Senin, 03 Desember 2018

DOKUMEN PEMBOIKOTAN


PERINGATAN MAULID 15 – 1440 H        

Umar biasa salat di depan Ka’bah dan mengajak muslim yang lain untuk salat bersamanya. Ia dan Hamzah kadang datang bersama sekelompok kaum mukmin ke Rumah Suci tersebut. Tahu itu, para pemuka Quraisy akan menyingkir.
Di bawah tekanan Abu Jahl, Quraisy memutuskan bahwa jalan terbaik adalah melakukan pemboikotan terhadap seluruh Bani Hasyim. Kecuali Abu Lahab bersikeras melindungi sanak keluarganya, baik yang percaya atau pun tidak terhadap kenabian Muhammad.
Sebuah dokumen dibuat berisikan larangan menikahi wanita Bani Hasyim. Juga tidak diperbolehkan memperjualbelikan apa pun kepada mereka. Pemboikotan itu berlaku sampai Bani Hasyim sendiri yang melarang Muhammad, atau sampai beliau menarik kembali pengakuan kenabiannya.
Tidak kurang dari empat puluh pemuka Quraisy mengokohkan perjanjian ini, meskipun tidak semua menyetujuinya. Beberapa di antara mereka harus mengalah. Bani Muththalib menolak untuk pemboikotan sepupu-sepupu mereka. Dokumen tersebut dipampangkan di Ka’bah.
Demi keamanan bersama, Bani Hasyim berkumpul di sekitar Abu Thalib, di perempatan Lembah Mekah—tempat ia dan kebanyakan anggota kabilahnya bermukim. Kedatangan Nabi dan Khadijah beserta keluarganya mendorong Abu Lahab dan istrinya pindah dan tinggal di rumahnya yang lain. Ini wujud solidaritas kepada kaum Quraisy.
Suatu hari, Abu Jahl bertemu dengan keponakan Khadijah, Hakim, bersama seorang budak membawa sekantong gandum yang tampaknya akan di bawa ke Bani Hasyim. Ia menyalahkan keduanya karena memberi makan kepada musuh dan mengancam akan menghukum Hakim di hadapan orang-orang Quraisy.
Ketika mereka sedang berdebat, Abu al Bakhtari, seorang Bani Asad, datang dan menanyakan apa persoalannya. Setelah dijelaskan, ia berkata kepada Abu Jahl, “Itu adalah gandum bibinya dan ia diutus untuk membawanya. Biarkan ia melakukan tugasnya!”
Baik al Hakim maupun Abu al Bakhtari sama-sama bukan muslim. Namun mengantarkan kantong gandum itu dari salah seorang warga Bani Asad kepada warga lainnya, bukanlah urusan orang di luar kabilah itu. Campur tangan orang Makhzum itu mengundang marah dan tak dapat dibiarkan.
Ketika Abu Jahl tetap bertahan, Abu al Bakhtari menyabetkan tali kekang unta ke kepalanya sekuat-kuatnya hingga ia setangah pingsan dan terjatuh. Lalu mereka menginjak-injaknya di tanah. Kebetulan Hamzah lewat saat kejadian itu.
Hakim berada dalam haknya. Namun orang lain berani melanggar pemboikotan itu karena rasa simpati kepada para korbannya. Hisyam ibn Amr, dari Bani Amir, bukan keturunan Hasyim. Tetapi keluarganya memiliki hubungan pernikahan yang dekat dengan kabilah itu. Malam hari, ia sering membawa seekor unta yang membawa makanan untuk masuk ke wilayah Abu Thalib.
Ikatan unta tersebut dilepaskan. Lalu unta itu dipukul punggungnya agar lari secepat-cepatnya melewati rumah-rumah mereka. Pada malam yang lain, Hisyam membawa baju-baju dan barang-barang lainnya.
Di samping bantuan dari orang-orang musyrik di atas, ada juga bantuan dari kaum muslim sendiri yang berasal dari kabilah lain. Khususnya Abu Bakr dan Umar. Mereka mengupayakan berbagai cara untuk melanggar pemboikotan itu. Ketika dua tahun telah berlalu, Abu Bakr tidak bisa disebut lagi sebagai orang kaya. Namun meski mendapatkan bantuan tersebut, masih terjadi kekurangan bahan pangan di dua kabilah korban pemboikotan itu. Terkadang mereka hampir kelaparan.
