—Saiful Islam*—
“Hadis-Hadis palsu sengaja
dibuat baik, bagus, dan indah, itu memang supaya kita ‘sungkan’ untuk ‘meletakkannya’.
Apalagi disandarkan kepada Nabi dan Allah. Lengkap sudah untuk membuat kita tak
berkutik…”
Di awal-awal tulisan dengan tema
MENGGUGAT KEWAHYUAN HADIS, ini sebenarnya sekilas sudah saya sampaikan. Menurut
saya, salah definisi Hadis Qudsi yang sudah populer itu. Ia bukan pesan Tuhan
(wahyu) yang dibahasakan sendiri oleh Nabi. Menurut saya, Hadis Qudsi adalah
ijtihad Nabi yang diinspirasi oleh Qur’an. Tentu definisi saya ini setelah
dipastikan dulu Hadis Qudsinya sahih: setelah uji matan dan sanad.
Sudah banyak tulisan tentang Hadis
Qudsi. Kita bisa search langsung di Google. Misalnya jurnal internasional, Memahami
Kembali Pemaknaan Hadis Qudsi yang ditulis oleh Abdul Fattah Idris (2016). Hadis
Qudsi—sama seperti Hadis pada umumnya—ketika diteliti melalui kritik Hadis,
maka para ulama Hadis menemukan sebagian Hadis-Hadis Qudsi yang
diklasifikasikan sebagai Hadis yang palsu atau lemah.
Berbeda dengan Qur’an yang dinukil
secara Mutawatir, sehingga kepastiannya mutlak, kebanyakan Hadis Qudsi adalah
khabar Ahad. Sehingga kepastiannya masih merupakan dugaan. Alias zhanniy.
Sehingga kadang Hadis Qudsi itu sahih, hasan, dan lemah. Malah menurut saya,
semua Hadis itu zhanniy (hanya diduga dari Nabi).
Buku kumpulan Hadis Qudsi, pun
sudah banyak beredar. Apalagi versi online-nya, di Google sudah banyak. Tinggal
search. Mau yang bentuk aplikasi (app), juga bisa langsung diunduh
dan dipasang dari Google Play Store. Mau yang versi PDF juga ada. Kitab Hadis
Qudsi yang paling masyhur (terkenal) berbahasa Arab yang sudah saya unduh
adalah Al-Ittihafat al-Suniyyah bi al-Ahadits al-Qudsiyyah. Buku ini ditulis
oleh Abdur Rauf al-Munawiy. Wafat sekitar 1031 H. Al-Munawiy belum memisahkan antara
Hadis Qudsi yang sahih dan yang dhaif.
Seorang kawan saya yang dosen
Hadis, mencoba membantah argumen saya. Sayang ringkas sekali, dan tidak
mencantumkan contoh Hadis Qudsi yang bisa saya analisis. “Qoolan Nabiy:
yaquul Alloohu ta’aala. Terjemahannya apa?” Dia cuma mengatakan begitu.
Tentu saja, terjemahannya adalah “Nabi
bersabda: Allah SWT berfirman.” Tetapi isi firman itu
adalah hasil olah fikir Nabi setelah terinspirasi oleh Qur’an. Ini pun masih
kemungkinan paling baiknya. Sebab setelah saya baca sekitar 80-an Hadis Qudsi,
isinya memang baik. Bagus dan indah. Apalagi disandarkan kepada Allah dan
kepada Nabi. Sehingga membuat kita ‘sungkan’ (tidak gampang) memang untuk ‘meletakkan’
Hadis-Hadis Qudsi itu. Kecuali yang sudah terbukti sanad-nya lemah.
Tetapi bagi saya, alat
ujinya cukup mudah. Yaitu dengan Qur’an! Hadis Qudsi yang tidak ada cantolan
Qur’an-nya, atau bahkan melebihi informasi Qur’an, akan saya ‘letakkan’.
Meskipun sanad-nya sahih. Soal keyakinan (akidah: tentang Allah,
malaikat, surga, kiamat, surga, neraka, dan semisalnya) saya memilih cukup
informasi Qur’an yang pasti keluar dari mulut Nabi saja. Inilah bentuk
kehati-hatian saya. Saya tidak memakai Hadis-Hadis Qudsi yang memang asalnya
meragukan itu.
Tidak semua yang
disandarkan kepada Nabi, bahkan disandarkan kepada Allah, itu otomatis
benar-benar pasti dari Nabi dan dari Allah. Tidak boleh kita ujug-ujug
memastikan dari Nabi atau dari Allah, hanya karena ada informasi Hadis yang
disandarkan kepada Nabi, atau disandarkan kepada Allah. Tidak boleh. Meski
diklaim sanad-nya sahih dan Mutawatir sekali pun. Matan-nya harus selalu dicek
dengan Qur’an. Bisa dikuatkan oleh Qur’an, atau malah sebaliknya dilemahkan
oleh Qur’an.
Hadis Qudsi, yang sudah
pasti dan jelas, adalah memang bukan pesan Tuhan (wahyu) teologis selain Qur’an.
Sebenarnya tulisan QUR’AN MENEGUR NABI sebelumnya, itu sudah meruntuhkan semua
teori bahwa Hadis Qudsi adalah wahyu teologis mandiri (pesan Tuhan selain
Qur’an). Nabi terbukti salah dan dikoreksi oleh Qur’an. Masak ada wahyu salah?!
Pasti yang menganggap Hadis Qudsi adalah pesan Tuhan kedua selain Qur’an, akan
mengalami kerancuan logika.
Nabi itu cuma manusia
biasa (basyar) yang mendapat pesan Tuhan (Qur'an). Tidak ada pesan Tuhan
(wahyu) lain, selain Qur’an, yang diterima Nabi SAW. Kalau benar, Hadis-Hadis
atau Hadis Qudsi, itu pesan Tuhan (wahyu) yang selain Qur’an, pastinya Nabi
akan menyuruh para Sahabatnya untuk menuliskannya, serta pasti akan dikawalnya
langsung layaknya Qur’an!
Berikut ini saya berikan
tiga contoh Hadis Qudsi. Contoh pertama, Hadis Qudsi yang sudah jelas lemah
sanad-nya. Sehingga tidak perlu dikaji lebih lanjut. Langsung ‘diletakkan’.
Sedangkan dua contoh terakhir, Hadis Qudsi yang menurut saya tidak ada cantolan
Qur’annya dan bertentangan atau sulit diterima dengan akal sehat. Sulit
diterima oleh dalil naqliy (Qur’an) maupun ‘aqliy (akal sehat).
Hadis pertama, saya
kutip dari kumpulan Hadis palsu berjudul Al-Mawdhu’at karya Ibnu Jawziy.
Halaman 109-110. Dari Abu Hurayrah r.a. dari Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya
Allah ta’ala membaca Surat Thaha dan Yasin itu sudah sejak seribu tahun sebelum
menciptakan Adam. Ketika mendengar bacaan itu, Malaikat berkata: Beruntunglah
umat dengan turunnya Surat itu. Beruntunglah tenggorokan yang menghafalnya.
Beruntunglah lisan yang berbicara dengannya.” Ini adalah Hadis palsu.
Di dalam sanad-nya, ada
periwayat (rawi) yang bernama Ibrahim dan Umar bin Hafsh. Ibnu Addiy
berkomentar: “Aku tidak mendapati Hadis Ibrahim yang lebih mungkar dari Hadis
tersebut. Tidak ada yang meriwayatkannya, selain dia.” Al-Bukhari berkomentar: “Ibrahim
bin al-Muhajir itu lemah, Hadisnya diingkari.” Adapun untuk Umar bin Hafsh, Ahmad
bin memberi catatan: “Hadisnya membakar (membuat marah) kami.” Yahya bin Ma’in
menilai: “Tidak dianggap.” Al-Nasa’i pun mengatakan: “Hadisnya ditinggalkan (matruuk
al-hadiits).” Puncaknya adalah komentar Abu Hatim bin Hibban al-Hafizh: “Ini
termasuk Hadis palsu.”
Hadis kedua. Kalau
dalam kumpulan 40 Hadis Qudsi, Hadis berikut ini, biasanya adalah Hadis ke-35.
Dari Abu Hurayrah r.a. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Setiap malam,
Tuhan kita subhaanahuu wa ta’aalaa, turun ke langit dunia ketika sepertiga
malam terakhir. Kemudian berfirman: “Siapa yang berdoa kepada-Ku, akan Aku
kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku, akan Aku beri. Siapa yang memohon
ampunan-Ku, akan Aku ampuni.” (HR. Bukhari, Muslim, Malik, Tirmidzi, dan Abu
Dawud). Dalam riwayat Muslim ada tambahan: “Allah turun (ke langit dunia) sampai
terbit fajar.”
Ini adalah contoh Hadis yang sahih
sanad-nya, tetapi menurut saya bermasalah matan-nya (redaksinya). Meskipun tampak
baik, bagus, dan indah. Masalahnya ada pada kalimat: “Tuhan
kita subhaanahuu wa ta’aalaa, turun ke langit dunia ketika sepertiga malam
terakhir.” Dan juga kalimat: “Allah turun (ke
langit dunia) sampai terbit fajar.”
Kenapa bermasalah? Pertama,
informasi bahwa Allah turun ke langit dunia di sepertiga malam terakhir, itu
tidak ada cantolan Qur’an-nya. Tidak ada ayat yang menyatakan bahwa Allah turun
ke langit dunia. Ingat, informasi tentang Allah dan tentang hal-hal metafisik
atau gaib, itu harus dan wajib ada cantolan Qur’an-nya. Meski Nabi sekali pun,
itu tidak bisa tahu kecuali diberi infonya oleh Allah melalui Qur’an. Cek misalnya
QS.6:50; 7:187-188; 6:59; 10:20; 11:31; 11:49; 27:65. Periksa juga QS.7:33; 16:116;
6:21; 7:28; 7:37; 10:17; 29:68; 2:169; 49:1; 10:68-69; 6:140; 6:93; dan 6:144.
Kedua, Allah turun ke
langit dunia, itu sulit diterima oleh akal sehat. Mustahil Allah turun ke
langit dunia ini. Kalau Allah turun ke langit dunia, itu artinya alam semesta
ini lebih besar dari Allah. Allah menjadi berada di dalam ruang. Ini tidak
mungkin. Allah itu Akbar. Maha Besar. Seribu Universe sekali pun, itu tidak
akan mampu mewadahi Allah.
Apalagi jelas-jelas Qur’an
menyatakan bahwa Allah itu meliputi segala sesuatu. Jangankan langit dunia,
jagat raya ini sekali pun, itu ya diliputi Allah.
QS. Al-Nisa’[4]: 126
وَلِلَّهِ مَا فِي
السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ مُحِيطًا
Kepunyaan Allah-lah apa
yang di langit dan apa yang di bumi. Dan adalah ALLAH MAHA MELIPUTI SEGALA
SESUATU.
QS. Fushshilat[41]: 54
أَلَا إِنَّهُمْ فِي
مِرْيَةٍ مِنْ لِقَاءِ رَبِّهِمْ ۗ أَلَا إِنَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ مُحِيطٌ
Ingatlah bahwa sesungguhnya
mereka adalah dalam keraguan tentang pertemuan dengan Tuhan mereka. Ingatlah
bahwa SESUNGGUHNYA DIA MAHA MELIPUTI SEGALA SESUATU.
Kalimat, “Sampai
terbit fajar,” itu pun mustahil. Tidak mungkin Allah dibatasi oleh waktu ‘sampai
terbit fajar’. Saya jadi ingat pernyataan Stephen Hawking—pendekar Fisika abad
21 yang ateis mengatakan: Tuhan, itu tidak ada. Sebab sebelum ada ruang dan waktu,
tidak ada kesempatan bagi Tuhan untuk menciptakan semuanya.
Hadis ketiga sebagai
contoh, adalah Hadis nomor 36. Panjang Hadisnya, saya kutip bagian yang
bermasalah saja. Hadis itu diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan
Ibnu Majah. Di dalam riwayat lain oleh Bukhari, ada tambahan bahwa Nabi
bersabda: “Dikeluarkan dari api neraka, seseorang yang pernah berkata laa
ilaaha illallooh dan di dalam hatinya terdapat kebaikan meski seberat biji
gandum.”
Sepanjang penelusuran saya, tidak
ada ayat Qur’an yang mengatakan bahwa orang dicuci dulu dosanya di neraka, baru
dimasukkan surga. Dan sebaliknya, dari surga ke neraka. Tidak ada ayat yang
bercerita bahwa orang bisa mampir sementara. Baik mampir di surga maupun
neraka. Yang surga, ya surga terus. Yang neraka, ya neraka terus. Simpel. Dan syarat
masuk surga, itu cuma dua: beriman dan beramal saleh. Atau tiga, ditambah
bertaubat (yakni kembali) kepada Allah. Ayat-ayatnya bisa dicek misalnya
QS.2:82; 18:107; 22:14; 65:11; 84:25; 30:45; 29:58; dan lain-lain.
QS. Al-Baqarah[2]: 82
وَالَّذِينَ آمَنُوا
وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Dan orang-orang yang BERIMAN serta BERAMAL
SALEH, mereka itu PENGHUNI SURGA. Mereka kekal di dalamnya.
Orang-orang yang beriman dan
beramal saleh, itu memang Allah tutupi kesalahan-kesalahan mereka (QS.64:9).
Bahkan kesalahan-kesalahan itu dihapus total. Totally deleted (QS.47:2;
QS.30:7). Karena kebaikan-kebaikan, apalagi amal saleh, itu memang menghapus
keburukan-keburukan (QS.11:114).
Jadi tiket surga, itu harus
dua-duanya: beriman dan beramal saleh. Beriman saja, seperti Iblis (QS.7:12),
tidak bisa masuk surga. Beramal saleh saja, seperti orang ateis misalnya, itu juga
tidak bisa masuk surga.
Begitu dulu. Semoga bermanfaat.
Bersambung, insya Allah…
Walloohu a’lam bishshowaab. Salam
*Penulis Ayat-Ayat Kemenangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar