Rabu, 05 Maret 2014

ALQURAN MENJAWAB PROBLEMATIKA



Beberapa kali saya mendengarkan, maupun membaca tafsir surat al-Fatihah. Begini ceritanya. Saat saya ngaji baik sama guru saya maupun Rama saya sendiri, dijelaskan bahwa rahman itu beda dengan rahim. Walaupun secara akar kata sama, rahima yang berarti Maha Pengasih atau Maha Penyayang. Dalam kontek rezeki, jodoh, kekuasaan dan lain-lain, kalau rahman itu diberikan kepada seluruh makhluk-Nya. Artinya, siapa saja yang berusaha, ya dia akan mendapatkan. Tidak perduli orang mukmin maupun kafir. Pokoknya berusaha, dia dapat. Kalau rahim, itu hanya prevellese eksklusif hanya untuk orang beriman saja, terutama nasib di akherat kelak. Terus terang saya tidak puas dan jujur sebenarnya dalam hati saya menyimpan pertanyaan yang misterius yang terus bergejolak.
Saat SMA kelas 2, penjelasan guru agama saya lebih nyentrik lagi. Dengan polos, saya bertanya, “Kenapa Einstein, Galileo, Archimedes, dan ilmuwan yang kebangsaan Yahudi lainnya dan tidak beriman kepada Allah kok diberi ilmu sama Allah. Bahkan mereka sangat terkenal, karena teorinya banyak mempengaruhi wajah dunia ini?” Guru saya menguip sebuah ayat, yarfa’ Allah alladzina amanu minkum walladzina utul ‘ilm darajat. Allah akan mengangkat orang-orang beriman diantara kalian dan yang diberi ilmu dengan beberapa derajat. “Jadi, orang yang beriman saja tidak berilmu, maka dia diangkat nanti di akherat. Orang yang berilmu saja dan tidak beriman, tetap diangkat oleh Allah tapi hanya di dunia. Nah, yang diangkat derajatnya, dunia dan akherat adalah dia yang beriman dan berilmu”, jawab guru saya secara gamblang di papan tulis. “Orang kafir kok diangkat sih sama Allah?!, padahal dalam Alquran, orang kafir itu gambarannya sangat buruk, hina dan sangat dibenci Allah. Kok masih bisa diangkat derajatnya?! Wah, tambah bingung saya”, itu yang saya rasakan.
Lalu ada seorang Ustadz menjelaskan khususnya lafaz bismillah al-rahman al-rahim. “Orang yang selalu membaca bismillah, sebelum beraktivitas maka pekerjaannya itu akan barokah dan dibantu oleh Allah”, begitu katanya. Pembawa acaranya nyeletuk, “Saya yakin Ustadz ketika saya membaca bismillah, pasti saya akan ditolong Allah dan mendapatkan barokah dalam pekerjaan saya. Tapi, banyak juga orang-orang kafir yang sama sekali tidak pernah membaca bismillah, namun mereka well-well saja. Bahkan, urusan pencapaiannya kadang melebihi orang beriman yang membaca bismillah. Gimana ini Ustadz?”
Dijawab, “Kan barokah itu bukan berarti kenyang, enak, dapat duit banyak dan suskes secara materi. Tapi sebenarnya, barokahnya tidak ada. Sebenarnya yang membuat kenyang dan enak itu bukan makanan. Yang membuat bahagia itu bukan uang. Tapi sebenarnya Allah yang membuat kita enak makan, kenyang, sehat, bahagia dan lain seterusnya. Bisa jadi, mereka orang kafir itu dapat uang banyak, bisa makan di restoran enak berkelas, tapi kelak hari bisa jadi dia sakit. Nah, itu tidak barokah namanya”. Wadoooh, saya tambah bingung! Yok opo iki Rek?! Kalau mikirnya kayak gitu, bisa juga orang kafir komen, “Lihat tuh orang Islam. Dapat makan enak, dapat uang banyak, bisa makan dan tidur di hotel super mewah, mereka itu tidak barokah. Nanti suatu hari, kalau dia sakit, nah itu namanya tidak barokah!”. Sungguh saya bingung!
Kini, Alquran sendiri yang menjawab kegelisahan saya itu. “Kalian tidak akan pernah menjumpai dalam sunnatullah itu sebuah pergantian dan penyimpangan”, firman-Nya. Di lain ayat, “Ada pahala dunia ada juga pahala akherat”, “Seorang manusia tidak akan mendapat, selain apa yang diusahakannya”, “Jika kalian berbuat baik, akan kembali pada diri kalian sendiri. Begitu juga jika kalian berbuat lacur”, “Barangsiapa yang berbuat kebaikan sebesar debu, maka kelak dia akan melihatnya. Barangsiapa yang berbuat keburukan sebesar debu, maka kelak dia juga akan melihatnya (balasannya)”, “Siapa yang ingin iman, silahkan. Siapa yang ingin kafir silahkan. Tidak ada paksaan dalam beragama”, “Bagi mereka bagian (nasib) dari apa yang mereka usahakan/kerjakan”. Ayat-ayat di atas saya rasa sudah lengkap dan sangat memuaskan saya untuk menjawab apa itu rahman, apa itu rahim, dan semua ketidakpuasan dan kebingungan saya di atas.
Jawabannya, adalah sunnatullah (hukum sebab akibat atau kausalitas). Nasib dunia itu ada sunnatullahnya. Nasib akherat pun ada sunnatullahnya. Siapa yang ingin banyak ilmu, uang, mendapatkan jodoh, harta  dan tahta itu ada sunnatullahnya. Ini sangat bisa dipahami oleh akal yang berlogika alamiah. Begitu juga nasib akherat (surga atau neraka) itu pun ada sunnatullahnya atau ada aturan Allah. Dan memahaminya harus menggunakan logika spiritual. Kalau logika alamiah presmisnya riset dan ilmu pengetahuan. Sedangkan logika spiritual, premisnya adalah Alquran dan hadis nabi yang sahih. Sudah diputuskan bahwa sunnatullah itu bersifat eksak tidak pernah ada pergantian dan perubahan. Jadi, semuanya bersifat pasti dan tidak mengira-ngira alias zhann. Karena zhann la yughni minal haqq syai’a. Persangkaaan itu sama sekali tidak memberikan kebenaran sedikitpun.
Jadi, mau kafir atau iman terserah Anda. Mau kaya atau miskin pun terserah Anda. Mau sehat atau sakit terserah Anda juga. Mau surga atau neraka baik di dunia maupun di akherat itu pun terserah Anda. Anda yang memilih. Allah telah membuat aturan main (rule of game)nya. Hidup sukses baik dunia maupun akherat ada jalannya. Pun mau gagal dunia dan akherat ada jalannya pula. Tinggal Anda mau milih jalan mana. Hanya saja, yang perlu Anda sadari, Anda dianugerahi potensi akal yang luar biasa. “afala yatafakkarun, afala yatadabbarun, afala ta’qilun?!”, apakah Anda tidak berpikir, apakah kalian tidak menggunakan akal kalian?!
Ya pantas saja, kalau Einstein, Galileo, Archemedes, Bill Gates, Steve Jobs, David Beckam, Mark Zuckerberg, Donald Trump, Karl Mark, Messi, Guardiola, Gun n Roses dan konco-konco-nya sukses dunia. Karena disamping keinginan yang tinggi dan ambisius terhadap kesuksesan bidangnya, mereka juga bekerja keras dan cerdas. Mereka menyesuiakan diri dengan rule of game-nya Allah. Lah, kita orang Islam, ingin saja tidak. Malah tidak jarang sukses dunia itu dibenci. Bahkan anti dunia. Yang penting akherat, yang penting kaya hati, ilmu biar sedikit asal diamalkan itu lebih baik daripada ilmu banyak tapi tidak diamalkan, dan banyak apologi-apologi takhayyul intinya menghibur ketertinggalan kita, membenarkan keterpurukan kita. Kok malah, dikait-kaitkan dengan barokah! Semua alasan itu seratus persen benar, tapi harus jelas koteksnya jangan dicampur aduk seperti itu Bung!
sumber foto: ardiosnasir.blogspot.com
 

NB: Silahkan IZIN kepada penulis di: ahmadsaifulislam@gmail.com (085733847622), bila berminat menerbitkan artikel-artikel di blog resmi ini. Terimakasih, Salam Menang…J) Yuk diskusi juga di @ipoenkchampion, dapatkan kultweet yang menyegarkan intelektual, emosional dan spiritual.
Ikuti juga @MotivasiAyat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...