Selama bulan-bulan suci, saat mereka dibolehkan meninggalkan tempat mereka dan pergi dengan bebas, Nabi sering  pergi ke Rumah Suci. Di situlah para pemuka Quraisy mengambil kesempatan untuk menghina dan menyakitinya. Suatu ketika, beliau membacakan wahyu. Mengingatkan kaum Quraisy tentang apa yang terjadi pada orang-orang terdahulu.
Nadhr dari Bani Abd al Dar berdiri dan berseru, “Demi Tuhan! Muhammad tidaklah seunggul aku dalam berbicara. Perkataannya tidak lain hanyalah dongeng orang-orang terdahulu. Mereka telah menuliskan untuknya. Sedangkan aku menulis sendiri.” Lantas ia bercerita kepada kaum Quraisy tentang Rustum, Isfandiyar, dan raja-raja Persia.
Berkaitan dengan peristiwa itu, diturunkan satu ayat berikut, “Ketika ayat-ayat Kami dibacakan padanya, ia berkata: ‘Itu hanyalah dongeng-dongeng dari orang-orang terdahulu.’ Sekali-kali tidak! Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka. (QS.83: 13-14)”
Ayat lain yang turun menyatakan bahwa kelak tempat tinggal Abu Lahab dan istrinya di neraka. Umm Jamil mendengar ayat ini dan pergi ke masjid dengan menggenggam sebongkah batu di tangannya, mencari Nabi. Ia bertemu Abu Bakar. “Mana temanmu,” kata Ummu Jamil, “Ia telah menghinaku. Demi Tuhan, jika kujumpai ia, akan kubungkam mulutnya dengan batu ini.”
Ummu Jami lantas bersyair untuk Nabi, “Kami membangkang terhadap orang yang terkutuk. Menepis perintah yang ia perintahkan. Dan agama-kebenciannya itu.”
Pemboikotan terhadap Bani Hasyim dan Bani Muththalib telah berlangsung lebih dari dua tahun. Namun tidak ada tanda-tanda pengaruh yang diharapkan. Malah terjadi dampak yang tidak diinginkan. Yaitu, perhatian terhadap Nabi semakin besar dan agama baru itu diperbincangkan di seluruh penjuru Arab.
Sampai suatu ketika, Muth’im pergi ke Ka’bah untuk mencabut dokumen pemboikotan itu. Ia keluar dengan kemenangan, memegang selembar kulit kecil. Dokumen tersebut semuanya telah dimakan rayap kecuali kelimat pembuka, “Dengan nama-Mu, ya Allah.”
Mayoritas orang-orang Quraisy menyerah. Itu mengakhiri semua perdebatan. Abu Jahl dan satu dua orang pengikutnya sadar bahwa akan sia-sia untuk bertahan. Pemboikotan itu secara formal telah dibatalkan. Sejumlah orang Quraisy pergi menyampaikan kabar gembira kepada Bani Hasyim dan Bani Muththalib.
Setelah pemboikotan dihapuskan, kehidupan kembali normal. Untuk sementara waktu, kekejaman terhadap kaum muslim berkurang. Laporan yang dilebih-lebihkan sampai ke Abyssinia. Sehingga beberapa pengungsi bersiap kembali ke Mekah. Sementara Ja’far, memilih tetap tinggal di sana.
Pada waktu itu, para pemuka Quraisy berfokus membujuk Nabi agar menyetujui sebuah kompromi. Pendekatan ini belum dilakukan sebelumnya. Walid dan tokoh-tokoh lainnya mengusulkan agar mereka menjalankan kedua agama itu. Nabi menjawabnya dengan wahyu.
“Katakanlah: Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku (QS.109: 1-6).”
Selain Ja’far dan Ubaydillah ibn Jahsy, semua sepupu Nabi kembali. Utsman dan Ruqayyah juga datang bersama mereka…

~ Salam ~

IG        : saifulislam_45
FB       : Berpikir Bersikap Beraksi
 : Ahmad Saiful Islam
Twitter : @tipkemenangan
 : @MotivasiAyat
Blog    : tipkemenangan.blogspot.com

Untuk pertanyaan, diskusi, dan lain-lain, silakan di kolom comment. Terimakasih…





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...