“Banyak orang
takut kelak akan ditanya Allah, karena tidak haji dan umrah padahal uangnya
berlebih. Tapi tidak takut kelak akan ditanya Allah, karena tidak menolong
saudara dan tetangganya yang miskin, padahal uangnya berlebih.”
Sebelum Islam,
beberapa orang Arab memang sudah mengenal konsep agama monoteis. Namun tidak
ada bukti bahwa konsep monoteis mereka sama dengan konsep yang diserukan oleh
Nabi Muhammad. Konsep monoteis beliau berjalan beriringan dengan konsep
keadilan sosial dan ekonomi masyarakat. Ini sangat terasa sekali pada
wahyu-wahyu awal yang turun.
QS. Al Ma’un[107]: 1-7
Tahukah kamu
(orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim. Dan
tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi
orang-orang yang shalat. (Yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.
Orang-orang yang berbuat riya’. Dan tidak mau menolong sama sekali.
Salah kalau orang mengira Islam
adalah agama ritual saja. Islam bukan hanya soal shalat. Juga bukan hanya soal
haji dan umrah. Orang yang rajin shalat, berkali-kali haji dan umrah, belum
jaminan mendapat ridha ilahi. Saya tegaskan, belum jaminan akan masuk surga!
Bahkan bisa
disebut pendusta agama kalau shalat, umrah dan hajinya itu hanya untuk pamer. Hanya
untuk status sosial. Tidak peduli ada saudara atau tetangganya yang kurang
makan, kurang perhatian, dan tidak mampu sekolah. Malah cuek bebek, dan kasar
terhadap anak yatim.
Seperti bernafas, Islam adalah agama
ritual dan sosial. Kita harus melakukan dua-duanya: menghirup dan
menghembuskan. Belum sempurna shalat dan hajimu, kalau kau biarkan saudaramu
lapar dan bodoh. Tidak sempurna shalat dan hajimu, kalau kau biarkan tetanggamu
lapar dan bodoh. Kau pendusta agama, kalau tidak mengasihi dan menyayangi
anak-anak yatim dan janda-janda miskin.
Mungkin kau banyak ilmu dan cerdas.
Itu tanda Allah menyuruhmu bermanfaat bagi sekitarmu dengan ilmu dan
kecerdasanmu itu.
Mungkin kau banyak harta. Itu tanda
Allah memintamu bermanfaat bagi sekitarmu dengan hartamu itu.
Mungkin kau punya otot bak Ade Rai.
Itu tanda Allah mempercayakan kepadamu agar bermanfaat bagi sekitarmu dengan
ototmu itu.
Kita dihadirkan Allah di dunia ini
untuk memberi. Semangat Qur’an adalah supaya kehadiran kita ini berkontribusi.
Menjadi tangan-tangan Allah bagi kemanusiaan khususnya, bagi kehidupan umumnya.
Tidak mungkin Allah memberdayakan manusia, kecuali Ia melibatkan pihak lain.
Salah satunya: kita!
Ya, tidak mungkin Allah turun dari
langit misalnya. Lalu memberi makanan dan pekerjaan kepada orang miskin. Tidak
mungkin Allah menjelma sebagai manusia, lalu mengajar orang bodoh. Tidak
mungkin Allah sendirian yang menyembuhkan orang sakit. Tak mungkin pula Allah
sendirian menghibur anak-anak yatim dan janda-janda miskin tatkala bersedih. Justru
Allah hadirkan kita untuk menjadi andalan-Nya.
*Saiful Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar