Minggu, 02 Februari 2020

PROBLEM HADIS QUDSI


—Saiful Islam*—

“Hadis-Hadis palsu sengaja dibuat baik, bagus, dan indah, itu memang supaya kita ‘sungkan’ untuk ‘meletakkannya’. Apalagi disandarkan kepada Nabi dan Allah. Lengkap sudah untuk membuat kita tak berkutik…”

Di awal-awal tulisan dengan tema MENGGUGAT KEWAHYUAN HADIS, ini sebenarnya sekilas sudah saya sampaikan. Menurut saya, salah definisi Hadis Qudsi yang sudah populer itu. Ia bukan pesan Tuhan (wahyu) yang dibahasakan sendiri oleh Nabi. Menurut saya, Hadis Qudsi adalah ijtihad Nabi yang diinspirasi oleh Qur’an. Tentu definisi saya ini setelah dipastikan dulu Hadis Qudsinya sahih: setelah uji matan dan sanad.

Sudah banyak tulisan tentang Hadis Qudsi. Kita bisa search langsung di Google. Misalnya jurnal internasional, Memahami Kembali Pemaknaan Hadis Qudsi yang ditulis oleh Abdul Fattah Idris (2016). Hadis Qudsi—sama seperti Hadis pada umumnya—ketika diteliti melalui kritik Hadis, maka para ulama Hadis menemukan sebagian Hadis-Hadis Qudsi yang diklasifikasikan sebagai Hadis yang palsu atau lemah.

Berbeda dengan Qur’an yang dinukil secara Mutawatir, sehingga kepastiannya mutlak, kebanyakan Hadis Qudsi adalah khabar Ahad. Sehingga kepastiannya masih merupakan dugaan. Alias zhanniy. Sehingga kadang Hadis Qudsi itu sahih, hasan, dan lemah. Malah menurut saya, semua Hadis itu zhanniy (hanya diduga dari Nabi).

Buku kumpulan Hadis Qudsi, pun sudah banyak beredar. Apalagi versi online-nya, di Google sudah banyak. Tinggal search. Mau yang bentuk aplikasi (app), juga bisa langsung diunduh dan dipasang dari Google Play Store. Mau yang versi PDF juga ada. Kitab Hadis Qudsi yang paling masyhur (terkenal) berbahasa Arab yang sudah saya unduh adalah Al-Ittihafat al-Suniyyah bi al-Ahadits al-Qudsiyyah. Buku ini ditulis oleh Abdur Rauf al-Munawiy. Wafat sekitar 1031 H. Al-Munawiy belum memisahkan antara Hadis Qudsi yang sahih dan yang dhaif.

Seorang kawan saya yang dosen Hadis, mencoba membantah argumen saya. Sayang ringkas sekali, dan tidak mencantumkan contoh Hadis Qudsi yang bisa saya analisis. “Qoolan Nabiy: yaquul Alloohu ta’aala. Terjemahannya apa?” Dia cuma mengatakan begitu.

Tentu saja, terjemahannya adalah “Nabi bersabda: Allah SWT berfirman.” Tetapi isi firman itu adalah hasil olah fikir Nabi setelah terinspirasi oleh Qur’an. Ini pun masih kemungkinan paling baiknya. Sebab setelah saya baca sekitar 80-an Hadis Qudsi, isinya memang baik. Bagus dan indah. Apalagi disandarkan kepada Allah dan kepada Nabi. Sehingga membuat kita ‘sungkan’ (tidak gampang) memang untuk ‘meletakkan’ Hadis-Hadis Qudsi itu. Kecuali yang sudah terbukti sanad-nya lemah.

Tetapi bagi saya, alat ujinya cukup mudah. Yaitu dengan Qur’an! Hadis Qudsi yang tidak ada cantolan Qur’an-nya, atau bahkan melebihi informasi Qur’an, akan saya ‘letakkan’. Meskipun sanad-nya sahih. Soal keyakinan (akidah: tentang Allah, malaikat, surga, kiamat, surga, neraka, dan semisalnya) saya memilih cukup informasi Qur’an yang pasti keluar dari mulut Nabi saja. Inilah bentuk kehati-hatian saya. Saya tidak memakai Hadis-Hadis Qudsi yang memang asalnya meragukan itu.

Tidak semua yang disandarkan kepada Nabi, bahkan disandarkan kepada Allah, itu otomatis benar-benar pasti dari Nabi dan dari Allah. Tidak boleh kita ujug-ujug memastikan dari Nabi atau dari Allah, hanya karena ada informasi Hadis yang disandarkan kepada Nabi, atau disandarkan kepada Allah. Tidak boleh. Meski diklaim sanad-nya sahih dan Mutawatir sekali pun. Matan-nya harus selalu dicek dengan Qur’an. Bisa dikuatkan oleh Qur’an, atau malah sebaliknya dilemahkan oleh Qur’an.

Hadis Qudsi, yang sudah pasti dan jelas, adalah memang bukan pesan Tuhan (wahyu) teologis selain Qur’an. Sebenarnya tulisan QUR’AN MENEGUR NABI sebelumnya, itu sudah meruntuhkan semua teori bahwa Hadis Qudsi adalah wahyu teologis mandiri (pesan Tuhan selain Qur’an). Nabi terbukti salah dan dikoreksi oleh Qur’an. Masak ada wahyu salah?! Pasti yang menganggap Hadis Qudsi adalah pesan Tuhan kedua selain Qur’an, akan mengalami kerancuan logika.

Nabi itu cuma manusia biasa (basyar) yang mendapat pesan Tuhan (Qur'an). Tidak ada pesan Tuhan (wahyu) lain, selain Qur’an, yang diterima Nabi SAW. Kalau benar, Hadis-Hadis atau Hadis Qudsi, itu pesan Tuhan (wahyu) yang selain Qur’an, pastinya Nabi akan menyuruh para Sahabatnya untuk menuliskannya, serta pasti akan dikawalnya langsung layaknya Qur’an!

Berikut ini saya berikan tiga contoh Hadis Qudsi. Contoh pertama, Hadis Qudsi yang sudah jelas lemah sanad-nya. Sehingga tidak perlu dikaji lebih lanjut. Langsung ‘diletakkan’. Sedangkan dua contoh terakhir, Hadis Qudsi yang menurut saya tidak ada cantolan Qur’annya dan bertentangan atau sulit diterima dengan akal sehat. Sulit diterima oleh dalil naqliy (Qur’an) maupun ‘aqliy (akal sehat).

Hadis pertama, saya kutip dari kumpulan Hadis palsu berjudul Al-Mawdhu’at karya Ibnu Jawziy. Halaman 109-110. Dari Abu Hurayrah r.a. dari Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah ta’ala membaca Surat Thaha dan Yasin itu sudah sejak seribu tahun sebelum menciptakan Adam. Ketika mendengar bacaan itu, Malaikat berkata: Beruntunglah umat dengan turunnya Surat itu. Beruntunglah tenggorokan yang menghafalnya. Beruntunglah lisan yang berbicara dengannya.” Ini adalah Hadis palsu.

Di dalam sanad-nya, ada periwayat (rawi) yang bernama Ibrahim dan Umar bin Hafsh. Ibnu Addiy berkomentar: “Aku tidak mendapati Hadis Ibrahim yang lebih mungkar dari Hadis tersebut. Tidak ada yang meriwayatkannya, selain dia.” Al-Bukhari berkomentar: “Ibrahim bin al-Muhajir itu lemah, Hadisnya diingkari.” Adapun untuk Umar bin Hafsh, Ahmad bin memberi catatan: “Hadisnya membakar (membuat marah) kami.” Yahya bin Ma’in menilai: “Tidak dianggap.” Al-Nasa’i pun mengatakan: “Hadisnya ditinggalkan (matruuk al-hadiits).” Puncaknya adalah komentar Abu Hatim bin Hibban al-Hafizh: “Ini termasuk Hadis palsu.”

Hadis kedua. Kalau dalam kumpulan 40 Hadis Qudsi, Hadis berikut ini, biasanya adalah Hadis ke-35. Dari Abu Hurayrah r.a. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Setiap malam, Tuhan kita subhaanahuu wa ta’aalaa, turun ke langit dunia ketika sepertiga malam terakhir. Kemudian berfirman: “Siapa yang berdoa kepada-Ku, akan Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku, akan Aku beri. Siapa yang memohon ampunan-Ku, akan Aku ampuni.” (HR. Bukhari, Muslim, Malik, Tirmidzi, dan Abu Dawud). Dalam riwayat Muslim ada tambahan: “Allah turun (ke langit dunia) sampai terbit fajar.”

Ini adalah contoh Hadis yang sahih sanad-nya, tetapi menurut saya bermasalah matan-nya (redaksinya). Meskipun tampak baik, bagus, dan indah. Masalahnya ada pada kalimat: “Tuhan kita subhaanahuu wa ta’aalaa, turun ke langit dunia ketika sepertiga malam terakhir.” Dan juga kalimat: “Allah turun (ke langit dunia) sampai terbit fajar.”

Kenapa bermasalah? Pertama, informasi bahwa Allah turun ke langit dunia di sepertiga malam terakhir, itu tidak ada cantolan Qur’an-nya. Tidak ada ayat yang menyatakan bahwa Allah turun ke langit dunia. Ingat, informasi tentang Allah dan tentang hal-hal metafisik atau gaib, itu harus dan wajib ada cantolan Qur’an-nya. Meski Nabi sekali pun, itu tidak bisa tahu kecuali diberi infonya oleh Allah melalui Qur’an. Cek misalnya QS.6:50; 7:187-188; 6:59; 10:20; 11:31; 11:49; 27:65. Periksa juga QS.7:33; 16:116; 6:21; 7:28; 7:37; 10:17; 29:68; 2:169; 49:1; 10:68-69; 6:140; 6:93; dan 6:144.

Kedua, Allah turun ke langit dunia, itu sulit diterima oleh akal sehat. Mustahil Allah turun ke langit dunia ini. Kalau Allah turun ke langit dunia, itu artinya alam semesta ini lebih besar dari Allah. Allah menjadi berada di dalam ruang. Ini tidak mungkin. Allah itu Akbar. Maha Besar. Seribu Universe sekali pun, itu tidak akan mampu mewadahi Allah.

Apalagi jelas-jelas Qur’an menyatakan bahwa Allah itu meliputi segala sesuatu. Jangankan langit dunia, jagat raya ini sekali pun, itu ya diliputi Allah.

QS. Al-Nisa’[4]: 126
وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ مُحِيطًا
Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi. Dan adalah ALLAH MAHA MELIPUTI SEGALA SESUATU.

QS. Fushshilat[41]: 54
أَلَا إِنَّهُمْ فِي مِرْيَةٍ مِنْ لِقَاءِ رَبِّهِمْ ۗ أَلَا إِنَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ مُحِيطٌ
Ingatlah bahwa sesungguhnya mereka adalah dalam keraguan tentang pertemuan dengan Tuhan mereka. Ingatlah bahwa SESUNGGUHNYA DIA MAHA MELIPUTI SEGALA SESUATU.

Kalimat, “Sampai terbit fajar,” itu pun mustahil. Tidak mungkin Allah dibatasi oleh waktu ‘sampai terbit fajar’. Saya jadi ingat pernyataan Stephen Hawking—pendekar Fisika abad 21 yang ateis mengatakan: Tuhan, itu tidak ada. Sebab sebelum ada ruang dan waktu, tidak ada kesempatan bagi Tuhan untuk menciptakan semuanya.

Hadis ketiga sebagai contoh, adalah Hadis nomor 36. Panjang Hadisnya, saya kutip bagian yang bermasalah saja. Hadis itu diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Ibnu Majah. Di dalam riwayat lain oleh Bukhari, ada tambahan bahwa Nabi bersabda: “Dikeluarkan dari api neraka, seseorang yang pernah berkata laa ilaaha illallooh dan di dalam hatinya terdapat kebaikan meski seberat biji gandum.”

Sepanjang penelusuran saya, tidak ada ayat Qur’an yang mengatakan bahwa orang dicuci dulu dosanya di neraka, baru dimasukkan surga. Dan sebaliknya, dari surga ke neraka. Tidak ada ayat yang bercerita bahwa orang bisa mampir sementara. Baik mampir di surga maupun neraka. Yang surga, ya surga terus. Yang neraka, ya neraka terus. Simpel. Dan syarat masuk surga, itu cuma dua: beriman dan beramal saleh. Atau tiga, ditambah bertaubat (yakni kembali) kepada Allah. Ayat-ayatnya bisa dicek misalnya QS.2:82; 18:107; 22:14; 65:11; 84:25; 30:45; 29:58; dan lain-lain.

QS. Al-Baqarah[2]: 82
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Dan orang-orang yang BERIMAN serta BERAMAL SALEH, mereka itu PENGHUNI SURGA. Mereka kekal di dalamnya.

Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, itu memang Allah tutupi kesalahan-kesalahan mereka (QS.64:9). Bahkan kesalahan-kesalahan itu dihapus total. Totally deleted (QS.47:2; QS.30:7). Karena kebaikan-kebaikan, apalagi amal saleh, itu memang menghapus keburukan-keburukan (QS.11:114).

Jadi tiket surga, itu harus dua-duanya: beriman dan beramal saleh. Beriman saja, seperti Iblis (QS.7:12), tidak bisa masuk surga. Beramal saleh saja, seperti orang ateis misalnya, itu juga tidak bisa masuk surga.

Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung, insya Allah…

Walloohu a’lam bishshowaab. Salam

*Penulis Ayat-Ayat Kemenangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...