa sakit itu. Keep enthusiasm, keep fighting.
Tetaplah semangat. Bangkitlah lagi. Bahayanya, kalau Anda pas dirundung kalut,
galau berlarut-larut, iblis mudah masuk dalam hati Anda. Dia dan balatentaranya
akan membisikkan pesimistis dalam hidup Anda. Kalau Anda sedih, mereka akan
mudah menggelincirkan Anda. Diri Anda akan sangat lemah diberdayakan oleh iblis
dalam lembah kenistaan. Padahal Allah menjanjikan ampunan kepada Anda. Allah
menyuruh tetap spirit. Malaikat sudah memproklamirkan diri sebagai bodyguard
kita. Jangan kalah dengan iblis. Wong Allah memproklamirkan diri-Nya sebagai
aktif mencintai kita meski dosa kita sebesar langit dan bumi sekalipun.
Sementara iblis mengajari kita untuk negative thinking kepada Allah
padahal dosanya kecil. Wes pokoknya, ingatlah ini saat Anda mulai bad sight
pada Allah. Apapun dan apapun, Allah mencintai Anda. Dan Anda pun
mencintai-Nya.
Apalagi, kita tidak tahu sebenarnya. Apakah kita sudah yakin bahwa
kegetiran itu getir? Apakah rasanya benar-benar tidak enak? Coba baca kalimat
berikut baik-baik. “Inna ma’al ‘usr yusra. Inna ma’al ‘usri yusra”.
Sesungguhnya bersama satu kesulitan (getir) itu ada banyak kemudahan (manis).
Sudah menjadi tradisi bahwa kemudahan itu adanya setelah kesulitan, rintangan,
cobaan, masalah dan teman-temannya. Di bangku sekolah saja, tidak mungkin Anda
langsung tahu sesuatu tanpa berpikir, mendengarkan penjelasan guru, masuk
kelas, belajar lagi di rumah. Pada awalnya sebuah pelajaran itu sulit. Tapi
endingnya mudah bukan?! Begitulah proses hidup ini seterusnya. Untuk bisa
(enak) itu butuh belajar, berlatih, berkorban waktu, tenaga, pikiran, uang yang
sekilas tidak enak bukan?!
Kalau Anda sudah tahap ini, sudah sepatutnya kita ucapkan alhamdulillah
saja lah. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad, “Qul al-hamdulillah ‘ala kull
hal”. Katakan alhamdulillah apa pun keadaannya. Ya ya, mau getir rasanya
bersyukur. Apalagi saat enak, tentu lebih hebat lagi bersyukurnya.
Inilah orang hebat, orang kuat itu. Hebatnya manusia, tidak hanya
dinilai dari otot kawat, balong besinya. Tapi lebih dahsyat adalah nilai tahan
banting mentalnya. Antusiasnya. Pantang menyerahnya. Kokoh hatinya!
Untaian seorang pendoa: Ketika kumohon kepada Allah kekuatan,
Allah memberiku kesulitan agar aku menjadi kuat. Ketika kumohon kepada Allah
kebijaksanaan, Allah memberiku masalah untuk kupecahkan. Ketika kumohon kepada
Allah kesejahteraan, Allah memberiku akal untuk berpikir. Ketika kumohon
keberanian, Allah memberiku kondisi bahaya untuk kuatasi.
Ketika kumohon kepada Allah sebuah cinta, Allah mengirim orang-orang
bermasalah untuk kutolong. Ketika kumohon kepada Allah bantuan, Allah memberiku
kesempatan. Aku tidak pernah menerima apa yang kupinta, tapi aku menerima semua
yang kubutuhkan. Doaku terjawab sudah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar